Sukses

Pertumbuhan Ekonomi Global 2024 Diprediksi Stagnan, Bagaimana dengan Indonesia?

Standard Chartered memperkirakan pertumbuhan PDB global tahun ini sebesar 3,1%, atau tidak berubah dari tahun 2023. Standard Chartered juga memperkirakan pertumbuhan sebesar 3,2% pada tahun 2025, yang merupakan peningkatan dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,1%.

Liputan6.com, Jakarta Standard Chartered memperkirakan pertumbuhan PDB global tahun ini sebesar 3,1%, atau tidak berubah dari tahun 2023. Standard Chartered juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,2% pada tahun 2025, yang merupakan peningkatan dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,1%.

Menurut laporan Global Focus Economic Outlook Q2-2024 yang dikeluarkan Standard Chartered belum lama ini, yang mencakup dan melihat prospek 58 negara di dunia, serta isu-isu geopolitik, dan implikasi pasar keuangan pada tahun ini dan seterusnya, Asia akan tetap menjadi mesin penggerak utama pertumbuhan ekonomi global.

Sementara itu, Afrika dan Kawasan Timur Tengah, Afrika Utara, Afghanistan dan Pakistan (MENAP) diperkirakan akan tumbuh lebih cepat pada tahun 2024 dibandingkan pada tahun 2023.

Namun demikian, pemilihan umum di sejumlah negara pada tahun ini mungkin akan mempengaruhi aktivitas investasi untuk sementara waktu, dan keputusan mengenai waktu dan kecepatan penurunan suku bunga akan tetap menjadi tantangan mengingat masih adanya kekhawatiran terhadap inflasi.

Bank-bank sentral besar kemungkinan akan memulai siklus penurunan suku bunganya dalam beberapa bulan mendatang, sehingga memberi ruang pelonggaran kebijakan oleh bank sentral di Asia pada kuartal ketiga.

Meskipun inflasi telah melambat selama setahun terakhir, tekanan harga dalam negeri masih menjadi kekhawatiran mengingat kuatnya pasar tenaga kerja serta ketidakselarasan akselerasi penyesuaian upah atau gaji pekerja dengan perubahan kondisi ekonomi di banyak negara.

Sementara itu, China terus mengalami disinflasi ekspor, namun harga barang secara global masih tetap rentan terhadap gangguan rantai pasokan secara berkala. Meningkatnya proteksi perdagangan dapat menambah biaya.

Dampak disinflasi akibat turunnya harga pangan dan energi mungkin akan berkurang sebelum perkiraan inflasi yang lebih rendah dapat dipertahankan. Secara khusus, meningkatnya permintaan minyak global dan rendahnya pasokan non-OPEC dapat mendorong harga yang lebih tinggi bahkan jika pengurangan produksi OPEC tidak berlanjut hingga semester kedua.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Inflasi

Meskipun target inflasi belum tercapai di beberapa negara, bank-bank sentral juga khawatir bahwa mempertahankan suku bunga terlalu tinggi dalam jangka waktu lama akan berisiko merusak aktivitas perekonomian.

Kenaikan suku bunga riil telah melemahkan ketersediaan kredit dan meningkatkan tingkat tunggakan utang, serta dampak pengetatan moneter sebelumnya kemungkinan masih akan terus berlanjut.

Standard Chartered memperkirakan pertumbuhan beberapa negara besar berada di bawah tren pada tahun 2024. Peningkatan perkiraan pertumbuhan Amerika Serikat di tahun 2024 mencerminkan banyaknya lapangan kerja yang tercipta saat ini dan momentum pertumbuhan yang berkelanjutan dari paruh kedua tahun 2023. Perekonomian di kawasan Eropa kemungkinan stagnan pada kuartal pertama dan pertumbuhan kredit masih negatif.

Standard Chartered memperkirakan pertumbuhan PDB di bawah 1% akan terjadi satu tahun ke depan, meskipun dengan momentum yang membaik karena pertumbuhan upah riil yang lebih tinggi.

 

 

“Aktivitas global kemungkinan akan mendapatkan kembali momentumnya secara bertahap seiring dengan berkurangnya pembatasan kebijakan moneter; sementara kebijakan penurunan suku bunga akan mendukung pertumbuhan global yang lebih kuat pada tahun 2025," kata Head of Research, Europe and Americas Standard Chartered Bank, Sarah Hewin."Di antara bank-bank sentral besar, kami memperkirakan Bank Sentral Eropa dan Bank of Canada akan mulai menurunkan suku bunga pada bulan Juni, The Fed pada bulan Juli, dan Bank of England pada bulan Agustus. Hal ini harus menjadi perhatian, khususnya di Amerika Serikat; setiap data terkait inflasi dalam beberapa bulan mendatang akan menjadi kuncinya," lanjut dia.

3 dari 3 halaman

Ekonomi Indonesia

Sementara itu, “Standard Chartered menurunkan perkiraan pertumbuhan PDB Indonesia di tahun 2024 menjadi 5,1% dari sebelumnya 5,2%. Hal ini mencerminkan pemasukan dari pemilu yang lebih kecil dari perkiraan.

"Kami masih memperkirakan pertumbuhan di semester pertama yang kuat, namun hasil pemilu bulan Februari cukup meyakinkan sehingga tidak diperlukan adanya Pemilu putaran kedua. Hal ini akan menurunkan dorongan konsumsi. Meskipun kemenangan telak Presiden terpilih Prabowo menghilangkan ketidakpastian politik, peningkatan investasi yang kuat diperkirakan tidak akan terjadi dalam waktu dekat," ungkap Senior Economist Standard Chartered Bank Indonesia Aldian Taloputra,

Menurut dia, transisi pemerintahan, termasuk pembentukan kabinet, mungkin belum selesai hingga akhir tahun 2024; sementara pemilihan pemerintah daerah akan diadakan pada bulan November. Inflasi pangan yang tinggi juga dapat mengurangi belanja konsumen, terutama di kalangan rumah tangga berpendapatan rendah.

"Meskipun demikian, kami yakin perekonomian Indonesia masih berada dalam siklus ekspansi, sebagaimana tercermin dalam pertumbuhan pinjaman yang kuat (11,3% secara year on year di bulan Februari dibandingkan 10,4% di bulan Desember) dan membaiknya pinjaman luar negeri swasta non-bank. Belanja pemerintah juga meningkat pesat sebesar 30,1% secara year on year pada bulan Februari, didorong oleh belanja pemilu," tutup dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.