Sukses

AS Gagal Raih Dukungan DK PBB untuk Perpanjang Embargo Senjata Iran

Liputan6.com, New York - Dewan Keamanan PBB dengan tegas menolak tawaran AS untuk memperpanjang embargo senjata global terhadap Iran, menyusul ancaman Washington untuk memicu diterapkannya kembali semua sanksi perserikatan terhadap Teheran.

Dalam pemungutan suara Dewan Keamanan pada Jumat 15 Agustus 2020, Washington mendapat dukungan hanya dari Republik Dominika atas resolusinya untuk memperpanjang embargo senjata atas Iran tanpa batas waktu --jauh dari ambang batas minimum sembilan suara "ya" yang diperlukan untuk adopsi resolusi.

Sebelas dari 15 anggota dewan, termasuk Prancis, Jerman, Inggris, dan Indonesia (anggota tidak tetap) abstain. Dua negara menolak.

Rusia dan China sangat menentang perpanjangan resolusi embargo yang sebelumnya terlaksana selama 13 tahun namun akan berakhir pada 18 Oktober 2020 mendatang. Resolusi merupakan bagian dari kesepakatan nuklir 2015 yang ditandatangani antara Iran dan enam kekuatan dunia --JCPOA.

Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS, mengumumkan kekalahan resolusi tersebut menjelang pertemuan dewan secara virtual yang sangat singkat untuk mengungkap pemungutan suara.

"Kegagalan Dewan Keamanan untuk bertindak secara tegas dalam mempertahankan perdamaian dan keamanan internasional tidak bisa dimaafkan," katanya dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (15/8/2020).

Zhang Jun, duta besar China untuk PBB, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa hasilnya "sekali lagi menunjukkan bahwa unilateralisme tidak mendapat dukungan dan intimidasi akan gagal".

Washington sekarang dapat menindaklanjuti ancaman untuk memicu kembalinya semua sanksi PBB terhadap Iran menggunakan ketentuan dalam kesepakatan nuklir, meskipun Presiden AS Donald Trump secara sepihak telah membatalkan perjanjian JCPOA pada 2018.

Dalam sebuah pernyataan setelah pemungutan suara, Duta Besar AS untuk PBB Kelly Craft mengatakan Washington tetap memiliki "hak untuk memulai" mekanisme yang dimaksud, menambahkan, "Amerika Serikat akan menindaklanjuti janji itu untuk tidak berhenti memperpanjang embargo senjata dalam beberapa hari mendatang."

Berdasarkan kesepakatan JCPOA, Iran setuju untuk membatasi program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi dan keuntungan lainnya.

Menyusul penarikan AS dari JCPOA dan penerapan sanksi sepihak, Teheran telah mengurangi kepatuhan dengan bagian-bagian dari perjanjian itu, termasuk kembali melakukan pengayaan uranium --bahan baku nuklir. Para diplomat mengatakan bahwa situasi terkini bisa memicu ketentuan "snapback" yang akan menempatkan perjanjian yang rapuh itu lebih berisiko karena Iran akan kehilangan insentif besar untuk membatasi kegiatan nuklirnya.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bencana Diplomatik?

Duta Besar Iran untuk PBB Majid Takht Ravanchi memperingatkan Washington agar tidak mencoba memicu kembalinya sanksi.

"Pengenaan sanksi atau pembatasan apa pun terhadap Iran oleh Dewan Keamanan akan sangat dipenuhi oleh Iran dan pilihan kami tidak terbatas. Dan Amerika Serikat dan entitas apa pun yang dapat membantu atau menyetujui perilaku ilegalnya akan memikul tanggung jawab penuh," katanya dalam sebuah pernyataan.

Jarret Blanc, rekan senior di Carnegie Endowment for International Peace, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa tawaran AS yang gagal sama dengan "bencana diplomatik".

"Ini menunjukkan bahwa Presiden Donald Trump dan timnya tidak hanya buruk dalam strategi mendekati Iran, mereka juga buruk dalam taktik diplomasi sehari-hari. Tidak masuk akal bahwa AS tidak dapat mengumpulkan lebih dari satu suara untuk satu suara. resolusi seperti ini."

Tetapi beberapa analis mengatakan mereka curiga bahwa Washington mengajukan rancangan garis keras dengan sengaja, mengetahui bahwa anggota dewan tidak akan dapat menerimanya.

"Faktanya adalah bahwa setiap orang di PBB percaya bahwa [resolusi] ini hanyalah awal dari upaya AS untuk memicu kehancuran dan menenggelamkan kesepakatan nuklir Iran," kata Richard Gowan, pakar PBB di International Crisis Group, kepada kantor berita AFP.

Saat pemungutan suara mengenai rancangan resolusi AS sedang berlangsung, Rusia mengatakan Putin menyerukan pertemuan para pemimpin dari lima anggota tetap Dewan Keamanan bersama dengan Jerman dan Iran untuk menghindari eskalasi upaya AS untuk memperpanjang embargo senjata Iran.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.