Sukses

Indonesia Cabut Moratorium Pekerja ke Malaysia, Ini Harapan Pemerintah RI

Proses pengirimkan tenaga kerja RI ke Malaysia kembali dibenahi untuk komitmen yang lebih kuat kepada kesepakatan yang berlaku.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia dan Malaysia sepakat untuk melanjutkan pengiriman pekerja dari Indonesia. Sebelumnya, Indonesia sempat menerapkan moratorium karena mendeteksi adanya pelanggaran dalam proses pengiriman tenaga migran

Direktur Perlindungan WNI Judha Nugraha berharap ada konsistensi pihak Malaysia untuk mengikuti kesepakatan yang berlaku. Perjanjian akan efektif pada 1 Agustus 2022, meski butuh waktu hingga sekitar beberapa pekan untuk penyesuaian.

"Untuk integrasinya, teknis, akan dilakukan dalam waktu tiga minggu," ujar Judha dalam media briefing di Jakarta, Jumat (29/7).

Sementara, VOA Indonesia melaporkan bahwa keputusan ini dilakukan setelah kedua negara menandatangani kesepakatan bersama terkait implementasi penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understandings/MoU) tentang Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Sektor Domestik di Malaysia.

Penandatanganan ini dilakukan oleh Menteri Ketenagakerjaan RI, Ida Fauziyah dan Menteri Sumber Manusia Malaysia, Dato' Sri M. Saravanan Murugan, di Jakarta, Kamis (28/7), pasca-pertemuan Joint Working Group (JWG) ke-1.

"Kedua pihak menyetujui dimulainya kembali perekrutan dan penempatan PMI di Malaysia mulai 1 Agustus 2022, bergantung pada efektif tidaknya implementasi dari komitmen yang dibuat dalam MoU," ungkap Menaker Ida dalam siaran persnya.

Ida mengakui dalam forum Joint Working Group (JWG) ada sejumlah masalah implementasi dalam hal kebijakan dan teknis yang mungkin mempengaruhi pelaksanaan MoU sebelumnya. Sehingga, katanya, disepakati bersama tentang langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan implementasi yang menyeluruh, khususnya sistem One Channel System (OCS).

"Indonesia dan Malaysia sepakat dan menegaskan kembali bahwa OCS akan menjadi satu-satunya mekanisme perekrutan dan penempatan PMI di Malaysia dengan mengintegrasikan sistem online yang ada, yang dikelola oleh Perwakilan Indonesia di Malaysia dan sistem online yang dikelola oleh Departemen Imigrasi Malaysia. Hal ini dilakukan dengan sepenuhnya mematuhi syarat dan ketentuan yang disepakati sebagaimana diatur dalam MoU," tegas Menaker Ida Fauziah.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Butuh Konsistensi

Selain itu, Ida juga mengatakan perlunya dilakukan sebuah pilot project selama tiga bulan sebelum sistem OCS diberlakukan sepenuhnya. Hal ini, katanya, untuk memastikan kelancaran aplikasi sistem terintegrasi.

Menurut Ida, kedua pihak sepakat untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk memastikan norma dan prosedur yang disepakati, sebagaimana ditetapkan dalam MoU dipatuhi sepenuhnya oleh seluruh pihak dengan melibatkan lembaga/departemen terkait di pemerintahan masing-masing.

Lebih lanjut ia mengatakan, pihak Indonesia dan Malaysia mengakui pentingnya memerangi perdagangan orang (trafficking in person) dan berkomitmen untuk melibatkan pemangku kepentingan terkait di negaranya masing-masing dalam rangka menjalin kerja sama bilateral yang konkret. 

"Kedua belah pihak juga berkomitmen untuk memfasilitasi kerja sama antara lembaga jaminan sosial di Malaysia dan Indonesia dalam rangka memperkuat pelindungan bagi Pekerja Migran Indonesia," katanya.

Masalah Sama Selalu BerulangSementara itu, Sekretaris Nasional Jaringan Buruh Migran (JBM) Savitri Wisnuwardhani mengatakan permasalahan perlindungan PMI di Negeri Jiran tersebut selalu berulang. Bahkan sebelum adanya UU no 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI). Terakhir pemerintah melakukan moratorium pengiriman PMI ke Malaysia pada tahun 2011.

Maka dari itu, menurut Savitri, jika memang pemerintah Indonesia akan mencabut moratorium pengiriman PMI ke Malaysia mulai 1 Agustus, maka hal itu harus dibarengi dengan pengawasan yang ketat di lapangan. Pengawasan perlu dilakukan agar jangan sampai Malaysia kembali berlaku semena-mena dengan tidak mengimplementasikan kesepatan yang ada.

3 dari 4 halaman

Sosialiasi

Lebih lanjut, sosialisasi kepada calon pekerja migran yang berminat bekerja di Malaysia juga harus dilakukan sebagai bagian dari upaya untuk menghindari adanya warga Indonesia yang bekerja ke Malaysia dengan cara ilegal.

“Bukannya saya tidak sepakat dengan pencabutan moratorium ini. Moratorium atau tidak moratorium itu kan hanya sebagai alat untuk bagaimana implementasi perlindungan itu dijalankan,” katanya.

“Kalau kita misalnya punya UU PPMI yaitu bagaimana dijalankan, ini hanya jadi alat saja untuk bargaining kepada pemerintah negara tujuan bahwa kita memiliki aturan seperti ini. Kalau kamu butuh pekerja kita ya kamu harus mengikuti aturan Indonesia, dan itu harusnya sudah dituangkan dalam MoU dan sudah disepakati bersama,” ungkapnya kepada VOA.

Menurut Savitri, penyebab utama masih banyaknya calon migran yang memilih jalur ilegal untuk pergi bekerja ke berbagai negara tujuan penempatan adalah rumitnya proses dari mulai perekrutan, administrasi, hingga keberangkatan.

“Tinggal pemerintah kita yang memastikan calon PMI sesuai yang dibutuhkan di luar negeri, informasi, kemudian biaya juga harus murah, tidak boleh ada biaya berlebih dan prosedur yang rumit yang akhirnya si PMI memlih jalur tekong atau calo. Jadi hak dan kewajiban kedua negara sudah ada yang harus dilakukan, itulah yang harus dilakukan bersama, ada itikad dan inisiatif yang baik,” pungkasnya.

4 dari 4 halaman

Penjelasan Dubes RI di Malaysia

Sebelumnya dilaporkan, Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia Hermono mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia membuka kembali penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) untuk semua sektor ke Malaysia mulai 1 Agustus 2022. 

"Kamis pagi, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) RI Ida Fauziyah dan Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia M. Saravanan menandatangani pernyataan bersama terkait implementasi penandatanganan nota kesepahaman (MoU) tentang Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Sektor Domestik di Malaysia," ujar Dubes Hermono mengutip Antara News, Jumat (29/3).

Dia menambahkan, butir yang masuk dalam pernyataan bersama adalah keputusan untuk membuka kembali penempatan pekerja migran Indonesia untuk semua sektor ke Malaysia terhitung mulai 1 Agustus.

Pembukaan kembali penempatan pekerja migran Indonesia itu dilakukan karena pemerintah Malaysia sudah berkomitmen untuk melaksanakan nota kesepahaman (MoU) tentang Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Sektor Domestik di Malaysia secara sungguh-sungguh.

"Kemarin tanggal 13 Juli kita putuskan untuk menghentikan sementara pengiriman PMI ke Malaysia karena Malaysia tidak ada komitmen untuk melaksanakan MoU itu. Tapi sekarang Malaysia sudah mau melaksanakan MoU itu tentu kita buka kembali," jelas Dubes Hermono.

Karena syarat dibukanya kembali pengiriman PMI, lanjut Dubes Hermono, Malaysia berkomitmen untuk melaksanakan nota kesepahaman itu.

"Tadi itu adalah menyepakati apa-apa yang perlu dilakukan untuk melaksanakan nota kesepahaman (MoU) tentang Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Pada prinsipnya kedua negara khususnya Malaysia sudah mau melaksanakan apa-apa yang sudah disepakati dalam MoU itu," sambung Dubes Hermono.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.