Sukses

Teroris Penembak Jemaah Masjid Christchurch Jalani Sidang Vonis pada Agustus 2020

Pelaku penembakan masjid di New Zealand, Brenton Tarrant akan menjalani hukuman mulai bulan Agustus.

Liputan6.com, Wellington - Seorang pria kulit putih asal Australia yang menjadi pelaku pembunuhan atas 51 jemaah Muslim dalam penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru pada 2019, akan menjalani sidang vonis pada Agustus 2020. Sidang sempat ditunda karena pandemi Virus Corona COVID-19.

Mengutip Channel News Asia, Jumat (3/7/2020), ekstremis sayap kanan Brenton Tarrant telah didakwa pada Maret 2020 atas 51 tuduhan pembunuhan, 40 percobaan pembunuhan dan satu terorisme, setelah permohonan sebelumnya yang menyatakan dirinya tidak bersalah ditolak hakim.

Pada saat itu, Selandia Baru termasuk kota Christchurch berada dalam kuncian akibat COVID-19, yang berarti para korban dan keluarga korban yang selamat tidak dapat menghadiri pengadilan untuk melihatnya divonis.

Karena itu, hakim Pengadilan Tinggi Cameron Mander mengatakan, pihaknya akan membuka jalan bagi Tarrant untuk divonis pada 24 Agustus.

"Sekarang, dengan tidak adanya penularan virus COVID-19 di Selandia Baru, pengadilan kami telah kembali ke operasi normal," kata Mander dalam dokumen peradilan yang dirilis.

"Publik dan, yang terpenting, para korban dan keluarga mereka yang tinggal di Selandia Baru dapat menghadiri acara pengadilan."

Dia mengatakan, tiga hari telah disiapkan untuk menjatuhkan hukuman tetapi menambahkan "sidang akan berlangsung selama diperlukan".

Selandia Baru tidak memiliki hukum yang menjatuhkan hukuman mati tetapi Tarrant kemungkinan akan menghadapi hukuman yang membuatnya menghabiskan sisa hidupnya di balik jeruji besi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hukuman Seumur Hidup

Seluruh tuduhan atas aksi teror dan pembunuhan dijatuhi hukuman seumur hidup.

Mander mengakui bahwa beberapa korban dan pendukung yang berbasis di luar negeri ingin hukuman ditunda agar mereka dapat hadir secara langsung, tetapi menunjukkan bahwa perbatasan kemungkinan akan tetap ditutup untuk jangka waktu yang lama.

"Sementara itu prosesnya akan terus berjalan. Itu adalah situasi yang tidak memuaskan," katanya.

Hakim mengatakan tautan langsung dapat dibuat untuk mereka yang berbasis di luar negeri untuk memberikan pernyataan dampak kepada korban.

Dia mengatakan banyak korban lain yang menemukan bahwa kasus pengadilan yang panjang "melelahkan dan membuat frustrasi" dan ingin kasus ini berakhir.

"Mereka berharap hukuman akan terjadi sesegera mungkin secara realistis," katanya.

"Finalitas dan penutupan dianggap oleh beberapa orang sebagai cara terbaik untuk membawa bantuan kepada komunitas Muslim."

Kala itu dalam aksinya, Tarrant mempersenjatai diri dengan gudang senjata semi-otomatis dan menyerang masjid Al Noor terlebih dahulu, sebelum pindah ke pusat shalat Linwood dan kembali melakukan aksi pembunuhan, 

Korbannya semua Muslim dan termasuk anak-anak, wanita dan orang tua.

Dalam sebuah manifesto yang diposting secara online sebelum pembunuhan, Tarrant mengatakan dia telah pindah ke Selandia Baru dengan tujuan khusus melakukan kekejaman terhadap Muslim.

Tindakannya mendorong Selandia Baru untuk memperketat undang-undang senjata dan meningkatkan upaya untuk mengekang ekstremisme online.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.