Sukses

Ilmuwan Yakin Daging Ular Piton Bisa Jadi Sumber Protein Alternatif, Ini Alasannya

Para peneliti juga mengungkapkan sejumlah manfaat beternak ular piton.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam sebuah studi terbaru, para ilmuwan mengungkapkan bahwa daging ular piton bisa menjadi sumber protein alternatif bagi manusia yang mudah didapatkan. Hal ini diungkapkan dalam temuan mereka di jurnal Scientific Reports, Kamis (14/3/2024).

Dilansir Live Science, Senin (18/3), para peneliti berpendapat bahwa ada banyak manfaat dari beternak ular piton, termasuk kemampuan ular untuk berpuasa dalam jangka waktu lama, kebutuhan ruang dan air yang rendah, serta produksi limbah yang minimal.

Selain itu, para peneliti juga menyebut bahwa karena ukuran tubuhnya yang besar dan tingkat pertumbuhan yang cepat, daging ular piton menjadi sumber protein yang sangat efisien.

"Hewan-hewan ini merupakan pengubah makanan yang sangat baik dan khususnya protein," kata rekan penulis studi Patrick Aust, ahli zoologi dan peneliti di Universitas Oxford di Inggris, kepada ABC News.

"Secara harfiah, mereka adalah spesialis dalam memanfaatkan hal-hal dalam jumlah yang terbatas."

Lebih jauh, penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa peternakan ular piton sudah mapan di Asia namun belum berkembang pesat di wilayah lain. Namun, karena sistem produksi peternakan saat ini sedang berjuang untuk memenuhi standar keberlanjutan dan meningkatnya permintaan, mungkin inilah saatnya untuk mempertimbangkan alternatif lain.

"Selama dua dekade terakhir, peternakan ular telah berkembang," tulis para penulis dalam penelitian tersebut.

"Daging reptil tidak berbeda dengan ayam: tinggi protein, rendah lemak jenuh, dan memiliki daya tarik estetika dan kuliner yang luas."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sumber Penelitian

Para peneliti memantau tingkat pertumbuhan ular piton Burma (Python bivittatus) dan ular sanca batik (Malayopython reticulatus) yang baru lahir di dua peternakan – satu di Provinsi Uttaradit, Thailand dan yang lainnya di Kota Ho Chi Minh, Vietnam.

Meskipun hanya menerima makanan sekali seminggu, kedua spesies ini tumbuh dengan cepat dan bertambah hingga 1,6 ons (46 gram) per hari selama jangka waktu 12 bulan.

Ular piton betina tumbuh lebih besar dibandingkan ular jantan, kemungkinan karena perbedaan jenis kelamin alami.

Para peneliti memberi ular piton berbagai makanan, termasuk ayam beku yang dicairkan, hewan pengerat hasil tangkapan liar, tepung ikan, pelet ayam, dan produk limbah dari produksi daging babi.

3 dari 4 halaman

Butuh Makanan Lebih Sedikit

Sekitar seperempat makanan yang dicerna ular diubah menjadi daging, apa pun pola makannya, dan 82 persen massa tubuh ular adalah daging yang dapat dimakan pada akhir percobaan. Sebagai perbandingan, daging sapi yang bisa dikonsumsi umumnya berjumlah sekitar 63 persen dari bobot sapi.

"Dalam hal rasio konversi makanan dan protein, ular piton mengungguli semua spesies pertanian utama yang diteliti hingga saat ini," tulis para peneliti dalam studi tersebut.

"Efisiensi produksi ular piton lebih tinggi dibandingkan dengan produksi unggas, babi, daging sapi, salmon, dan jangkrik."

4 dari 4 halaman

Cocok untuk Produksi Komersial

Ular piton juga mempertahankan massa tubuhnya selama periode puasa yang berlangsung selama 127 hari berturut-turut berkat metabolisme mereka yang fleksibel.

Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa ular piton Burma dan ular sanca batik dewasa dapat memiliki berat lebih dari 220 pon (100 kilogram) dan betina dapat menghasilkan hingga 100 telur per tahun, yang berarti mereka "sangat cocok untuk produksi komersial".

Para peneliti menyoroti potensi peran peternakan ular piton dalam mengendalikan hama hewan pengerat dan mendaur ulang produk limbah dari industri daging lainnya dan rantai pasokan pertanian pangan, jika ular diberi makanan yang kaya akan hewan pengerat dan limbah protein.

Sementara itu, satu-satunya kendala untuk menyajikan daging ular piton sebagai sumber protein adalah terbatasnya pemahaman tentang cara memelihara ribuan ular ini di penangkaran dan ketakutan umum yang dimiliki manusia terhadap ular.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.