Sukses

Mengenal Elastografi Hati, Metode Pemeriksaan Non-Invasif untuk Pantau Perkembangan Penyakit Liver

Elastografi hati adalah metode pemeriksaan non-invasif terutama pada pasien dengan penyakit hati kronis.

Liputan6.com, Jakarta - Pasien dengan penyakit hati kini dapat melakukan pemeriksaan kondisi hati dengan elastografi hati.

Elastografi hati adalah metode pemeriksaan non-invasif terutama pada pasien dengan penyakit hati kronis. Alat ini berfungsi mengukur kekakuan hati yang secara tidak langsung dikaitkan dengan derajat fibrosis hati.

Jadi, dengan menggunakan alat ini, dokter bisa menilai apakah sudah terdapat komplikasi dari penyakit hati kronis yang diderita pasien.

“Jadi, alat ini bisa digunakan pada kasus-kasus seperti infeksi virus hepatitis B dan C, sirosis, penyakit hati alkoholik, penyakit hati non-alkoholik, dan penyakit hati yang terkait gangguan metabolik. Pemeriksaan ini juga berguna dalam memantau perkembangan penyakit hati akibat obat-obatan atau autoimun,” kata dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan gastroenterohepatologi di MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, Saut Horas H. Nababan dalam keterangan pers, Rabu (25/10/2023).

Keunggulan Elastografi Hati

Saut menambahkan, elastografi hati memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:

  • Tidak invasif: Tidak ada penyisipan jarum atau pemotongan yang diperlukan.
  • Tidak menyakitkan: Pasien tidak akan merasakan ketidaknyamanan atau rasa sakit selama pemeriksaan.
  • Dapat menilai derajat fibrosis dan derajat perlemakan hati.

Elastografi hati berbeda dengan pemeriksaan USG. Perbedaannya terletak pada informasi yang diberikan.

“Pemeriksaan USG secara umum menilai struktur dan kondisi organ, sementara, elastografi hati menilai derajat fibrosis dan perlemakan hati,” ujar Saut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Persiapan Sebelum Elastografi Hati

Dalam melakukan elastografi hati, lanjut Saut, tidak ada persiapan khusus yang perlu dilakukan oleh pasien.

“Pasien hanya diminta berpuasa tiga jam sebelum pemeriksaan,” ujar dokter spesialis lulusan Universitas Indonesia.

Sementara, waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan elastografi hati terbilang singkat, yakni sekitar 5 hingga 10 menit. Dan hasil pemeriksaan dapat dilihat langsung oleh pasien.

Hasil pemeriksaan dapat membantu dokter dalam mendiagnosis, menentukan tingkat keparahan penyakit hati, merencanakan perawatan, serta memantau perkembangan pasien selama pengobatan.

3 dari 4 halaman

Cegah Perlemakan Hati

Meski sudah ada pemeriksaan elastografi hati yang mempermudah diagnosis, alangkah lebih baik jika hati dijaga agar tetap sehat dan terhindar dari perlemakan hati.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi risiko perlemakan hati adalah:

Pertahankan Berat Badan yang Sehat

Perlemakan hati berkaitan erat dengan kasus kelebihan berat badan atau obesitas. Maka dari itu, penurunan berat badan secara bertahap dengan mengombinasikan diet sehat dan olahraga dapat membantu mengurangi penumpukan lemak di hati.

Olahraga Teratur

Menjalani kegiatan fisik secara teratur dapat membantu meningkatkan sensitivitas insulin dan mengurangi lemak di hati.

Pola Makan Sehat

Fokus pada makanan yang seimbang dengan menghindari makanan yang tinggi lemak jenuh, gula tambahan, dan garam berlebih.

Makanan yang tinggi serat, seperti buah-bahan, sayuran, dan biji-bijian, dapat membantu memperbaiki metabolisme tubuh.

4 dari 4 halaman

Cara Cegah Perlemakan Hati Berikutnya

Selain jaga berat badan, olahraga, dan pola makan sehat, mencegah perlemakan hati juga bisa dibantu dengan cara berikut:

Mengelola Resistensi Insulin

Penting untuk mengontrol kadar gula darah dengan mengikuti diet rendah karbohidrat dan menjaga pola makan seimbang.

Hindari Konsumsi Alkohol

Pengurangan atau menghindari konsumsi alkohol secara keseluruhan akan membantu menjaga kesehatan hati.

Saut menegaskan, kasus perlemakan hati akibat gangguan metabolik di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dalam dekade akhir. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang berkaitan dengan cara pencegahan yang sudah dipaparkan di atas.

“Faktor-faktor seperti perubahan gaya hidup, pola makan yang tidak sehat, tingginya insidensi obesitas dan diabetes telah berkontribusi terhadap peningkatan kasus perlemakan hati di Indonesia,” pungkas Saut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.