Sukses

Raja Salman Beli Sistem Pertahanan Udara Terbaru Rusia

Raja Salman tercatat sebagai raja Saudi pertama yang menjejakkan kaki di Rusia.

Liputan6.com, Moskow - Insiden macetnya eskalator emas dan kemarahan elite Moskow menyusul diambil alihnya seluruh kamar hotel bintang lima di kota tersebut gagal meredam keriuhan yang menyertai kunjungan bersejarah Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud ke Rusia.

Orang nomor satu di negeri kaya minyak itu tercatat sebagai raja Arab Saudi pertama yang menjejakkan kaki di Negeri Beruang Merah.

Selepas mendarat, sang raja yang menyandang predikat sebagai penjaga dua kota suci tersebut melaju di jalan raya berhiaskan papan reklame yang mengabarkan kedatangannya berikut pengumuman penyelenggaraan festival budaya Saudi selama sepekan.

Kunjungan Raja Salman penting bagi Rusia, menandai kontrak energi dan pertahanan bernilai miliaran dolar.

Menjelang lawatan penguasa Saudi tersebut, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menggambarkan momen kedatangan Raja Salman sebagai "peristiwa bersejarah". Presiden Vladimir Putin pun mengamini pernyataan Lavrov.

"Ini merupakan 'peristiwa penting' yang akan 'mendorong' hubungan (kedua negara)," ujar Presiden Putin pada Kamis waktu setempat, seperti dikutip dari Independent, Jumat (6/10/2017).

Sementara itu, Raja Salman membalas pernyataan Putin dengan menyebut, "Rusia adalah negara yang bersahabat."

Menurut surat kabar Kommersant, kesepakatan senilai US$ 3 miliar telah dicapai atas suplai sistem pertahanan udara teranyar Rusia, Triumph S400, ke Arab Saudi. Laporan yang sama menyatakan bahwa kesepakatan jual beli ini akan ditandatangani dalam pertemuan WTO pada akhir Oktober.

Disinyalir, sejumlah kesepakatan lain terkait dengan pembelian pesawat dan helikopter akan menyusul.

Pertahanan adalah satu dari sedikit sektor teknologi di mana Rusia masih dapat mengklaim dirinya sebagai pemimpin. Namun, seiring China dan India -- dua pasar terbesar Rusia -- bergerak menuju swasembada militer, maka mau tidak mau Moskow harus mencari pasar baru.

Kemitraan Saudi dan Rusia menguat pasca-hubungan panas-dingin pada masa lalu.

Kali pertama Rusia mengumumkan penjualan dengan Saudi adalah pada 2012. Kesepakatan itu bernilai US$ 20 juta dan dibarengi dengan syarat bahwa Kremlin tidak boleh menjual sistem rudal C-300 ke Iran, musuh utama Saudi.

Yang kemudian terjadi, Presiden Putin mengambil langkah sebaliknya. Ia menandatangani kontrak senjata baru dengan Teheran senilai US$ 1 miliar. Momen ini dinilai menggarisbawahi ketidakpercayaan historis antara kedua negara.

Selama bertahun-tahun, Rusia menuding Saudi mendukung perlawanan anti-Rusia, entah itu di Afghanistan di Chechnya atau di Dagestan. Terbaru, Riyadh dan Moskow terlibat konflik langsung di Suriah.

Saudi bersama sekutunya AS menentang rezim Presiden Bashar al-Assad. Mereka bahkan diduga mendanai kelompok oposisi. Sementara, Rusia menempatkan Assad sebagai sekutu mereka dan menyokongnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perubahan Geopolitik dan Mencari Dukungan

Yuri Barmin, seorang pakar di Russian International Affairs Council mengatakan, Saudi menyadari sepenuhnya soal perubahan geopolitk yang terjadi saat ini.

"Mereka melihat bagaimana keseimbangan kekuatan berubah di wilayah: bagaimana AS menarik diri dan bagaimana Rusia meningkatkan pengaruhnya di Timur Tengah," terang Barmin.

Pengaruh Rusia yang meningkat di Timur Tengah-lah yang dinilai memungkinkan kunjungan Raja Salman terjadi. Meski demikian, perang Suriah justru tidak dibahas dalam pembicaraan Putin dan Raja Salman.

Di lain sisi, Barmin melihat kunjungan Raja Salman ke Moskow untuk menopang dukungan internasional terhadap putranya, Pangeran Mohammed bin Salman, yang beberapa saat lalu diangkat menjadi Putra Mahkota.

"Raja Salman ingin Rusia mendukung putranya. Pangeran Mohammed kurang 'dianggap' di negaranya, mengingat perannya dalam perang Yaman dan blokade Qatar," ujar Barmin.

Bagi Rusia, hubungan baik dengan Saudi bernilai tinggi. Lumpuh akibat sanksi Barat dan industri yang tidak kompetitif, membuat Moskow berharap 'keramahan' Saudi akan menjadi dorongan bagi ekonomi mereka yang tengah berjuang.

Pada Rabu, Presiden Putin mengisyarakatkan bahwa kemungkinan akan ada kerja sama lebih lanjut untuk mendongkrak harga minyak, sumber kehidupan ekonomi Rusia. Jajaran menteri Rusia juga berharap bahwa lawatan Raja Salman akan bermuara pada kesepakatan investasi yang besar.

Sejauh ini, catatan investasi Rusia di Saudi belum memuaskan. Dari US$ 10 miliar yang dijanjikan Saudi pada 2015, hanya US$ 1 miliar yang benar-benar terwujud.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini