Sukses

Ini Dia Kondisi Sebenarnya Merpati Nusantara

Mampukah Merpati Nusantara hidup? Benarkah Merpati masih sebagai maskapai yang cukup laku? Ini dia kondisi sebenarnya dari Merpati.

Mampukah PT Merpati Nusantara Airline (MNA) hidup? Benarkah Merpati masih sebagai maskapai yang cukup laku? Ini dia kondisi sebenarnya dari Merpati.

Dibelit Utang

Kabar kepailitan PT Merpati Nusantara Airline (MNA) bukan hal baru lagi. Isu ini sudah santer terdengar sejak maskapai penerbangan pelat merah ini menderita kerugian dan terlilit utang dari miliaran hingga kini mencapai Rp 6 triliun.

Berdasarkan laporan keuangan 2012, Merpati membukukan rapor merah dengan nilai kerugian hingga Rp 1 triliun. Sementara total kewajiban alias utang mencapai Rp 6 triliun.

Direktur Utama MNA, Rudy Setyopurnomo mengklaim pihaknya rajin mencicil utang setiap tahun supaya jumlahnya tak semakin membengkak. Meski berupaya melunasi, namun beban non operasional (pajak dan utang) sudah terlanjur besar sehingga tak mungkin terselesaikan oleh direksi manapun.

"Utangnya sudah Rp 6 triliun, artinya kami menanggung beban sekitar Rp 1 miliar per hari. Kalau tidak dibayar, ya nambah terus," tutur dia saat ditemui di Jakarta, seperti ditulis Minggu (14/7/2013).

Rudy merinci, total kewajiban tersebut terdiri dari beberapa kreditur, antara lain kepada pemerintah sebesar Rp 3 triliun dan sisanya Rp 3 triliun terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti PT Pertamina (Persero), PT Bank Mandiri Tbk, PT Garuda Indonesia Tbk, dan PT Angkasa Pura I dan II (Persero).

"Paling besar utang ke PT PPA (Perusahaan Pengelola Aset) dan pajak. Contohnya, utang untuk simulator pesawat CN-235 tadinya cuma Rp 17 miliar, dan sekarang jadi Rp 500 miliar karena tidak pernah dipakai dan utang beranak terus," tegasnya.

Terberat, lanjut dia, utang dari pesawat MA-60 yang menembus Rp 2,3 triliun. Pasalnya pesawat buatan China itu boros bahan bakar sehingga biaya operasional menjadi sangat mahal.
 
Utang tersebut, lebih jauh Rudy menjelaskan, terasa berat karena menggerus pendapatan perseroan. Padahal saat ini hasil dari operasional Merpati bisa meraih lebih dari Rp 1 miliar.

Penumpang Masih Banyak

Sementara low factor atau tingkat keterisian pesawat sudah berada di level 85% per tahun

"Selama ini belum pernah kami mencapai low factor sebesar itu. Karena low factor ini adalah indikator hidup matinya maskapai penerbangan, kalau di bawah 80% pasti mati. Di luar negeri pun seperti itu," tambah dia.

Berharap Niat Baik Pemerintah dan DPR  

Untuk itu, perseroan meminta kepada pemerintah dan DPR supaya dapat menyetujui penyelesaian utang tersebut dengan cara konversi utang menjadi kepemilikan saham (debt to equity swap).

"Restrukturisasi utang masih dalam proses.Kalau memang bisa diputuskan besok, kenapa harus ditunda. Sebab investor sebenarnya tertarik dengan operasi kami, tapi begitu lihat laporan keuangan merah jadi mundur. Makanya kami minta di back up," harap Rudy.

Namun bila restrukturisasi belum juga ditetapkan pemerintah dan DPR, kata Rudy kemungkinan terbaik adalah investor masuk dengan memberi suntikan modal ke Merpati tanpa menjadi pemegang saham.

"Saya akan ajak investor kerjasama operasi (KSO) lebih dulu sehingga investor tidak perlu menanggung utang Merpati. Nanti prinsipnya bagi hasil. Kalau utang sudah bersih, barulah membentuk join venture," pungkas dia. (Fik/Igw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.