Sukses

AS Tak Didukung DK PBB untuk Jatuhkan Sanksi terhadap Iran

Amerika Serikat, pada Jumat 21 Agustus 2020, tak mendapat dukungan dari Dewan Keamanan PBB atas upayanya untuk memberlakukan kembali sanksi internasional terhadap Iran.

Liputan6.com, New York - Amerika Serikat, pada Jumat 21 Agustus 2020, tak mendapat dukungan dari Dewan Keamanan PBB atas upayanya untuk memberlakukan kembali sanksi internasional terhadap Iran.

Dari 15 total negara anggota Dewan Keamanan 13 negara menyatakan oposisi mereka dan berpendapat bahwa langkah Washington batal.

Penyebabnya adalah; klausul yang digunakan AS untuk menjatuhkan sanksi terhadap Iran mengacu pada mekanisme kesepakatan JCPOA --di mana Amerika telah hengkang dari perjanjian itu dua tahun lalu.

Dalam 24 jam sejak Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan dia memicu hitungan mundur 30 hari untuk kembalinya sanksi PBB terhadap Iran, termasuk embargo senjata.

Mayoritas negara anggota dewan menolaknya, meliputi Inggris, Prancis, Jerman dan Belgia serta China; Rusia, Vietnam, Niger, Saint Vincent dan Grenadines, Afrika Selatan, Indonesia, Estonia dan Tunisia. Mereka telah menulis surat untuk menentang upaya AS, kantor berita Reuters melaporkan, dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (22/8/2020).

AS menuduh Iran melanggar kesepakatan JCPOA 2015 dengan kekuatan dunia yang bertujuan untuk menghentikan Teheran mengembangkan senjata nuklir dengan imbalan keringanan sanksi. Tetapi Presiden AS Donald Trump menggambarkannya sebagai "kesepakatan terburuk yang pernah ada" dan menarik AS keluar dari JCPOA pada 2018.

Para diplomat mengatakan Rusia, China, dan banyak negara lain tidak mungkin menerapkan kembali sanksi terhadap Iran. Pompeo kembali memperingatkan Rusia dan China terhadap hal itu pada hari Jumat, mengancam tindakan AS jika mereka menolak untuk menerapkan kembali tindakan PBB terhadap Iran.

Pemerintahan Trump pada hari Jumat menolak penolakan hampir universal terhadap permintaannya dan menyatakan bahwa penghitungan mundur 30 hari untuk hukuman "snapback" (mekanisme pemberlakuan sanksi kembali terhadap Iran) telah dimulai.

"Kami tidak membutuhkan izin siapa pun," kata utusan khusus AS untuk Iran Brian Hook kepada wartawan dalam sebuah taklimat pada Jumat 21 Agustus. "Iran melanggar komitmen nuklir. Syaratnya telah dipenuhi untuk memulai snapback. Jadi kami sekarang sudah mulai melakukan snapback."

Dia mengatakan bahwa "apakah orang mendukung atau menentang apa yang kami lakukan bukanlah persoalan," dan menambahkan bahwa "hari ini adalah hari pertama dari proses 30 hari."

AS bertindak pada hari Kamis setelah Dewan Keamanan dengan tegas menolak tawarannya pekan lalu untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran setelah kedaluwarsa pada bulan Oktober. Hanya Republik Dominika yang bergabung dengan Washington dalam pemungutan suara ya.

Duta Besar Iran untuk PBB Majid Takht Ravanchi segera menolak langkah AS, yang menurutnya "pasti gagal".

Republik Dominika belum menulis surat kepada dewan untuk menyatakan posisinya pada snapback sanksi.

Di bawah proses yang menurut Washington telah dipicu, tampaknya semua sanksi PBB harus diberlakukan kembali pada tengah malam atau 00:00 GMT (8 malam waktu New York) pada 19 September --hanya beberapa hari sebelum Trump akan berpidato di depan para pemimpin dunia di Majelis Umum PBB, pertemuan tahunan yang sebagian besar akan bersifat virtual karena pandemi virus corona.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penolakan Serupa Pekan Lalu

Pekan lalu, Dewan Keamanan PBB dengan tegas menolak tawaran AS untuk memperpanjang embargo senjata global terhadap Iran, menyusul ancaman Washington untuk memicu diterapkannya kembali semua sanksi perserikatan terhadap Teheran.

Dalam pemungutan suara Dewan Keamanan pada Jumat 15 Agustus 2020, Washington mendapat dukungan hanya dari Republik Dominika atas resolusinya untuk memperpanjang embargo senjata atas Iran tanpa batas waktu --jauh dari ambang batas minimum sembilan suara "ya" yang diperlukan untuk adopsi resolusi.

Sebelas dari 15 anggota dewan, termasuk Prancis, Jerman, Inggris, dan Indonesia (anggota tidak tetap) abstain. Dua negara menolak.

Rusia dan China sangat menentang perpanjangan resolusi embargo yang sebelumnya terlaksana selama 13 tahun namun akan berakhir pada 18 Oktober 2020 mendatang. Resolusi merupakan bagian dari kesepakatan nuklir 2015 yang ditandatangani antara Iran dan enam kekuatan dunia --JCPOA.

Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS, mengumumkan kekalahan resolusi tersebut menjelang pertemuan dewan secara virtual yang sangat singkat untuk mengungkap pemungutan suara.

"Kegagalan Dewan Keamanan untuk bertindak secara tegas dalam mempertahankan perdamaian dan keamanan internasional tidak bisa dimaafkan," katanya dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (15/8/2020).

Zhang Jun, duta besar China untuk PBB, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa hasilnya "sekali lagi menunjukkan bahwa unilateralisme tidak mendapat dukungan dan intimidasi akan gagal".

Selengkapnya...

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.