Sukses

Mengikis Stigma Masyarakat, Laki-Laki Juga Bisa Jadi Korban Kekerasan Seksual

Stigma sebagian masyarakat terkait kasus kekerasan seksual masih keliru. Masih ada anggapan bahwa korban kekerasan seksual selalu perempuan dan pelakunya laki-laki.

Liputan6.com, Jakarta Stigma sebagian masyarakat terkait kasus kekerasan seksual masih keliru. Ada anggapan bahwa korban kekerasan seksual selalu perempuan dan pelakunya laki-laki.

Pada kenyataanya, kekerasan seksual juga dapat terjadi dengan laki-laki sebagai korban. Pelakunya pun bisa perempuan atau sesama jenis.

Hal ini dialami langsung oleh AR (24). Sebagai penyintas kekerasan seksual sesama jenis, AR mengaku sempat trauma dan marah karena tidak berani menceritakan kejadian tersebut kepada siapapun.

Salah satu alasan AR tidak langsung terbuka atau speak up adalah karena anggapan atau stigma sebagian masyarakat terkait kekerasan seksual pada laki-laki masih keliru.

“Seharusnya paham-paham yang bilang ‘laki-laki itu kuat’ atau ‘nggak mungkin cowok kena pelecehan seksual’ mulai dikikis biar hilang, laki-laki atau perempuan sama saja,” ujar AR kepada Health Liputan6.com melalui pesan teks, Rabu (6/1/2021).

Dalam hal ini, masyarakat terutama lingkungan keluarga harus terbuka dengan edukasi seks agar mengerti dan dapat membentengi diri, keluarga, dan orang terdekat dari tindakan yang tidak diinginkan.

“Mungkin awalnya dari lingkungan keluarga dengan membangun pola asuh anak supaya lebih terbuka ke orangtua atau keluarga.”

“Terus pendidikan seksual di masyarakat harusnya nggak lagi dianggap tabu, karena perundungan, atau pengucilan terhadap korban pelecehan seksual terjadi salah satunya karena minimnya pendidikan seksual.”

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Contoh Lain Stigma Masyarakat

AR memberi contoh, masih banyak orang yang menganggap bahwa cat calling bukanlah tindak pelecehan seksual. Kebanyakan orang menganggap bahwa pelecehan atau kekerasan seksual hanyalah tindakan-tindakan fisik ke bagian intim.

“Ya salah satu contohnya orang nggak akan mengira kalau cat calling adalah pelecehan karena mereka mikirnya kalau pelecehan seksual tuh ya ada kontak fisik ke area intim.”

Setelah yakin, AR akhirnya memutuskan untuk menceritakan tindak kekerasan tersebut pada teman terdekatnya. Tak dapat dimungkiri, respons teman terdekatnya pun awalnya membuat AR tidak nyaman.

“Saat mulai terbuka itu sempat ada perlakuan mengejek, tapi karena rasa ikatan pertemanan yang kuat jadi aku menganggap sebatas ejekan bercanda, karena ujung-ujungnya dia (teman dekat) masih mendengarkan kok dan ngasih masukan.”

3 dari 3 halaman

Infografis 3 Hormon Bahagia Jaga Imunitas Tubuh dari COVID-19

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.