Sukses

Pekerja Prancis Mogok Tolak Reformasi Pensiun, Kunjungan Raja Charles III dan Permaisuri Camilla Akan Berlangsung Tanpa Red Carpet?

Serikat pekerja Prancis, CGT, mengumumkan minggu ini bahwa anggotanya di Mobilier National, lembaga yang bertugas menyediakan karpet merah, bendera, dan perabotan untuk gedung-gedung publik, menolak menggelar resepsi untuk Raja Charles III dan Permaisuri Camilla.

Liputan6.com, Paris - Kekacauan di Prancis yang dipicu penolakan reformasi pensiun dapat menodai kemegahan lawatan pertama Raja Charles III Permaisuri Camilla dari Inggris, di mana para pekerja yang melancarkan aksi mogok disebut ogah menggelar karpet merah (red carpet). Bahkan, ada usulan agar kunjungan tersebut dibatalkan.

Raja Charles III dan Permaisuri Camilla dijadwalkan tiba di Prancis pada Minggu (26/2/2023). Kunjungan yang berlangsung atas nama pemerintah Inggris itu diharapkan akan menggarisbawahi upaya untuk membangun kembali hubungan Inggris-Prancis yang diguncang oleh Brexit.

"Ini waktu yang sangat buruk. Biasanya orang Prancis menyambut raja Inggris. Tetapi, saat ini, demonstran sangat sensitif terhadap tanda-tanda istimewa dan kekayaan apapun," ujar penulis buku 'Elizabeth II, Queen of Laughs' yang tinggal di Paris, Stephen Clarke, seperti dilansir AP, Jumat (24/3).

Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin telah memberikan jaminan pada Kamis (23/3) malam bahwa Raja Charles III akan aman selama berada di negara itu. Dia berbicara saat Prancis diguncang protes nasional untuk kesekian kalinya, di mana di sejumlah wilayah kekerasan tidak terhindarkan, terutama di Paris.

"Kunjungan itu tidak menimbulkan masalah," kata Darmanin. "Raja Charles III akan disambut dengan baik, tentu saja, oleh Prancis."

Aksi mogok pekerja juga membuat pemandangan di ibu kota Prancis berubah drastis. Sampah-sampah menggunung di banyak lokasi karena lama tidak diangkut.

Serikat pekerja Prancis, CGT, mengumumkan minggu ini bahwa anggotanya di Mobilier National, lembaga yang bertugas menyediakan karpet merah, bendera, dan perabotan untuk gedung-gedung publik, menolak menggelar resepsi untuk Raja Charles III dan Permaisuri Camilla.

"Kami meminta administrasi kami untuk memberi tahu layanan terkait bahwa kami tidak akan menyediakan perabotan, karpet merah, atau bendera," demikian bunyi pernyataan CGT.

Istana Elysee, kediaman resmi presiden Prancis, kemudian menyatakan bahwa pekerja yang tidak mogok akan menyiapkan perlengkapan yang diperlukan untuk menyambut Raja Charles III dan Permaisuri Camilla.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Makan Malam Mewah di Versailles

Semula lawatan Raja Charles III dan Permaisuri Camilla pada 26-29 Maret akan termasuk kunjungan ke Musee d'Orsay, upacara peletakan karangan bunga di Arc de Triomphe, dan makan malam mewah di bekas kediaman kerajaan, Istana Versailles.

"Mereka berencana pergi ke Versailles. Itu tidak terlihat bagus, sangat 1789," kata Clarke.

Versailles yang mewah, dulunya merupakan pusat kerajaan Eropa yang memesona dan titik fokus Revolusi Prancis, simbol abadi ketidaksetaraan dan ekses sosial.

Presiden Emmanuel Macron tengah menghadapi kecaman yang semakin keras di dalam negeri setelah dia mendorong RUU reformasi pensiun dengan kekuatan konstitusional. Dan Raja Charles III tidak terhindar dari kritik saat protes terus berlanjut di Prancis.

"Sulit dipercaya! Emmanuel Macron menyambut Raja Charles III di Versailles... sementara orang-orang berdemonstrasi di jalanan," ujar Sandrine Rousseau, anggota parlemen dari Partai Hijau Prancis. "Tentu saja, raja harus membatalkan kunjungannya."

Untuk membatasi potensi gangguan pada jamuan makan malam kerajaan, keamanan dilaporkan akan dibuat sangat ketat di sekitar Versailles.

Namun, laporan teranyar menyebutkan bahwa makan malam mewah di Versailles telah dibatalkan atas alasan keamanan dan akan dipindah ke tempat lain. Istana Elysee dikabarkan menjadi penggantinya.

Orang Prancis disebut telah mempertahankan hubungan cinta-benci (love-hate) dengan para raja sejak pemenggalan Raja Louis XVI pada tahun 1973. Ratu dilaporkan bernasib lebih baik.

Ratu Elizabeth II adalah sosok yang sangat populer di Prancis, negara Eropa yang paling sering dia kunjungi sebelum kematiannya tahun lalu. Ratu Elizabeth II, yang fasih berbahasa Prancis, melakukan lima kunjungan kenegaraan ke Prancis, yakni pada 1957, 1972, 1992, 2004, dan 2014, serta sejumlah kunjungan tidak resmi dan pribadi.

"Masalah dengan Charles adalah dia bukan ratu. Dia (Ratu Elizabeth II) sangat dicintai di sini," kata warga Paris Geraldine Duberret (62). "Charles tidak memiliki reputasi yang baik di sini. Sepertinya dia agak manja."

Aktivisme lingkungan Raja Charles III dinilai membuatnya mendapat sedikit tempat di hati rakyat Prancis. Dalam lawatannya, dia berencana mengunjungi sejumlah daerah di wilayah Bordeaux Prancis, yang tahun lalu dirusak oleh kebakaran hutan yang diduga akibat pemanasan global.

"Sangat mengharukan bahwa Charles berencana datang ke Bordeaux. Kami memiliki hubungan yang sangat kuat -dan bersejarah- dengan Inggris Raya. Wilayah ini tetap menggunakan bahasa Inggris selama tiga abad. Itu ada dalam DNA kami," kata Cecile Ha dari Bordeaux Wine Council.

Ha mengatakan, pembuat anggur di Bordeaux berada pada sisi yang sama dengan Charles dalam isu lingkungan, di mana wilayah tersebut menawarkan kebun anggur paling organik di Prancis.

"Sekitar 75 persen kebun anggur Bordeaux disertifikasi ramah lingkungan," ujarnya. "Di Paris, mereka berpolitik. Namun, di sini di Bordeaux, kami menyukai Charles karena kami memiliki komitmen kuat yang sama terhadap keberlanjutan."

Dari Prancis, Raja Charles III dan Permaisuri Camilla akan melanjutkan lawatannya ke Jerman.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.