Liputan6.com, Jakarta Truk dengan muatan berlebihan atau Over Dimension and Over Load atau truk ODOL masih menjadi masalah yang tak kunjung selesai. Modifikasi kendaraan angkutan barang jadi solusi sementara untuk menekan ongkos logistik dari perusahaan. Lantas, bagaimana kondisinya?
Head of Center of Industry, Trade and Investment INDEF, Andry Satrio Nugroho mencoba membedah akar masalah munculnya truk ODOL dan sistem logistik nasional.
Baca Juga
Menurutnya, masalah pertama munculnya truk ODOL merupakan inefisinesi sistem logistik nasional. Muatan kendaraan berlebih tak bisa dipandang sebagai pelanggaran sopir atau perusahaan logistik semata.
Advertisement
"Tapi itu juga merupakan cerminan bagi yang saat ini terjadi yaitu tekanan biaya distribusi yang menurut saya cukup tinggi akibat belum optimalnya moda transportasi lain, kita bicara kereta atau kapal barang," ungkap Andry saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (8/5/2025).
Dia mengatakan, sistem distribusi logistik di Indonesia masih didominasi oleh jalur darat. Pada saat yang sama, belum ada insentif terkait multimoda, sehingga pengusaha cenderung tidak memilih menggunakan moda angkutan lain.
"Menurut saya yang terjadi itu juga terkait dengan margin dari keuntungan yang juga tipis. Jadi karena ada permasalahan di biaya distribusi yang tinggi dan juga permasalahan struktural di industri, maka dalam hal ini ditekan sebesar-besarnya agar pola distribusinya bisa se-efisien mungkin," tuturnya.
Â
Penyebab Munculnya Truk ODOL
Sedikit faktor-faktor tadi bermuara pada tujuan jangka pendek; menekan ongkos logistik dalam satu kali angkut. Alhasil, truk dengan ketentuan kapasitas tertentu dimodifikasi atau ditambah muatannya.
"Nah itulah mengapa muncul ODOL gitu. Karena dianggap bahwa semuanya dibawa secara langsung dalam satu periode itu bisa meningkatkan efisiensi," terangnya.
"Kalau kita melihat memang pendekatannya harus didukung oleh kesiapan yang sistemik dan juga merata. Artinya apa? Artinya menurut saya kita harus melihat juga mengenai permasalahan ketimpangan infrastruktur, keterbatasan armada yang legal dalam hal ini dan juga struktur biaya logistik yang menurut saya masih timpang antarwilayah," tambah Andry menjelaskan.
Â
Advertisement