Sukses

Kolaborasi Indonesia-ICRC Dorong Perlindungan Sipil di Laut, Penerapan UNCLOS dan Hukum Perang Laut

Indonesia dan ICRC menggelar diskusi internasional membahas tantangan hukum humaniter dalam perang laut dan penerapan UNCLOS di masa konflik.

Diperbarui 08 Mei 2025, 16:44 WIB Diterbitkan 08 Mei 2025, 16:44 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam memperkuat perlindungan sipil di tengah dinamika konflik bersenjata modern.

Bersama Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu RI) menyelenggarakan diskusi ahli mengenai hukum humaniter internasional (HHI), hukum perang laut, dan penerapan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) selama masa perang.

Diskusi ini berlangsung pada 6–7 Mei 2025 di Gedung Nusantara, Kemlu RI, Jakarta.

Diskusi ini merupakan bagian dari Global IHL Initiative, inisiatif internasional yang diluncurkan pada September 2024 oleh tujuh negara—Afrika Selatan, Brasil, Kazakhstan, Prancis, Tiongkok, Yordania—bersama ICRC.

Mengutip siaran pers yang diterima Liputan6.com, Kamis (8/5/2025), inisiatif ini bertujuan untuk mengembalikan penghormatan terhadap hukum humaniter internasional yang kini menghadapi tantangan besar dalam konflik kontemporer. Indonesia dan Mesir didapuk sebagai ketua bersama untuk kelompok kerja perang laut.

Kelompok kerja ini mengangkat isu-isu krusial, seperti perlindungan korban luka, tahanan, dan jenazah di laut, keselamatan pelaut sipil serta kapal niaga, hingga dampak lingkungan dari konflik bersenjata maritim.

Perlindungan infrastruktur sipil penting juga menjadi sorotan utama, mengingat semakin kompleksnya peperangan di laut dengan kemajuan teknologi seperti kendaraan bawah laut tak berawak (unmanned underwater vehicles).

Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu RI, L. Amrih Jinangkung, menegaskan pentingnya mengeksplorasi lebih dalam interaksi antara rezim hukum internasional seperti UNCLOS dan hukum perang laut yang selama ini kurang mendapat perhatian dalam konteks konflik bersenjata.

"Indonesia sepenuhnya percaya bahwa interaksi antara UNCLOS 1982, Hukum Humaniter Internasional, dan Hukum Perang Laut merupakan area yang perlu dikaji lebih lanjut," tegas Dubes Amrih.

2 dari 2 halaman

Isu Konflik Maritim Jadi Fokus

Dalam sambutannya, Kepala Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor-Leste Vincent Ochilet menyoroti bahwa hukum perang laut saat ini sebagian besar masih berakar dari awal abad ke-20. Padahal, dunia maritim sudah banyak berubah dan kini saling terhubung secara global.

"Perlu dipikirkan ulang bagaimana negara menyikapi konflik bersenjata di laut. Hukum yang ada harus mampu memadukan aspek kemanusiaan dan perlindungan sipil," jelas Vincent.

Ia menambahkan, dampak konflik laut tak hanya dirasakan di samudra, tapi juga dapat memicu krisis kemanusiaan di darat. Karena itu, pendekatan hukum yang lebih humanis dan kontekstual sangat dibutuhkan dalam menghadapi konflik bersenjata masa kini.

Diskusi ini mempertemukan 17 ahli hukum laut dan hukum internasional dari berbagai negara. Para pakar membahas tantangan kemanusiaan yang muncul dalam perang laut, bertukar pandangan dan praktik terbaik, serta mencari solusi praktis agar HHI bisa diterapkan lebih efektif dalam konteks konflik maritim.

Produksi Liputan6.com