Sukses

Kisah Pisang Goreng Madu Bu Nanik, dari Tak Dilirik hingga Terjual 4 Ton per Hari

Liputan6.com, Jakarta -  Sore menjelang makin nikmat saat beragam gorengan terhidang. Salah satu di antaranya adalah pisang goreng madu Bu Nanik yang memiliki sebutan Si Hitam Manis. Makan sepotong saja, ditambah kopi, mampu mengenyangkan perut yang keroncongan.

Pertama kali dijual pada 2007, menu tersebut awalnya tak dilirik publik. Warna kehitaman yang dipersepsikan pisang goreng gosong jadi pangkalnya. Belum lagi bentuknya yang acak-acakan dan tak seragam hingga sering dikomplain konsumen.

Nanik Soelistiawati, sang pemilik bisnis, menciptakan menu itu tak sengaja. Semua bermula saat ibunda yang sakit diabetes ingin mencicipi gorengan yang dibuat Nanik. Madu ditambahkan sebagai pengganti gula agar tetap bisa dimakan sang ibu.

"Ternyata hasilnya bagus," kata dia sambil berseloroh bahwa menu tersebut sebagai hasil berbakti kepada orangtua, dalam acara Paxel Ngopi #NgobrolUKM di Jakarta, Selasa, 19 November 2019.

Melihat respons baik, Nanik yang saat itu masih mengelola bisnis katering, akhirnya menjajakan pisang goreng kreasinya ke pasar. Namun, penerimaannya tak sesuai yang diharapkan. 

Awal menjual, Nanik mengaku tak ada yang melirik hingga bisa menjual lima peti pisang atau setara 50 kilogram pisang. Bisnis tersebut berkembang lantaran ia beradaptasi dengan permintaan pasar. Bahkan, Nanik sampai menutup bisnis kateringnya pada 2008 karena ingin fokus menggarap usaha gorengan.

Hal itu tak terlepas dari keikutsertaan kedua anaknya, Kevin dan Michelle K. Molloy, dalam bisnis tersebut. Sang anak pula yang memberikan ide agar pisang dicetak seragam. Kedua anaknya juga berperan dalam pemasaran sehingga pisang goreng madunya bisa laku hingga terjual ke luar negeri.

"Kalau dulu nggak dicetak, bentuknya berantakan, ukurannya enggak sama. Konsumen sering protes kalau dapat yang ukurannya kecil. Sesudah dicetak, setiap orang sekarang dapat yang sama," jelas Michelle yang duduk di samping Nanik.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pantau Pisang Raja

Bahan utama pisang goreng madu itu adalah jenis pisang raja. Michelle mengungkapkan pisangnya didapat dari empat lokasi berbeda, yakni Cianjur, Bogor, Lampung, dan Semarang. 

Setiap kali akan produksi, Nanik dan keduanya akan terjun langsung memastikan kualitas bahan baku. Nanik mengaku sudah berkeliling dapur sejak pukul 03.30 WIB untuk memantau proses produksi. Bila tak sesuai standar, pisang yang sudah dibayar sekalipun bakal dikembalikan ke produsennya. Semua demi menjaga kualitas produk akhir.

"Kalau musim peralihan seperti ini biasanya stok agak turun. Pintar-pintarnya kita menyiasatinya," kata Michelle.

Hingga kini, resep inti pisang goreng madu hanya diketahui oleh Nanik dan kedua anaknya. Sementara, para pegawai hanya bertugas mencampur bahan-bahan yang lain, seperti menambahkan tepung atau mencampur air. 

Takarannya ditetapkan agar cita rasanya tetap sama. Meski begitu, ia menyebut hal itu tak bisa menjamin keseragaman cita rasa lantaran kadar air tepung yang digunakan turun naik.

"Takaran penting, tapi itu untuk pencegahan saja. Tetap saja, kita harus ada final checking sebelum didistribusikan. Final check dengan human control itu penting," tutur Michelle.

Bila Nanik dan kedua anaknya berhalangan, ia menyerahkan tugas kontrol kepada tiga karyawan kepercayaannya. Meski begitu, peran mereka tetap dibatasi.

"Mereka sudah puluhan tahun kerja sama saya, bahkan dari zaman bapak saya. Saya kasih kepercayaan, tapi hanya bagi yang ngerti aturan," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Berekspansi ke 12 Kota

Setelah mantap dengan perkembangan bisnis dan operasional dapur pusat di Tanjung Duren, Jakarta Barat, Pisang Goreng Madu Bu Nanik kini berani berekspansi. Bekerja sama dengan start up logistik Paxel yang memelopori pengiriman paket dalam satu hari ke antarkota antarprovinsi itu, ia kini bisa mengirim antara 3--4 ton pisang per hari ke 12 kota di Jawa dan Bali. 

"Omzetnya meningkat sekitar 20-30 persen," ujar Michelle.

Kerja sama itu baru terjadi pada Juni 2019. Konsumen bisa menikmati pisang goreng siap santap lantaran dikemas khusus, yakni double packaging.

Michelle menerangkan, konsumen tinggal memanaskannya saja bila ingin menyantapnya. Ketahanannya mencapai tiga hari. Karena itu pula, banyak konsumen yang menjadikannya tambahan penghasilan lewat jastip.

"Di Australia dijual 10 dolar Australia untuk lima pieces. Pakai jastip gitu," ujar Nanik.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.