Sukses

[VIDEO] Hitung-hitung THR Biar Nggak Buntung dengan Aidil Akbar

Menjelang hari raya, saat yang paling ditunggu karyawan adalah THR. Bagaimana menggunakan dana THR biar tak selalu nombok saat lebaran.

Menjelang hari raya, saat yang paling ditunggu karyawan adalah Tunjangan Hari Raya alias THR. Bagaimana menggunakan dana THR dengan bijak biar tak selalu nombok saat lebaran.

Perencana Keuangan (Financial Planner) Aidil Akbar mengatakan agar THR bisa digunakan tepat dan tak bikin nombok, maka orang harus cermat menghitung pos-pos pengeluaran yang akan dibiayai dengan THR.

Berikut wawancara Liputan6.com dengan Aidil Akbar seperti dipublikasikan Jumat (26/7/2013):


Apa esensi THR itu? Kenapa sudah dapat THR, orang masih sering nombok saat lebaran?


THR hanya ada di Indonesia di luar negeri nggak ada, tidak ada tunjangan Chrismast. Jadi sebenarnya kita sebagai warga negara Indonesia seharusnya bersukur karena ada suatu tradisi disebut dengan THR.

THR ini esensinya adalah pada saat puasa Ramadan biaya kehidupan kan meningkat 10 sampai 15 persen, bahkan naik 30-40 persen. Untuk menutupi kekurangan ini kita bisa pakai dari THR, itu satu manfaatnya.

Kedua untuk tunjangaN hari raya esensinya adalah pada saat hari raya dan pulang kampung kita butuh biaya yang besar jadi diambil dari THR.

THR ini hanya ada di Indonesia dan di negara Asia yang penduduknya sebagian besar muslim dan Amerika di Thanksgiving malah Natal nggak ada, di Thanksgiving mereka juga mudik. Di negara lain setahu saya tidak ada. Tapi, di Indonesia lah berlakunya mudik tadi karena banyak pendatang bekerja di kota besar, saat lebaran ingin merayakan bersama keluarga. Mudik membutuhkan biaya besar, biaya besar itulah di-cover THR itu tadi.


Bagaimana cara mengelola THR yang tepat?


Yang pasti kita perhitungkan posnya, kalau mudik, mudik sesuatu yang dilakukan rutin setiap tahun, jadi akan lebih baik kita rencanakan setahun sebelumnya, jadi dicicili dari cash flow bulanan kita. Misalnya untuk mudik menghabiskan biaya Rp 10 juta atau Rp 12 juta, jadi kita sisihkan Rp 700-800 ribu setiap bulan untuk mudik berikutnya atau setengah dari THR setengah dicicil setiap bulan, supaya apa, setengah THR lagi bisa dipakai menutup kebocoran biaya konsumsi kita lebih tinggi dibandingkan biaya bulan sebelumnya.


Supaya tidak kehabisan uang setelah lebaran, harusnya bagaimana?


Balik lagi tergantung bagai mana kita menahan. mudIk ada strateginya seperti beli tiket dari jauh hari. Biaya keluar saat puasa lebaran terjadi karena tradisi, sepeti di Arab cukup dengan air zamzam sama kurma. Nah ini kan tradisi, tradisi lain cukup boros misalkan lebaran menggunakan barang baru, baju baru. Tradisi ini dibentuk dari keluarga, kebetulan keluarga saya tidak pernah menjalankan tradisi ini, jadi tidak ada keharusan keluarga kami lebaran menggunakan baju koko baru, sarung baru,  itu tidak ada tradisi seperti itu, sehingga its oke untuk kita menggunakan baju tahun lalu.

Itulah saat belanja menggunakan strategi seperti ini beli baju kokonya yang klasik, yang bisa dipakai tahun berikutnya. Kalaupun menggunakan baju supaya kelihatan beda paling ditambahkan aksen misalnya sorbannya, tapi tetap berbaju koko lama. Karena apa kalau setiap tahun keluar dana kalu cuma sendiri singel nggak apa-apa, kalau keluarga itu biayanya bisa jutaan untuk belanja baju, apalagi zaman sekarang seragaman, bapak ibu anak seragam semua, itu bisa Rp 3-5 juta, baju koko mahloh sekarang bisa Rp 400 ribuan apalagi ibunya bisa jutaan, itu suatu tradisi yang diajarkan turun menurun kita jadi boros.

Padahal esensinya merayakan kemenangan tidak harus pakai baju baru. Pada saat mudik, misinya juga membawa oleh-oleh lebaran dan juga angpau untuk anak kecil,  itu kan sebenarnya salah satu motivasi puasa atau rajin belajar, kalau anak kecil oke, kalau keluarga kita sesuaikan budgetnya. Kalau secara keuangan lapang boleh kita kasih mereka tapi kalau secara keuangan kita agak terbatas saya sarankan perwakilan dari keluarga, jadi bukan satu- persatu, itu habis pasti THR.

Tradisi itu mahal, yang penting esensi dapat, silaturahmi jalan, saling bermaafan, tradisi angpau anak kecil oke, karena itu suatu kesenangan mereka, tapi harus didik untuk ditabung dan di investasikan, jadi kita juga menjaga supaya kantong nggak bocor. (Pew/Igw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini