Sukses

Ini Efeknya Jika Menu Sahur dan Buka Puasa Anak Tak Dipenuhi dengan Gizi Seimbang

Tak semua orangtua selalu punya kesempatan untuk menyiapkan menu sahur dan buka puasa yang sehat bagi anak. Lantas, bagaimana efeknya?

Liputan6.com, Jakarta - Tak semua orangtua selalu punya kesempatan untuk menyiapkan menu sahur dan buka puasa yang sehat bagi anak. Terkadang sahur mungkin hanya disajikan dengan semangkuk mi instan atau berbuka dengan sebutir donat.

Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) pun menjelaskan apa-apa saja efeknya jika menu sahur dan buka puasa anak tidak memenuhi gizi seimbang.

"Kebutuhan nutrisi yang bagus adalah asam amino esensial dan lemak esensial. Ini bisa diperoleh dan harus dicukupi dari protein hewaninya. Jangan sampai buka puasanya hanya dengan donat, roti, mi instan. Enggak pakai protein sama sekali. Maghribnya begitu lagi, donat, manis-manis," ujar Piprim dalam media briefing IDAI, Kamis (6/4/2023).

Kenapa Sih Menu Sahur dan Buka Anak Harus Sehat?

Menu sahur anak yang berisi makanan-makanan instan tinggi gula atau junk food sendiri bukan hanya tidak sehat, melainkan menurut Piprim, dapat membuat anak menjadi lebih mudah lapar.

"Stop atau kurangi maksimal junk food-nya. Kenapa? Karena ini cepat lapar lagi. Jadi kalau anak kecil dikasih sahurnya sereal, atau dikasih donat, kue-kue, roti, mi, itu sebentar akan cepat lapar lagi karena gula darahnya nanti ada sugar spike dan sugar crash," kata Piprim.

"Jadi intinya adalah mesti real food. Pada saat sahur maupun bukanya kita harus fokusnya di kecukupan protein hewani pada anak," tambahnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Menu Sahur dan Buka Anak Pengaruhi Rasa Lapar

Piprim menjelaskan, saat anak mengonsumsi makanan tinggi gula dan tepung, akibat yang muncul adalah glucose spike. Dari sanalah anak bisa merasa mudah lapar.

"Kalau anak-anak diberi junk food tinggi gula dan tinggi tepung-tepungan, dia akan ada glucose spike. Masalahnya dengan glucose spike, sesuatu yang naiknya cepat turunnya akan cepat. Ini akan ada glucose crash, di sinilah anak itu akan merasa lapar lagi," ujar Piprim.

"Jadi mana kuat dia berpuasa kalau sahurnya misalkan donat, sereal, wafer, yang manis-manis gitu, dia akan cepat lapar lagi. Beda kalau dia sahurnya nasi dengan dadar telur yang banyak, ayam goreng yang banyak, ikan goreng, itu akan kenyangnya lama," sambungnya.

Selain itu, Piprim menegaskan soal asupan cairan anak yang harus dicukupkan selama bulan puasa. Sehingga anak tidak mengalami dehidrasi.

"Lihat kebutuhan asupan cairan dalam 24 jam," kata Piprim.

3 dari 4 halaman

Kebutuhan Cairan Anak Saat Puasa

Jika melihat rumusnya, kebutuhan cairan akan bergantung pada berat badan anak. Pemenuhannya cairan itu bisa dilakukan saat sahur, buka, dan setelah tarawih.

"Gampangnya gini, anak itu kira-kira mulai puasa pada umur katakanlah umur enam sampai tujuh tahun ya. Ini berat badannya sekitar 20-30 kg. Untuk anak yang beratnya 20 kg, itu kebutuhan cairannya kira-kira 1,5 liter per hari," ujar Piprim.

"Untuk 30 kg 1,7 liter per hari. Nah ini harus dipenuhi pada saat dia sahur dan buka, atau setelah tarawih. Jadi selama 24 jam itu, asupan cairannya harus terpenuhi supaya anak tidak dehidrasi."

Sehingga menurut Piprim, orangtua tidak perlu khawatir anak mengalami dehidrasi jika memang cairannya sudah dipenuhi berdasarkan kebutuhan hariannya.

"Jadi enggak usah khawatir anak itu akan dehidrasi, enggak makan minum dari subuh sampai maghrib karena kita bisa penuhi kebutuhan cairannya pada saat sahur, buka, dan tarawih," kata Piprim.

4 dari 4 halaman

Anak Bisa Belajar Puasa Sesiapnya

Dalam kesempatan yang sama, turut hadir Ketua 3 Pengurus Pusat IDAI, Dr Bernie Endyarni Medise, SpA(K), MPH. Bernie menuturkan, mengajarkan anak berpuasa tidak berpacu pada usia anak. Melainkan harus sesuai dengan kesiapannya sendiri.

"Idealnya, kalau anak itu sudah menunjukkan ketertarikan dan kesiapan untuk berpuasa. Tentunya kita bisa mencoba sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Paling tidak anaknya sudah bisa menginfokan ke orangtuanya atau melakukan sesuatu kalau anaknya ini ingin berbuka, kalau dia tidak kuat. Itu yang paling penting sebenarnya," ujar Bernie.

Bernie mengungkapkan bahwa saat anak sudah mengenal apa itu puasa dan nampak siap, maka orangtua boleh mulai mengajarkannya. Sedangkan dalam hal usia, pada usia enam hingga tujuh tahun anak biasanya sudah bisa untuk diajak berpuasa.

"Kalau misal dia sudah siap, dia tahu, tertarik untuk berpuasa, nah, kita boleh memperkenalkan kepada anak coba berpuasa. Paling tidak itu di usia enam atau tujuh tahun itu anak sudah bisa dan harus kita kenalkan berpuasa karena pada usia tersebut, secara tubuh sudah siap. Dia sudah lebih mampu. Jadi masing-masing orangtua dan anak memiliki kesiapan masing-masing," kata Bernie. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.