Sukses

Jangan Anggap Plastik Sebagai Sampah

Dengan penerapan ekonomi sirkular, plastik sangat mungkin dipandang sebagai bahan baku, bukan sampah.

Liputan6.com, Jakarta - Berkacamata pada fakta Indonesia merupakan kontributor sampah plastik ke lautan terbesar kedua di dunia, penerapan ekonomi sirkular sebagai wujud pendekatan pengelolaan sampah secara berkelanjutan tengah gencar didorong.

Upayanya tak hanya melibatkan satu pihak, namun harus dilakukan secara holistik. Langkah awal yang bisa diterapkan adalah mengubah pola pikir bahwa plastik bukanlah sampah, melainkan bahan baku.

"Sampah dalam pengertiannya sudah tidak bermanfaat, tidak punya nilai ekonomis, padahal plastik setelah digunakan tidak masuk dalam kategori itu," kata Public Affairs and Communications Director Coca Cola Indonesia Triyono Prijosoesilo di bilangan Jakarta Pusat, Kamis, 5 Desember 2019.

Dengan pemilahan dan pengolahan yang tepat, plastik bekas bisa jadi bahan baku dalam pemenuhan banyak aspek kehidupan. Triyono menjelaskan, tahapan daur ulang yang dilalui botol plastik berbahan PET, setelah dipilah, bakal dicacah jadi flakes maupun pallet.

"Kemudian, bisa jadi bahan dari banyak barang seperti kaus," tuturnya. Kepala Subdirektorat (Kasubdit) Industri Plastik dan Karet Hilir Kementerian Perindustrian Rizky Aditya Wijaya menambahkan, sirkulasi daur ulang yang lancar secara tak langsung memperkecil potensi polusi.

"Ditambah potensi pasar ekspor (industri daur ulang plastik) sangat besar sebagai dampak ditutupnya industri daur ulang di Tiongkok dengan kapasitas sembilan ton per tahun," tambahnya.

Triyono menyatakan, publik, di samping pemerintah dan sektor industri, punya peran tak kalah penting dalam daur ulang plastik. "Harus ada semacam campaign ke masyarakarat bagaimana mulai memilah sampah. Jangan lagi buang sampah sembarangan," imbuhnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Peluncuran Packing Recovery Organization (PRO)

Rizky menjelaskan, plastik yang notabene merupakan material dari pengolahan minyak bumi tidak dapat terurai di alam, di sisi lain dibutuhkan sebagai bahan baku dengan pertimbangan kualitas, ketersediaan, dan harga.

Karenanya, Packaging and Recycling Association for Indonesia Sustainable Environment (PRAISE), di mana Coca Cola Indonesia adalah satu salah bagiannya, menggagas Packaging Recovery Organization (PRO) yang mulai beroperasi pada 2020.

Triyono menjelaskan, konsep PRO meliputi gagasan desain kemasan untuk lebih mudah di daur ulang, penerapan insentif dalam mata rantai pengumpulan kemasan pascakonsumsi untuk meningkatkan pengumpulan, dan mendorong pengutan iklim industri daur ulang.

"Kapasitasnya akan ada di pengolahan sampah. Pilahan sampah plastik akan masuk ke dalam lingkaran daur ulang," ujarnya. Dalam model ekonomi sirkular, plastik pascakonsumsi dilihat sebagai material yang dapat digunakan berulang kali, baik melalui closed loop, botol jadi botol, atau open loop, yakni produk berbeda sebagai hasil.

Kendati masih dalam perencanaan bersama lima perusahaan lain, pelaksanaan PRO di tahun 2020 disebutkan Triyono bakal dilangsungkan di dua tempat dengan karakter berbeda.

"Satunya punya sistem pengolahan sampah yang sudah matang, tapi yang satu lagi masih ada komponen kurang," imbuhnya. Juga, bakal langsung dipegang tenaga ahli dengan pandangan lebih matang.

PRO sendiri, Triyono bercerita, merupakan sebuah pendekatan yang telah berhasil diterapkan di beberapa negara, baik berkembang maupun maju, seperti Meksiko, Afrika Selatan, dan beberapa negara Eropa.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.