Sukses

BPJS Kesehatan Harus Terima Sanksi bila Manfaatkan Dana Jaminan Sosial

BPJS Kesehatan akan hadapi sanksi berat jika surplus Dana Jaminan Sosial untuk bayar selisih kenaikan iuran peserta kelas III diterapkan.

Liputan6.com, Jakarta BPJS Kesehatan akan menghadapi sanksi berat jika menerapkan pemanfaatan surplus Dana Jaminan Sosial (DJS) untuk membayar selisih kenaikan iuran BPJS peserta mandiri kelas III. Iuran peserta mandiri kelas III (yang naik Rp42.000, sebelumnya Rp25.500), dalam hal ini peserta tetap membayar Rp25.500, lalu selisih Rp16.500 ditutupi dari surplus DJS Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Pakar hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono memaparkan, seandainya pemanfaatan surplus DJS tetap dilakukan, jajaran direksi BPJS Kesehatan terancam hukuman sanksi.

"Direksi BPJS Kesehatan punya fungsi yang dibatasi undang-undang. Pasal 24 ayat 1 Undang-undang BPJS Kesehatan menyebut, penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS yang menjamin peserta mendapatkan manfaat sesuai haknya," jelas Bayu saat ditemui di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ditulis Jumat (17/1/2020)."

Hal ini merujuk pada operasionalisasi tugas BPJS pada pasal 10 UU BPJS Kesehatan untuk menagih pembayaran iuran. Pada pasal 10 UU BPJS, sama sekali tidak menyebutkan tugas BPJS melakukan pembayaran selisih peserta dengan menggunakan surplus PBI APBN sebagai aset dana jaminan kesehatan."

Simak Video Menarik Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tindakan Sewenang-wenang

UU BPJS Kesehatan pasal 24 ayat 2 menyatakan, tugas direksi BPJS Kesehatan tidak ada satupun yang menyatakan melakukan pembayaran selisih kelas III dari dana surplus DJS PBI.

Pasal 24 ayat 3 UU BPJS mengenai kewenangan direksi BPJS bahwa tidak ada satupun kewenangan memanfaatkan surplus PBI APBN untuk membayar selisih tersebut.

"Jadi, dilihat dari sisi fungsi, tugas, dan wewenang, sama sekali tidak membuka celah untuk memanfaatkan surplus sebagai pengalihan tadi. Jika tetap nekat dilakukan, termasuk kategori tindakan sewenang-wenang," Bayu menjelaskan."

Ancaman hukumnya nanti berbunyi, 'Melampaui, mencampuradukkan wewenang atau tindakan sewenang-wenang.'

Tindakan sewenang-wenang adalah ketika tidak ada dasar kewenangan tapi kewenangan itu dilakukan. Maka, itu termasuk tindakan sewenang-wenang.

3 dari 3 halaman

Sanksi 8 Tahun Penjara

Dari UU BPJS Kesehatan,  direksi bertanggung jawab atas tanggung renteng kerugian dengan kesalahan pengelolaan data jaminan sosial. Pasal 52 UU BPJS juga menyatakan direksi dilarang menyalahgunakan, menggunakan aset serta menempatkan investasi. 

"Sanksinya 8 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar. Ini enggak main-main, dia harus mengembalikan dendanya.  Intinya, pasal 52 ini risiko pidana penyalahgunaan aset DJS," Bayu menerangkan.

Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada, Oce Madril menambahkan, pelanggaran penyalahgunaan DJS itu berat. Ada sanksi secara administrasi, yang mana direksi BPJS harus mengembalikan tanggung jawab dana DJS.

"Untuk sanksi pidana, mereka (jajaran direksi BPJS) diancam hukuman pidana 8 tahun. Menurut saya, secara rasional pejabat publik harus berpikir sekian kali untuk melaksanakan sekaligus berhadapan dengan ancaman administrasi," jelasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.