Sukses

Terbayang Trauma Kecelakaan, Penyandang Disabilitas Ini Akui Latihan Yoga Mengubah Hidupnya

Setelah tidak bisa berjalan, Arpita Roy yang berusia 35 tahun dari Benggala Barat, mengaku dapat berdiri tegak dengan yoga. Ia menceritakan perjalanan hidupnya yang membuatnya percaya diri.

Liputan6.com, Jakarta Setelah tidak bisa berjalan, Arpita Roy yang berusia 35 tahun dari Benggala Barat, mengaku dapat berdiri tegak dengan yoga. Ia menceritakan perjalanan hidupnya yang membuatnya percaya diri.

Arpita Roy, yang kini pelatih yoga, mengaku masih mengingat dengan jelas saat-saat ia mengalami kecelakaan yang mengubah hidupnya selamanya.

Dilansir dari The Better India, kecelakaannya terjadi pada malam 22 April 2006. Ia duduk di belakang seorang teman di atas sepeda motor untuk bersama membeli daftar barang ke Kolkata. Kota penuh kesenangan tersebut berjarak 30 kilometer dari rumahnya di Barrackpore. Namun dalam sepersekian detik, sepeda motornya bertabrakan dengan truk raksasa dan ia jatuh ke tanah dengan truk tersebut menabrak kedua kakinya, menyebabkannya harus diamputasi. Adapun hal berikutnya yang ia dengar setelah kecelakaan tersebut adalah teriakan dan orang-orang mengerumuninya.

Meskipun ia sepenuhnya sadar, Arpita tidak dapat mengidentifikasi tempat yang tepat dari rasa sakit yang tak tertahankan sampai seseorang menunjuk ke kakinya yang berlumuran darah. Ia melawan pikiran buruknya dan mencoba untuk bergerak. Untungnya, sebuah rumah sakit berada di seberang jalan tempat kecelakaan itu terjadi.

Ia menerima obat penghilang rasa sakit tetapi diminta untuk pindah ke rumah sakit yang lebih baik di Kolkata mengingat situasi yang genting. Sesampai di sana, para dokter merekomendasikan operasi untuk menyelamatkan kakinya tetapi karena situasi keuangan keluarga, itu tertunda 12 hari.

“Kaki saya bisa diselamatkan, jika kita punya cukup uang. Saya dengan cepat menelan pil pahit dan menerima kenyataan saya. Tidak ada gunanya membuat skenario 'bagaimana jika'. Saya tinggal di rumah sakit selama empat bulan karena gangren telah menyebar ke 80 persen dari tubuh saya,” kenang Arpita terus terang, tanpa membuatnya seolah mengasihani diri sendiri, dikutip dari The Better India.

Insiden yang menghancurkan seperti ini akan mematahkan semangat siapa pun, tetapi gadis riang yang kuliah di perguruan tinggi menemukan kekuatan batin dan tujuan untuk menjadi mandiri secara finansial untuk menghindari beban pada keluarganya.

Sudah 15 tahun sejak tragedi itu dan hari ini Arpita tidak hanya bisa berdiri dan berjalan dengan kaki palsunya tetapi juga melakukan yoga seperti seorang profesional.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Cobaan yang sebenarnya

Arpita menggantungkan semua harapannya pada kaki palsu, karena ia yakin ia akan bisa berjalan lagi. Tapi jalan menuju pemulihan, lebih sulit daripada kecelakaan dan amputasi, katanya.

“Kakak saya, yang merupakan satu-satunya pencari nafkah, telah menghabiskan banyak uang untuk mendapat kaki palsu dan pengobatan saya. Di antara semua ini, orang-orang memandang saya seolah-olah saya adalah beban. Saya menginginkan pekerjaan dan untuk itu saya bersedia bekerja lebih keras,” kata Arpita.

Selama operasi, tim bedah harus melakukan pencangkokan dengan membuang daging dan kulit dari salah satu bagian anggota tubuhnya untuk menutupi bagian yang rusak. Karena prosedur ini, para dokter menyarankan untuk berdiri setiap hari selama satu jam untuk memastikan postur tubuhnya benar.

“Upaya untuk berdiri di atas kaki palsu selalu diperparah dengan phantom pain, yaitu rasa sakit yang berasal dari bagian tubuh yang sudah tidak ada lagi. Rasanya seperti seseorang memotong atau membakar kaki. Selama ini, saya menilai kembali prioritas saya dan menyadari ketika hal-hal tidak menguntungkan Anda, kita cenderung menjadi lebih tangguh,” tambahnya.

Namun dengan berkemauan keras, ia berhasil mengatasi rasa sakit dan beberapa bulan kemudian ia berjalan. Pada Juli 2007, ia mendapatkan pekerjaan di sebuah call center. Ia bekerja di sana selama 2,5 tahun sampai ia menikah.

Hari-hari awalnya di tempat kerja sangat berat. Dikelilingi oleh begitu banyak orang setelah tinggal di rumah selama hampir satu tahun adalah hal yang luar biasa. Ia bahkan mengaku sempat menangis beberapa hari tetapi berhasil menguatkan dirinya berkat dukungan kakaknya.

 

3 dari 4 halaman

Menumpaskan Ketakutan

Jika phantom pain berdampak secara fisik, trauma emosionalnya juga tak kalah menantangnya. Tatapan, simpati dan stigma menjadi bagian dari hidup Arpita. Sampai hal terakhir yang ia inginkan adalah diperlakukan berbeda. Jadi, ketika orang mengira kaki palsunya polio atau cedera, bukannya malu, Arpita justru membagikan kisahnya.

“Kami membutuhkan lebih banyak kepekaan dan kesadaran terhadap disabilitas. Banyak orang tidak tahu apa yang harus ditanyakan atau menyampaikan pesan yang tepat. Awalnya, saya ragu-ragu dan merahasiakan hidup saya. Menumpahkan ketakutan dan rasa tidak aman saya adalah hal tersulit yang harus saya lakukan,” katanya.

Selama periode ini, latihan fisik menyelamatkannya, membantunya menemukan yoga adalah untuknya. Ia memulai rutinitas kebugarannya untuk memastikan dirinya selalu memiliki berat badan yang tepat agar sesuai dengan kaki palsu. Menjadi bugar memudahkan perjalanannya. Sehingga pada 2015, ia mulai melakukan yoga, sesuatu yang membutuhkan kelenturan, lutut yang sehat, dan yang lebih penting lagi, kaki.

"Melakukannya sesulit menaklukkan gunung. Kaki palsu semakin mempersulitnya karena dengan itu seseorang membutuhkan banyak kontrol atas lutut mereka. Jadi, saya mulai dengan latihan sederhana dan secara bertahap beralih ke latihan yang rumit. Pada 2019, saya tahu setiap asana (pose yoga) dan dilatih untuk menjadi instruktur,” katanya. Sebelum pandemi COVID-19, Arpita memiliki 25 siswa termasuk beberapa yang diamputasi.

Melakukan debut di media sosial tanpa menutupi disabilitasnya ataupun menyembunyikan anggota tubuhnya yang diamputasi merupakan keputusan besar yang ia buat demi menghilangkan ketakutannya. Komentar positif di postingannya mendorong dan menginspirasinya untuk berbuat lebih baik. Untuk pengikutnya, ia mencoba headstand juga.

Dengan demikian, Arpita telah melalui banyak hal sejak kecelakaannya. Motto hidupnya yaitu bersandar pada berkahnya daripada resah karena kehilangan kakinya. “Saya bisa saja meninggal hari itu atau lebih buruk lagi tergelincir ke kondisi vegetatif. Tapi saya beruntung mendapatkan kaki palsu dan memulai kembali diri saya sendiri.”

4 dari 4 halaman

Infografis Yuk Optimalkan Aplikasi PeduliLindungi Saat Pandemi Covid-19.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.