Sukses

World Economic Forum: Henry Kissinger Dukung Ukraina Gabung NATO

Hadir di World Economic Forum (WEF), mantan Menlu AS Henry Kissinger setuju Ukraina masuk NATO.

Liputan6.com, Davos - Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Henry Kissinger memberikan dukungan agar Ukraina bergabung ke Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Pandangan itu diungkap Kissinger secara virtual pada acara World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss. 

Kissinger mengaku sebelumnya menolak Ukraina masuk NATO karena khawatir memperparah situasi, tetapi kini ia berubah pikiran. 

"Sebelum perang ini, saya menolak keanggotaan Ukraina karena saya takut itu bisa mempercepat proses yang kita lihat sekarang," ujar Henry Kissinger seperti dikutip Switzerland Times, Rabu (18/1/2023).

Kini, Kissinger menyebut bergabungnya Ukraina ke NATO sebagai "konsekuensi yang layak" terhadap invasi Rusia.

Henry Kissinger sebelumnya mendukung negosiasi damai Ukraina-Rusia, akan tetapi Kissinger menuai kontroversi karena mengimplikasikan Ukraina harus merelakan Krimea dan sejumlah daerahnya demi perdamaian. 

Posisi Ukraina selama perang berlangsung adalah agar Rusia angkat kaki dari wilayahnya. Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin menegaskan negaranya ogah memberikan daerahnya ke Rusia.

Sebelum perang dimulai, keanggotaan NATO merupakan salah satu dari bermacam alasan yang dipakai Rusia untuk menyerang Ukraina. 

NATO memiliki kebijakan pertahanan, apabila satu negara NATO diserang negara lain, maka pakta pertahanan itu boleh saling membela. Akan tetapi, pihak Rusia telah mendukung negara-negara NATO sudah ikut campur ke perang di Ukraina. 

Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, berkata Ukraina bakal kalah berbulan-bulan yang lalu jika tidak ada bantuan NATO. Pihak Rusia pun telah memakai istilah "proxy war" pada konflik ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kyiv Belum Jatuh

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen juga hadir di WEF. Ia mengingatkan bahwa perang Rusia di Ukraina sudah hampir setahun lamanya. 

Rusia memulai serangan pada pekan terakhir Februari 2022. Presiden von der Leyen berkata Ukraina masih bertahan, meski banyak yang memprediksi akan kalah. 

"Pada pagi Februari yang menentukan tersebut, banyak yang memprediksi bahwa Kyiv akan jatuh dalam hitungan hari. Tapi itu tidak memperhitungkan semangat dan keberanian fisik rakyat Ukraina," ujar Presiden Ursula von der Leyen. 

Presiden Komisi Eropa juga memuji Ibu Negara Ukraina Olena Zelensky yang hadir di acara tersebut. Ia berkata serangan Rusia yang bertubi-tubi hingga musim dingin tidak menggoyahkan tekad Ukraina. 

"Dalam setahun ke belakang, negaramu telah menggerakkan dunia dan menginspirasi Eropa. Dan saya bisa memastikan kepadamu bahwa Eropa akan selalu berdiri bersamamu. Banyak yang meragukan apakah dukungan Eropa akan goyah. Tapi hari ini, Ukraina adalah negara kandidat untuk menjadi Uni Eropa," ujar Presiden von der Leyen.

Ia juga menyebut Uni Eropa terus memberikan bantuan senjata kepada Ukraina dan menjadi tuan rumah bagi sekitar 4 juta warga Ukraina. 

"Dan kami telah menerapkan sanksi yang terkuat yang membuat ekonomi Rusia menghadapi dekade regresi dan industrinya kelaparan terhadap teknologi modern dan kritikal. Tidak akan ada impunitas untuk kejahatan-kejahatan Rusia ini," tegas Presiden Komisi Eropa.

3 dari 4 halaman

Polandia Berikan Warning: Perang Dunia III Bisa Terjadi Kalau Ukraina Kalah

Sebelumnya dilaporkan, pemerintah Polandia terus memberikan dukungan kepada Ukraina di tengah Rusia. Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki bahkan berpesan Perang Dunia III bisa terjadi apabila Ukraina.

Oleh sebab itu, Polandia mendukung pengiriman bantuan militer ke Ukraina, termasuk tank Leopard 2 dari Jerman. 

"Kekalahan Ukraina mungkin menjadi awal dari Perang Dunia III, jadi hari ini tidak ada alasan untuk memblokir dukungan untuk Kyiv dan menunda-nundanya tanpa kejelasan," ujar PM Morawiecki saat berkunjung ke Jerman, dikutip Firstpost, Selasa (17/1).

Ada wacana pengiriman tank Leopard 2 ke Ukraina masih tertunda. Situs France24 menyebut Kanselir Jerman Olaf Scholz khawatir akan terjadi eskalasi konflik apabila Jerman mengirim tank tersebut ke Ukraina. 

Polandia pun mendorong Jerman agar tank-tank tersebut tidak diparkirkan di tempat penyimpanan saja, tetapi dikirimkan. 

"Hari ini rakyat Ukraina tak hanya bertempur untuk kemerdekaan mereka, tetapi juga mempertahankan Eropa. Saya menyerukan kepada pemerintah Jerman untuk bertindak dengan tegas dan mengirimkan semua tipe senjata ke Ukraina," ujar PM Polandia Morawiecki.

Polandia dan Finlandia sebenarnya memiliki tank Leopard 2, tetapi mereka juga tak bisa mengirimkan tank-tank tersebut ke Ukraina tanpa lampu hijau dari pemerintah Jerman. 

Sementara, pihak Rusia tidak gentar dengan potensi kehadiran Leopard 2 dan menyebut siap membakarnya. 

Namun, saat ini Jerman sedang memiliki masalah lain karena mundurnya Christine Lambrech sebagai menteri pertahanan. Pakar pertahanan dari King's College London, Rod Thornton, menyebut mundurnya Lambrech dikhawatirkan melemahkan respons Barat. 

"Rusia telah mencoba melemahkan kohesi Barat, dan dengan kabar mundurnya ini, Barat terlihat kurang bersatu," ujar Thornton.

4 dari 4 halaman

Bendera Rusia dan Belarusia Dilarang di Australia Open 2023

Penyelenggara Australia Open melarang bendera Rusia dan Belarusia tampil dalam ajang tersebut. Larangan ini diumumkan setelah seseorang mengibarkan bendera Rusia pada hari pembukaan ajang itu di Melbourne Park, menuai kecaman dari duta besar Ukraina.

Petenis Rusia dan Belarusia berkompetisi dibawah "bendera netral" dalam turnamen tahun ini menyusul invasi Ukraina yang tengah berlangsung. 

Para penggemar diizinkan untuk menunjukkan dukungan mereka bagi pemain kedua negara, tetapi Tennis Australia (TA) menegaskan, tidak dengan cara yang dapat menyebabkan gangguan. Demikian seperti dikutip dari The Guadian, Selasa (17/1/2023).

Sebuah bendera Rusia dilaporkan terlihat di kerumunan selama pertandingan putaran pertama antara petenis Rusia Kamilla Rakhimova melawan Kateryna Baindl dari Ukraina pada Senin (16/1).

Peristiwa itu sontak membuat Duta Besar Ukraina Vasyl Myroshnychenko untuk Australia dan Selandia Baru mendorong pihak terkait segera mengambil tindakan.

TA pada Selasa mengonfirmasi perubahan kebijakan yang sekarang akan membuat bendera Rusia dan Belarusia dilarang di mana pun di Melbourne Park selama sisa grand slam pertama tahun ini.

"Kebijakan awal kami adalah para penggemar dapat membawa mereka masuk tetapi tidak dapat menggunakannya untuk menimbulkan gangguan," sebut pernyataan TA. "Kemarin ada insiden pengibaran bendera di pinggir lapangan. Larangan itu berlaku segera. Kami akan terus bekerja dengan para pemain dan penggemar kami untuk memastikan lingkungan terbaik untuk menikmati tenis."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini