Sukses

Perjuangan Trey Tamaki Temukan Cara Permudah Akses Web untuk Disabilitas

Saat semua orang mengatakan bahwa Tamaki tidak akan mampu masuk ke CS dengan kondisinya, namun Tamaki membuktikan keseriusannya dan berhasil mendapatkan program tersebut.

Liputan6.com, Jakarta Trey Tamaki merupakan gambaran salah seorang mahasiswa yang memperjuangkan hak penyandang disabilitas yang pantang menyerah mengejar impiannya walau dengan kondisi memiliki kanker testis stadium 2. Ia sangat mencintai bidang ilmu komputer atau computer science (CS).

Saat semua orang mengatakan bahwa Tamaki tidak akan mampu masuk ke CS dengan kondisinya, namun Tamaki membuktikan keseriusannya dan berhasil mendapatkan program tersebut.

Tiga minggu jelang tahun pertama sebagai mahasiswa di University of Washington, Trey Tamaki menerima berita yang mengubah hidupnya. Dokter mendiagnosis Tamaki dengan kanker testis stadium 2 yang mengharuskannya segera memulai program pengobatan dari kemoterapi sampai operasi selama kuliah. Sehingga mau tidak mau Tamaki sering mengambil cuti kuliah untuk pulih.

Ketika Tamaki pertama kali datang ke Universitas Washington, dia terus memikirkan apa yang ingin dia lakukan setelah lulus, ia juga tidak memiliki pengalaman. Sambil memikirkannya, Tamaki terus menjalani tiga perawatan kemoterapi selama tahun pertamanya yang terdiri dari satu minggu di rumah sakit dan dua minggu di luar rumah sakit. Sehingga Tamaki harus cuti selama kuartal pertama karena dia terlalu banyak bolos sekolah. Itu adalah "tiga bulan yang sangat buruk," katanya mempertimbangkan betapa cintanya ia dengan sekolahnya.

Saat dia kembali ke sekolah pada kuartal kedua, dia mengambil kelas ilmu komputer pertamanya dan saat itu Tamaki seperti merasa cocok dan langsung jatuh cinta pada ilmu komputer. Sehingga ia meutuskan untuk mengejar karir di ilmu komputer.

Pada akhir kuartal, dia mulai pincang karena efek samping kemoterapi. Sehingga selama tahun kedua perkuliahan, Tamaki harus mengganti kedua pinggulnya dan mau tidak mau dia kembali mengambil cuti selama dua kuartal untuk menyelesaikan operasi tersebut.

Selama ini Tamaki sering kali mengurangi beban mata kuliah atau mengambil cuti karena alasan kesehatan, yang juga memberinya sedikit kesempatan untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler atau kelompok belajar. Membayangkannya yang harus menjalani kemo otak sambil berjuang dengan tugas sehari-hari, di luar itu ia masih terus mengambil kelas ilmu komputer. Namun diantara para juniornya, ia masih tertinggal di beberapa kelas, seperti matematika.

Pada saat itulah dosen pembimbingnya menyuruhnya memilih bidang lain, karena IPK-nya tidak cukup tinggi untuk masuk ke CS dan memberinya daftar jurusan lain yang dapat ia pilih. Selain itu, Tamaki juga mendengar persaingan untuk masuk ke jurusan ilmu komputer juga lebih ketat dan sangat kompetitif. Terlebih kondisi Tamaki yang mengharuskannya cuti beberapa kali untuk perawatan, sehingga setiap orang menyarankannya untuk memilih bidang lain karena dianggap tidak akan sanggup.

Saran pembimbingnya adalah kesempatan Tamaki sangat kecil untuk diterima dalam program CS berdasarkan IPK-nya. Itu yang membuat Tamaki sedih, karena cara pembimbing mempresentasikannya terkesan memintanya pindah bukan sebagai tujuan yang harus dilakukan, melainkan sebagai tujuan yang hilang.

"Siapapun bisa membuatnya terdengar positif atau negatif. Namun itu kurang empati," ujar Tamaki, seperti dikutip dari businessinsider.

 

Simak Juga Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pantang menyerah

Tapi bukannya menyerah, Tamaki memutuskan untuk melipatgandakan upayanya. Mengingat apa yang membuatnya jatuh cinta pada ilmu komputer sejak awal, yaitu ide untuk menciptakan sesuatu yang baru, berfokus pada aksesibilitas dan interaksi manusia-komputer, bagaimana orang menggunakan teknologi. 

"Ada bagian masyarakat yang tidak mempertimbangkan aksesibilitas untuk penyandang disabilitas dalam pembuatan kode (program teknologi). Orang normal yang membuat kode tidak memikirkan tentang bagaimana seorang tunanetra atau disabilitas fisik berinteraksi dengan situs web. Itulah satu hal yang saya temukan," ujar Tamaki.

Untungnya, Tamaki menghubungi dosen pembimbing lain yang menyuruhnya menulis tentang pengalamannya dalam pernyataan pribadi dan menjelaskan kepada sekolah mengapa dia layak mendapat tempat di program ilmu komputer meskipun nilai-nilainya tidak mencukupi. Akhirnya, Tamaki benar-benar mendapatkan tempat di program tersebut dan lulus dengan sukses.

Selama tahun junior dan seniornya, Tamaki magang di Starbucks di Seattle, tempat ia dapat mengerjakan proyek terkait aksesibilitas di dunia nyata. Misalnya, dia bekerja dengan manajer produk yang berfokus pada aksesibilitas untuk menguji apakah penyandang disabilitas dapat mengakses sepenuhnya situs web Starbucks, dan membuat perubahan yang sesuai.

Setelah Tamaki lulus, perusahaan menawarinya pekerjaan. Fokus Starbuck pada aksesibilitas agar bekerja tentu penawaran yang menarik, kata Tamaki. Misalnya, pada bulan Juni, Starbucks membuka toko berkonsep disabilitas pertamanya di Jepang. Setiap staf-nya menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan pelanggan.

Tahun ini, dia lulus dari Universitas Washington dengan gelar ilmu komputer dan sekarang dengan bangga bekerja sebagai manajer produk teknis asosiasi untuk Application Programming Interface (API) dan tim commerce platform di Starbucks.

Tahun ini, Tamaki juga mencapai tahun keempat remisi kankernya. Masih ada beberapa masalah yang ia tangani: Kemoterapi memengaruhi paru-paru dan kesehatan mentalnya, dan dia juga mengalami gangguan kekebalan (imunokompromis). Sehhingga ia berusaha berhati-hati selama pandemi COVID-19.

"Sesuatu yang banyak saya pelajari adalah, remisi tidak bisa disembuhkan sama sekali. Ada begitu banyak hal yang harus kupikirkan," katanya.

Sekarang setelah dia memulai kehidupan pascasarjana, Tamaki juga berharap untuk mendapatkan gelar master dalam interaksi komputer-manusia di masa depan, dengan tetap mempertahankan fokus pada aksesibilitas.

"Jika itu dapat membantu beberapa jenis orang menavigasi hidup mereka agar lebih mudah, saya akan sangat bahagia mendengarnya," kata Tamaki.

"Ini bisa jadi hanya masalah kecil dalam hal aksesibilitas. Ini sangat mengubah hidup. Jika membuat kopi lebih mudah untuk satu orang dalam hal membuat mereka merasa normal, itu situasi yang sangat memuaskan bagi saya."

3 dari 3 halaman

Infografis Akar Bajakah dari Kalimantan Bisa Sembuhkan Kanker

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.