Sukses

Sah, Amerika Serikat Keluar dari Kesepakatan Nuklir Iran

Kebijakan Donald Trump untuk keluar dari kesepakatan nuklir Iran bertentangan dengan sekutunya di Eropa.

Liputan6.com, Washington, DC - Pada Selasa, 8 Mei 2018, Donald Trump menandatangani memorandum presiden yang menarik Amerika Serikat keluar dari kesepakatan nuklir Iran atau yang dikenali pula dengan sebutan Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA). Tidak hanya itu, Donald Trump juga akan memberlakukan kembali sanksi terhadap Teheran.

Presiden ke-45 Amerika Serikat tersebut mengklaim bahwa kesepatan nuklir Iran yang dianggapnya "cacat", tidak menghentikan Teheran mengembangkan bom nuklir.

Iran dituding gagal berlaku jujur tentang ambisi nuklirnya, mendukung kelompok teroris, dan bertindak dengan cara yang semakin bermusuhan di Timur Tengah.

"Jelas bagi saya bahwa kita tidak bisa mencegah bom nuklir Iran di bawah struktur perjanjian saat ini yang rusak dan membusuk," ujar Donald Trump seperti dikutip dari Telegraph, Rabu (9/5/2018).

"Pada intinya, kesepakatan Iran cacat. Jika kita tidak melakukan apa-apa, kita tahu pasti apa yang akan terjadi. Hanya dalam waktu singkat, negara pemimpin sponsor teror dunia akan berada di titik puncak untuk memperoleh senjata paling berbahaya di muka bumi."

"Oleh karena itu, saya umumkan hari ini bahwa Amerika Serikat akan menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran."

Donald Trump menambahkan, "Setiap negara yang membantu Iran dalam mewujudkan senjata nuklir dapat dikenakan sanksi keras oleh Amerika Serikat".

Inggris, Prancis, dan Jerman mengutuk kebijakan Donald Trump. Ketiganya pun berjanji akan tetap bertahan dengan kesepakatan nuklir Iran yang ditandatangani pada tahun 2015, saat pemerintahan Barack Obama.

Dalam pernyataan bersamanya, Inggris, Prancis, dan Jerman menegaskan bahwa kesepakatan nuklir Iran merupakan satu-satunya cara untuk mencegah perlombaan nuklir di Timur Tengah.

Di lain sisi, kebijakan Donald Trump untuk hengkang dari pakta nuklir Iran, didukung oleh Israel, yang beberapa waktu lalu merilis apa yang diklaimnya data intelijen menyangkut program nuklir Iran. Sejumlah negara Arab, salah satunya Arab Saudi, juga menyambut baik keputusan Donald Trump.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Memicu Kekhawatiran Baru

Keputusan Donald Trump untuk menerapkan kembali sanksi atas Iran menimbulkan kekhawatiran bahwa sejumlah perusahaan Eropa yang terlibat hubungan bisnis dengan Teheran dan beroperasi di Amerika Serikat dapat terkena sanksi.

Kesepakatan nuklir Iran sendiri, telah lama dikritik oleh Donald Trump. Mantan pebisnis itu mengklaim, ia terbuka untuk sebuah kesepakatan baru yang lebih luas dengan Iran, yang menurutnya dapat mengatasi perilaku Teheran terkait dengan program rudal dan nuklir serta keterlibatannya di Yaman dan Suriah.

Orang Nomor Satu di Negeri Paman Sam itu menegaskan, ia ingin "solusi nyata, komprehensif, dan abadi" yang dapat menggagalkan ambisi nuklir Iran. Donald Trump juga mengucap kembali janji kampanyenya, "Amerika Serikat tidak akan lagi membuat gertakan palsu. Ketika saya berjanji, saya akan menepatinya."

Pemberlakuan kembali sanksi akan diterapkan antara tiga dan enam bulan ke depan sejak Donald Trump mengumumkan kebijakannya atas kesepakatan nuklir Iran. Sanksi tersebut termasuk yang menargetkan ekspor minyak, bank sentral, dan perdagangan Iran.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.