Sukses

Perang Hamas Vs Israel di Gaza Membuat Tidak Ada Perayaan Natal di Betlehem, Kota Kelahiran Yesus

Pesan Natal dari Betlehem tahun ini adalah kesedihan, duka, dan kemarahan terhadap komunitas internasional atas apa yang sedang terjadi di Jalur Gaza, di mana lebih dari 20.000 orang tewas dibunuh Israel.

Liputan6.com, Betlehem - Tempat kelahiran Yesus menyerupai kota hantu pada hari Minggu (24/12/2023), setelah perayaan Malam Natal di Betlehem dibatalkan menyusul perang Hamas Vs Israel yang meletus sejak 7 Oktober.

Lampu-lampu perayaan dan pohon Natal yang biasanya menghiasi Manger Square tak nampak, begitu pula kerumunan turis asing dan marching band pemuda yang berkumpul di kota Tepi Barat setiap tahun untuk menandai hari raya tersebut. Puluhan pasukan keamanan Palestina berpatroli di lapangan kosong.

"Tahun ini, tanpa pohon Natal dan tanpa lampu-lampu, yang ada hanyalah kegelapan," kata Frater John Vinh, seorang biarawan Fransiskan dari Vietnam yang telah tinggal di Yerusalem selama enam tahun, seperti dilansir AP, Senin (25/12).

Vinh menuturkan dia selalu datang ke Betlehem untuk merayakan Natal, tapi tahun ini sangat menyedihkan. Dia menatap pemandangan yang menggambarkan adegan kelahiran Yesus di Manger Square dengan bayi Yesus yang terbungkus kain kafan putih, mengingatkan kita pada ribuan anak yang terbunuh oleh Israel dalam perang di Jalur Gaza.

Kawat berduri mengelilingi tempat kejadian, puing-puing abu-abu tidak mencerminkan cahaya gembira dan semburan warna yang biasanya memenuhi alun-alun selama musim Natal. Cuaca dingin dan hujan menambah suasana muram.

Pembatalan perayaan Natal merupakan pukulan telak bagi perekonomian Betlehem. Pariwisata menyumbang sekitar 70 persen pendapatan kota itu – hampir semuanya selama musim Natal.

Karena banyak maskapai penerbangan besar membatalkan penerbangan ke Israel, hanya sedikit orang asing yang berkunjung. Pejabat setempat mengatakan lebih dari 70 hotel di Betlehem terpaksa ditutup, menyebabkan ribuan orang menganggur.

Toko suvenir lambat untuk dibuka pada Malam Natal, meskipun ada beberapa toko yang dibuka setelah hujan berhenti turun. Namun, pengunjungnya sedikit.

"Kita tidak bisa menebang pohon dan merayakannya seperti biasa, ketika sebagian orang (di Jalur Gaza) bahkan tidak punya rumah untuk ditinggali," kata Ala'a Salameh, salah satu pemilik Restoran Afteem yang hanya beberapa langkah dari alun-alun.

Salameh mengisahkan, Malam Natal biasanya menjadi hari tersibuk dalam setahun.

"Biasanya tidak ada satu pun kursi untuk diduduki, kami penuh dari pagi hingga tengah malam," ujarnya.

Pada Minggu pagi, hanya satu meja yang terisi, oleh para jurnalis yang sedang istirahat dari hujan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pesan Natal dari Betlehem

Di bawah spanduk bertuliskan "Lonceng Natal Betlehem berbunyi untuk gencatan senjata di Gaza", beberapa remaja menawarkan dagangan Santa, namun tidak ada yang membeli.

"Pesan kami setiap tahun pada Natal adalah perdamaian dan cinta, tapi tahun ini pesannya adalah kesedihan, duka, dan kemarahan terhadap komunitas internasional atas apa yang sedang terjadi di Jalur Gaza," ungkap Wali Kota Betlehem Hana Haniyeh dalam pidatonya.

Dr. Joseph Mugasa, seorang dokter anak, adalah salah satu dari sedikit pengunjung internasional. Dia mengatakan kelompok turnya yang terdiri dari 15 orang dari Tanzania "bertekad" untuk datang ke wilayah tersebut di tengah situasi perang.

"Saya sudah beberapa kali ke sini dan ini Natal yang cukup unik karena biasanya banyak orang dan banyak perayaan," kata dia. "Tetapi Anda tidak bisa merayakannya ketika orang-orang menderita, jadi kami turut berduka cita untuk mereka dan berdoa untuk perdamaian."

Perhitungan otoritas Gaza menyebutkan bahwa lebih dari 20.000 warga Palestina di wilayah itu tewas dibunuh Israel dan lebih dari 50.000 lainnya terluka selama serangan udara dan darat Israel, sementara sekitar 85 persen dari 2,3 juta orang dipaksa mengungsi.

Perang Hamas Vs Israel disertai dengan peningkatan kekerasan di Tepi Barat, dengan sekitar 300 warga Palestina tewas akibat tembakan Israel.

Pertempuran di Jalur Gaza dilaporkan telah memengaruhi kehidupan di seluruh wilayah yang diduduki Israel. Sejak 7 Oktober, akses ke Betlehem dan kota-kota Palestina lainnya di Tepi Barat menjadi sulit, dengan antrean panjang pengendara menunggu untuk melewati pos pemeriksaan militer. Pembatasan tersebut juga mencegah puluhan ribu warga Palestina keluar dari wilayah tersebut untuk bekerja di Israel.

3 dari 3 halaman

Renungan dan Harapan pada Hari Natal

Pertempuran di Gaza juga menjadi bahan renungan komunitas kecil Kristen di Suriah, yang masih menghadapi perang saudara yang kini memasuki tahun ke-13. Umat ​​Kristen mengatakan mereka berusaha menemukan kebahagiaan, meskipun perselisihan sedang berlangsung di tanah air mereka dan di Jalur Gaza.

"Di mana cinta? Apa yang telah kita lakukan dengan cinta?" kata Elias Zahlawi, seorang pendeta di Yabroud, sebuah kota yang terletak sekitar 80 kilometer di utara Damaskus.

"Sayangnya, gereja tetap diam menghadapi kenyataan yang menyakitkan ini."

Ada pula yang mencoba mencari inspirasi dalam semangat Natal.

Patriark Latin Pierbattista Pizzaballa, yang tiba dari Yerusalem untuk prosesi tradisional menuju Gereja Kelahiran, mengatakan kepada hadirin bahwa Natal adalah "alasan untuk berharap" meskipun ada perang dan kekerasan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini