Sukses

Prihatin Soal Harga Pangan, Indonesia Siap Gali Potensi Impor Gandum dari Serbia

Menlu Retno Marsudi siap menjajaki kemungkinan impor gandum dari Serbia.

Liputan6.com, Jakarta - Masalah terkait ketahanan pangan menjadi salah satu dampak dari perang yang masih berlangsung antara Rusia dan Ukraina.

Indonesia pun ikut prihatin dengan isu tersebut, sehingga Menteri Luar Negeri Retno Marsudi ikut berperan dalam mengatasi masalah ini.

Dalam kunjungan Menlu Serbia Nicola Selakovic ke Indonesia pada Senin (23/5/2022), ia juga menyampaikan keprihatinan terkait isu yang sama. 

"Kami telah berbagi keprihatinan tentang dampak perang di Ukraina terhadap ketahanan pangan, khususnya kenaikan harga pangan."

"Untuk itu, kami sepakat untuk meningkatkan kerjasama perdagangan komoditas pangan atau pertanian khususnya gandum," ujarnya dalam press briefing virtual kepada media, Senin (23/5/2022). 

Menlu Retno menyampaikan bahwa Badan Usaha Milik Negara Indonesia, PT Berdikari, dan mitra bisnis Serbia-nya telah menunjukkan kesiapan untuk memfasilitasi ekspor gandum Serbia ke Indonesia.

Menteri Selakovic juga akan bertemu dengan PT. Berdikari untuk membahas hal ini lebih detail selanjutnya. 

Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pada hari Sabtu bahwa Rusia telah memblokir negara yang diperangi dari mengekspor 22 juta ton produk makanan.

Berbicara dengan perwakilan media setelah pertemuan dengan Perdana Menteri Portugal António Costa, Zelensky mengatakan bahwa krisis energi di seluruh dunia akan diikuti oleh krisis pangan jika negara-negara lain tidak membantu Ukraina dalam membuka blokir pelabuhannya dan melanjutkan ekspor.

Harga pangan sudah meroket di seluruh dunia, menyebabkan beberapa negara melarang ekspor komoditas pertanian utama, demikian seperti dikutip dari the Hill, Minggu (22/5/2022).

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dampak di AS

Di AS, indeks tahunan untuk harga makanan konsumen melonjak 9,4 persen pada April, mencapai level tertinggi 40 tahun.

"Akan ada krisis di dunia. Krisis kedua setelah krisis energi, yang diprovokasi oleh Rusia. Sekarang akan menciptakan krisis pangan jika kita tidak membuka blokir rute untuk Ukraina, tidak membantu negara-negara Afrika, Eropa, Asia, yang membutuhkan produk makanan ini," Zelensky memperingatkan.

Zelensky memohon kepada masyarakat internasional untuk memberikan bantuan kepada Ukraina, khususnya peralatan militer yang dapat digunakan untuk membuka blokir pelabuhan Ukraina.

"Rusia telah memblokir hampir semua pelabuhan dan semua, sehingga untuk berbicara, peluang maritim untuk mengekspor makanan - biji-bijian kami, jelai, bunga matahari dan banyak lagi," kata Zelensky.

"Anda dapat membuka blokirnya dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah solusi militer. Itulah sebabnya kami beralih ke mitra kami dengan pertanyaan mengenai senjata yang relevan."

Pada hari yang sama, Presiden AS Joe Biden menandatangani paket bantuan besar-besaran Ukraina menjadi undang-undang, yang mencakup bantuan keamanan, kemanusiaan dan ekonomi.

Paket senilai $ 40 miliar adalah yang terbesar dari AS ke Ukraina, sehingga total bantuan untuk Ukraina yang telah disetujui Kongres tahun ini menjadi hampir $ 54 miliar.

3 dari 4 halaman

Kemungkinan Krisis Pangan Global Bertahun-tahun

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa perang Rusia-Ukraina dapat segera menyebabkan krisis pangan global yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun. 

Dikutip dari BBC, Jumat (20/5/2022) Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan perang telah memperburuk kerawanan pangan di negara-negara miskin karena kenaikan harga.

Guterres mengatakan bahwa konflik - dikombinasikan dengan efek perubahan iklim dan pandemi - "mengancam puluhan juta orang ke jurang kerawanan pangan diikuti oleh kekurangan gizi, kelaparan massal dan kelaparan".

"Beberapa negara juga dapat menghadapi kelaparan jangka panjang jika ekspor Ukraina tidak dikembalikan ke tingkat sebelum perang," tambah Guterres.

"Ada cukup makanan di dunia kita sekarang jika kita bertindak bersama. Tetapi jika kita tidak menyelesaikan masalah ini hari ini, kita bisa menghadapi kekurangan pangan global dalam beberapa bulan mendatang," ujarnya.

4 dari 4 halaman

Menkeu Sri Mulyani: Kemungkinan Krisis Pangan

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menyerukan perlunya tindakan untuk mengatasi potensi terjadinya krisis ketahanan pangan sebagai dampak dari perang di Ukraina.

Hal itu disampaikan saat menjadi panelis pada acara Tackling Food Insecurity: The Challenge and Call to Action, bersama dengan Menteri Keuangan Amerika Serikat, Managing Director IMF, Presiden Bank Dunia, dan Presiden IFAD, di Washington DC, Rabu (20/4/2022).

"Perang dan tindakan-tindakan yang menyertainya telah memicu kenaikan harga komoditas energi dan pangan. Apabila hal tersebut tidak diantisipasi secara dini, akan menimbulkan krisis pangan di negara-negara miskin dan rentan yang memiliki kapasitas fiscal yang terbatas," kata Menkeu Sri Mulyani.

Dalam kesempatan lain, Menteri Keuangan juga menghadiri acara yang diselenggarakan oleh IMF dengan tajuk A Dialog with G20 Emerging Markets. Dialog ini dipimpin oleh Managing Director IMF dan dihadiri oleh negara-negara emerging market anggota G20, antara lain Indonesia, Saudi Arabia, Agentina, Brazil dan Afrika Selatan.

Dalam penjelasannya, MD IMF menyatakan perekonomian global sedang mengalami goncangan geopolitik dan menghadapi konsekuensi dari tindakan yang diterapkan dalam merespon kondisi geopolitik dimaksud.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.