Sukses

Tiga Pelajar Indonesia Berbagi Kisah Seru Puasa di Prancis

Siapa bilang puasa di Eropa, khususnya di Prancis, sulit? Tiga pelajar Indonesia ini membuktikannya.

Liputan6.com, Jakarta Menjalankan ibadah puasa di negeri orang bukan perkara mudah bagi siapa saja. Butuh waktu agak lama untuk beradaptasi, terlebih pula menumpang tinggal di negara dengan kaum muslim sedikit, seperti Prancis.

Berikut pengalaman seru ber-puasa di negara orang yang dibagikan tiga orang pelajar dari Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Prancis.

"Sebenarnya, puasa di sini mirip-miriplah kayak puasa di mana pun kita berada," kata mahasiswa Indonesia yang kini tinggal di Lorraine, Prancis, Faisal.

Hal yang berbeda, lanjut Faisal, di Prancis ia dilatih lebih jujur untuk tidak makan dan minum karena mayoritas orang di sana memang tidak acuh terhadap urusan pribadi orang lain. Ya, walau harus menahan makan dan minum kira-kira 17,5 jam, apabila Ramadan mendekati musim panas.

Sementara itu, Ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Lorraine, Prancis, Feby Rara, mengatakan, ada dua tantangan yang sering 'dibicarakan' sesama rekannya dari Indonesia saat mereka menjalankan puasa di negeri yang katanya identik dengan cinta. Yaitu jauh dari keluarga dan durasinya lebih panjang daripada di Indonesia.

"Meski saya pribadi tidak puasa, saya bisa merasakan betapa tingginya antusiasme teman-teman saya di sini," kata Feby.

Menurutnya, kehadiran PPI Lorraine setidaknya bisa menjadi perekat kebersamaan dan kekeluargaan pelajar dan diaspora Indonesia di Prancis.

"Saya berharap PPI Lorraine dan juga PPI lainnya senantiasa mampu berkontribusi positif bagi pemuda dan pemudi Indonesia di mana pun mereka berada," kata Feby.

 

 

Saksikan juga video menarik berikut:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Puasa di Eropa Bisa Sampai 19,5 Jam

Pengalaman yang sama juga dirasakan Mochamad Wahyu Hidayat. Sebelum tinggal di Nancy, Lorraine, bapak muda ini pernah merasakan serunya puasa di Aachen pada Juli 2013. Kala itu dia mendapat beasiswa summer course dari Dinas Pertukaran Akademis Jermin (Deustcher Akademicher Austauch Dienst).

"Puasa di sana jauh lebih lama, 19 jam lebih. Malah pas akhir-akhir puasa bisa 19,5 jam," ujar Wahyu saat dihubungi Health Liputan6.com baru-baru ini.

Wahyu mengaku tidak menemukan kendala berarti dalam menjalankan rukun Islam ke-tiga, meskipun jauh dari keluarga, terutama istri dan buah hati tercinta.

Bila yang ditakutkan adalah sulitnya menemukan makanan halal, hal itu justru tidak terjadi padanya.

"Baik di Aachen maupun di Nancy, sama-sama mudah buat saya menemukan makanan halal. Orang-orang lokal juga toleran ke Muslim. Di bus, di trem, dan di tempat umum, saya tidak pernah lihat tindakan tak menyenangkan terhadap muslim," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Suhu di Eropa Tidak Terlalu Panas Seperti yang Dibayangkan

Termasuk juga masalah suhu yang sering dianggap terlalu panas. Sambil bercanda, Wahyu, mengatakan,"Malah terkadang saya merasa lebih panas Jakarta deh, ketimbang musim panas di Eropa. Hahaha..."

Terkait pola makan sendiri, mengingat tak ada yang mengurus, Wahyu lebih suka banyak minum air putih saat buka dan sahur. Komposisi makanan mesti diperhatikan betul.

"Buat saya pribadi, madu, kurma, dan pisang jadi menu wajib karena kandungan ketiganya bagus buat orang yang lagi puasa," kata Wahyu.

Dari pengalaman yang dirasakannya itu, Wahyu hanya mengingatkan, agar kita yang tinggal di Indonesia untuk lebih banyak bersyukur karena durasi puasa yang lebih singkat dan relatif stabil setiap tahunnya.

"Namun, nanti akan tiba waktu ketika bulan Ramadan di Eropa jatuh di musim dingin, jadi durasi puasanya lebih singkat ketimbang di Indonesia," kata Wahyu.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.