Sukses

Wapres Mike Pence Terima 55 Bagian Jenazah Tentara AS dari Korea Utara

Wakil Presiden AS Mike Pence secara resmi telah menerima kepulangan bagian jenazah tentara AS yang meninggal di Korea Utara pada Perang Korea 1950-53.

Liputan6.com, Honolulu - Dalam sebuah upacara penyambutan emosional dan serius, bagian dari puluhan jasad tentara Amerika Serikat (AS) yang diduga korban Perang Korea telah dikawal perjalanannya dari Korea Utara ke Hawaii pada Rabu, 1 Agustus 2018.

Kepulangan 55 peti jenazah itu merupakan perwujudan salah satu komitmen hasil pertemuan antara Donald Trump dan Kim Jong-un pada 12 Juni lalu di Singapura.

Militer AS yakin tulang belulang itu adalah pasukan AS dan prajurit potensial dari negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lainnya, yang bertempur bersama atas nama Korea Selatan selama perang di Semenanjung Korea pada 1950-an.

Dikutip dari Time.com, Kamis (2/8/2018), analisis mendalam dan proses identifikasi akan segera dimulai pada pekan depan.

"Beberapa orang menyebut Perang Korea sebagai 'perang terlupakan.' Tetapi hari ini, kami membuktikan bahwa para pahlawan ini tidak pernah dilupakan," kata Wakil Presiden AS Mike Pence dalam sebuah upacara resmi di Honolulu, Rabu siang.

"Hari ini, anak-anak kita pulang," kata dia dengan nada emosional.

Satu peti jenazah didampingi oleh seorang anggota Marinir, pelaut, tentara, dan pilot. Masing-masing peti diangkat dengan perlahan memasuki sebuah hanggar besar di pangkalan militer AS di negara bagian Hawaii.

Wapres Pence menyambut kedatangan 55 peti jenazah dari Korea Utara itu seraya meletakkan tangan kanannya di dada kiri. Turut hadir mendampinginya, Komandan Komando Indo-pasifik Phil Davidson, yang sama-sama memberi salam hormat dengan khidmat.

Beberapa tamu yang diundang, menurut pengamatan media, terlihat menyeka air mata mereka selama prosesi penurunan seluruh peti jenazah dari dalam pesawat.

Menurut sejarah, 16 negara anggota PBB bergabung dengan pasukan AS atas nama Korea Selatan, selama berlangsungnya Perang Korea pada 1950-1953. Beberapa di antara mereka, termasuk Australia, Belgia, Prancis, dan Filipina, belum mendapatkan kembali jasad pasukannya yang gugur di medan pertempuran.

Menteri Pertahanan AS, Jim Mattis, mengatakan beberapa sisa jenazah pasukan terkait, kemungkinan benar-benar hilang, alias tidak bisa diidentifikasi sedikit pun.

Pekan lalu, ia mengatakan bahwa kembalinya sisa jenazah itu adalah langkah positif dari hasil pertemuan pemimpin AS dan Korea Utara. Namun, ini bukan jaminan bahwa tulang belulang di dalamnya adalah milik prajurit Negeri Paman Sam.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Harapan Keluarga Korban Perang Korea

Korea Utara mulai menyerahkan bagian dari jasad prajurit Amerika Serikat sejak pekan lalu. Sebuah pesawat militer Negeri Paman Sam telah diterbangkan secara khusus untuk menjemput sekitar 55 peti jenazah.

Hanwell Kaakimaka, keponakan seorang prajurit AS bernama John Kaakimaka, berharap bahwa salah satu dari sisa jenazah yang dikirim tersebut adalah benar pamannya.

"Kami telah menonton berita, dan berharap paman saya berada di antara bagian jenazah itu," dia berharap.

Menurut Kaakimaka, pamannya merupakan seorang tentara yang berasal dari Honolulu. Saat berlangsungnya Perang Korea, ia menjabat sebagai kopral di Resimen Infantri ke-31 dari Divisi Infantri 7 Angkatan Darat AS. Dia hilang pada atau sekitar 2 Desember 1950.

Menurut penuturan cerita ayah Kaakimaka, sang paman terluka di medan perang, dan tengah berada dalam tenda perawatan ketika pasukan China --yang menjadi sekutu Korea Utara-- datang menyerang. Setelahnya, tidak terdengar lagi kabar tentangnya hingga saat ini.

Keluarga Kaakimaka memberikan contoh DNA sang prajurit ke lembaga catatan militer AS lebih dari satu dekade lalu, dan berharap otoritas terkait bisa menemukan kecocokannya.

Lembaga catatan militer, atau yang bernama resmi Defense POW/MIA Accounting Agency, memiliki wewenang untuk mengidentifikasi bagian dari jasad prajurit yang tewas dalam konflik masa lalu.

Proses identifikasi ini biasanya menggunakan tulang, gigi dan DNA untuk mengetahui kecocokan DNA dengan sisa barang yang ditemukan, seperti seragam, kalung nama, dan cincin nikah. Namun, Korea Utara hanya menyertakan sebuah tanda pengenal saja dalam salah satu dari 55 peti jenazah yang diserahkan pekan lalu.

Sebelum bagian dari jenazah itu ditempatkan di pesawat militer yang terbang menuju Hawaii, ratusan tentara AS dan Korea Selatan berkumpul di sebuah hanggar terbuka di pangkalan militer Osan untuk melakukan upacara pemulangan.

3 dari 3 halaman

5.300 Tentara Meninggal di Korea Utara

Proses pemulangan jenazah tentara tersebut merupakan terobosan dari tertundanya selama bertahun-tahun, upaya mendapatkan hak atas prajurit AS dan Sekutu yang gugur di Perang Korea.

Sejauh ini terdapat 7.699 anggota militer AS yang terdaftar dari tidak terhitungnya jumlah tentara negara itu dengan Sekutu, yang terlibat dalam perang selama periode 195-53 di Semenanjung Korea.

Setidaknya 5.300 tentara diyakini telah meninggal di Korea Utara, sedangkan sisanya meninggal di Selatan tapi belum teridentifikasi penuh, mereka yang tewas dalam kecelakaan tempur udara dan laut, serta sejumlah jasad yang diyakini telah dibawa ke China.

Kembalinya sisa jasad tersebut adalah bagian dari kesepakatan yang dicapai selama pertemuan puncak antara Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, pada 12 Juni 2018, di Singapura.

Selama berlangsungnya KTT, Kim Jong-un juga setuju untuk "berkomitmen menuju denuklirisasi penuh di Semenanjung Korea", sebagai imbalan janji pencabutan sanksi oleh pemerintahan Donald Trump.

Di sisi lain, Presiden Trump kemudian menghentikan latihan militer tahunan dengan Korea Selatan, yang telah lama disebut Korea Utara sebagai latihan invasi.

Korea Utara juga menunjukkan komitmen berupa penghentian total uji coba senjata pemusnah, menutup situs uji coba nuklirnya, dan mulai membongkar fasilitas di lokasi peluncuran roketnya.

Akan tetapi, banyak ahli mengatakan apa yang dilakukan oleh Korea Utara bukanlah langkah serius, yang bisa menunjukkan negara itu tulus tentang denuklirisasi.

Beberapa ahli mengatakan bahwa Pyongyang kemungkinan ingin menggunakan "strategi timbali balik tawanan", untuk menjaga diplomasi dengan Amerika Serikat tetap hidup dan memenangi konsesi atasnya.

Para ahli mengatakan, Korea Utara menginginkan deklarasi berakhirnya Perang Korea sebagai bagian dari jaminan keamanan AS.

Gencatan senjata yang mengakhiri Perang Korea belum digantikan dengan perjanjian perdamaian, meninggalkan semenanjung itu dalam keadaan perang teknis. Korea Utara dengan gigih menyatakan bahwa senjata nuklirnya dimaksudkan untuk menetralkan dugaan rencana AS untuk menyerangnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.