Sukses

5 Miliar Orang di Dunia Diprediksi Hadapi Kekeringan Sebulan Penuh pada 2050

Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) terbaru memprediksi sekitar 5 miliar orang atau dua per tiga populasi dunia akan menghadapi kekurangan air selama setidaknya sebulan penuh pada 2050.

Liputan6.com, Jakarta - Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) terbaru memprediksi sekitar 5 miliar orang atau dua per tiga populasi dunia akan menghadapi kekurangan air selama setidaknya sebulan penuh pada 2050. 

Hasil analisis Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) yang dirilis pada Selasa, 29 November 2022 mencakup proyeksi aliran sungai, banjir, dan kekeringan di dunia

Perubahan iklim mengurangi tingkat aliran sungai dan mencairkan gletser karena suhu global 1,1C lebih tinggi daripada di masa pra-industri.

Daerah-daerah besar di seluruh dunia juga kondisinya lebih kering dari biasanya ketika pola hujan dipengaruhi oleh perubahan iklim.

Laporan yang berjudul The State of Global Water Resources for 2021, adalah tinjauan komprehensif pertama tentang sumber daya air oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), mengutip Scientific American, Kamis (1/12/2022).

Laporan tersebut akan diterbitkan setiap tahun mulai tahun ini karena adanya permintaan data yang lebih akurat di tengah meningkatnya permintaan dan terbatasnya pasokan.

Laporan tersebut juga menyoroti bahwa pengukuran yang tidak konsisten dan kurangnya data yang dikumpulkan di lapangan menyulitkan untuk memahami beberapa efek perubahan iklim terhadap sistem air.

Pada Cop27, konferensi perubahan iklim PBB baru-baru ini yang diadakan di Mesir, pemerintah didesak untuk lebih mengintegrasikan air ke dalam upaya adaptasi.

"Dampak perubahan iklim dapat dirasakan melalui air. Kekeringan yang intens dan sering terjadi, banjir yang ekstrem, curah hujan yang tidak menentu, dan percepatan pencairan gletser akan terjadi. Semua terjadi bersamaan dengan efek cascading pada ekonomi, ekosistem, dan semua aspek kehidupan sehari-hari," kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas dalam rilisnya.

"Namun, tidak ada tidak ada data yang cukup untuk mengukur perubahan mengenai distribusi, kuantitas, dan kualitas sumber daya air tawar," tambah Taalas.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Prediksi Wilayah

Laporan setebal 36 halaman itu bertujuan untuk mengurangi kesenjangan pengetahuan dan memberikan gambaran ringkas terkait ketersediaan air di berbagai belahan dunia. 

“Seperti halnya fenomena perubahan iklim lainnya, akan ada yang benar dan tidak. Meskipun, secara keseluruhan, kecenderungan negatif lebih kuat daripada yang positif,” tulis para penulis dalam laporan tersebut. 

Di Amerika Serikat, misalnya, kekeringan yang berkelanjutan diprediksi akan berdampak lebih besar pada ketahanan air di Barat. Tetapi wilayah Great Lakes justru diperkirakan akan memiliki ketahanan air yang relatif tinggi karena wilayah ini berdekatan dengan lima danau air tawar terbesar di dunia.

Wilayah lain yang diperkirakan memiliki kapasitas penyimpanan air di atas rata-rata pada 2050 adalah daerah aliran sungai Niger di Afrika Barat, daerah Celah Afrika Timur, dan daerah aliran sungai Amazon bagian utara, ungkap para ilmuwan.

3 dari 4 halaman

Kekeringan dan Ketahanan Air

Para peneliti mengatakan salju yang mencair dengan cepat dan es yang mencair di daerah-daerah dengan elevasi tinggi memiliki "dampak yang signifikan" pada ketahanan air global. Penggunaan air tanah untuk irigasi yang dapat diperparah oleh kekeringan dan menyusutnya waduk juga merupakan salah satu alasan terancamnya ketahanan air.

Temuan lainnya berdasarkan dengan rata-rata hidrologi selama 30 tahun mengungkapkan pada 2021 wilayah dengan aliran sungai di bawah rata-rata jumlahnya dua kali lipat lebih banyak dari jumlah sungai dengan aliran air di atas rata-rata.

Para ilmuwan mengaitkan kondisi tersebut dengan perubahan iklim dan peristiwa La Nina, pola osilasi atmosfer yang ditandai dengan variasi suhu air yang tinggi di Samudra Pasifik.

Antara 2001 dan 2018, PBB melaporkan bahwa 74 persen dari semua bencana alam terkait dengan air. Para pejabat mengatakan bahwa ini adalah pertama kalinya air dirujuk dalam dokumen COP yang mengakui pentingnya air.

4 dari 4 halaman

Perubahan Kriosfer dan Aspek Kehidupan

Kriosfer terdiri dari semua air yang membeku di gletser, lapisan salju, lapisan es, dan permafrost. Seperti aliran sungai dan lelehan salju, kurangnya sumber daya air kriosfer memengaruhi ketahanan pangan, kesehatan manusia, dan integritas ekosistem. 

Mereka juga meningkatkan kemungkinan banjir sungai dan banjir bandang akibat luapan danau gletser.

Menurut laporan berjudul State of the Cryosphere (Keadaan Kriosfer), yang dirilis oleh para ilmuwan pada awal konferensi COP27 PBB terbaru, krisis iklim telah menyebabkan es Arktik yang berkontribusi pada kenaikan permukaan laut.

Laporan tersebut menambahkan bahkan jika negara-negara mengurangi emisi mereka, gletser dunia akan terus mencair hingga jutaan tahun yang akan datang dan dapat menaikkan permukaan air laut hingga tiga meter. 

Lautan es lebih banyak menyerap daripada memantulkan panas, dan karenanya akan berkontribusi lebih besar terhadap pemanasan global dan peningkatan suhu. 

2021 lalu, Greenland mencapai suhu 40C (72F) di atas normal dan curah hujannya tinggi. 

"Ini adalah diagnosis terminal dan sekarang kita harus hidup dengan konsekuensinya," kata Robbie Mallett, seorang ahli es laut di University College London Earth Sciences.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.