Sukses

Ramai Korupsi Tambang Timah, Pengamat: Penambangan Ilegal Batu Bara juga Banyak!

Tercatat ada 19 provinsi yang memiliki Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dengan jumlah blok dan luas yang beragam, yaitu Banten (1 WPR) dengan luas 9,71 hektar; Bangka Belitung (123 WPR) 8.568,35 hektar; Yogyakarta (138 WPR) 5.600,05 hektar; Gorontalo (63 WPR) 5.502,42 hektar.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan tindak pidana korupsi pada tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 yang sedang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) RI saat ini menjadi bukti adanya praktik-praktik penambangan tidak berizin atau illegal mining yang marak terjadi di Indonesia.

Pendiri Deolipa Yumara Institut, Kajian Hukum & Psikologi, Deolipa Yumara mengungkapkan, pertambangan ilegal atau penambangan tanpa izin yang resmi sangat banyak ditemukan Indonesia. Utamanya di Kalimantan.

“Kondisi memprihatinkan ini belum menjadi perhatian serius pemerintah maupun pemangku kebijakan. Padahal, dampak akibat tambang ilegal menimbulkan kerugian yang besar ditinjau dari berbagai aspek, yang utamanya adalah kerusakan lingkungan ," kata Deolipa dalam keterangannya pada Senin (1/4/2024).

Deolipa pun menyoroti klaim Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang telah menetapkan sebanyak 1.215 tambang menjadi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

Surat Keputusan tentang WPR yang diberi izin per provinsi telah diteken oleh Menteri ESDM pada 21 April 2022 lalu. Disebutkan, WPR secara nasional yang telah ditetapkan sebanyak 1.215 WPR dengan total luas wilayah seluas 66.593,18 hektar.

Tercatat ada 19 provinsi yang memiliki Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dengan jumlah blok dan luas yang beragam, yaitu Banten (1 WPR) dengan luas 9,71 hektar; Bangka Belitung (123 WPR) 8.568,35 hektar; Yogyakarta (138 WPR) 5.600,05 hektar; Gorontalo (63 WPR) 5.502,42 hektar.

Kemudian Jambi (117 WPR) 7.030,46 hektar; Jawa Barat (73 WPR) 1.867,22 hektar; Jawa Timur (322 WPR) 6.937,78 hektar; Kalimantan Barat (199 WPR) 11.848 hektar; Kepulauan Riau (4 WPR) 127,04 hektar; Maluku (2 WPR) 95,21 hektar; Maluku Utara (22 WPR) 315,9 hektar;

Lalu Nusa Tenggara Barat (60 WPR) 1.469,84 hektar; Papua (25 WPR) 2.459,16 hektar; Papua Barat (1 WPR) 3.746,21; Riau (34 WPR) 9.216,96 hektar; Sulawesi Tengah (18 WPR) 1.407,58 hektar. Berikutnya, Sulawesi Utara (1 WPR) 30,86 hektar; Sulawesi barat (3 WPR) 24,91 hektar; dan Sulawesi Utara (9 WPR) 335,5 hektar.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tambang Liar

Ia menyebut, ribuan hektar tambang yang telah ditetapkan Kementerian ESDM sebagai WPR sebagian besarnya hanya tambang pasir dan emas.

Di sisi lain, belum ada pemberian izin terhadap wilayah pertambangan rakyat khususnya terhadap tambang rakyat yang menambang batubara atau nikel.

“Jadi pemerintah khususnya kementerian ESDM tampaknya telah lalai, tidak memperhatikan atau terkesan menganaktirikan tambang rakyat di segmen penambangan batubara, dengan tidak adanya penerbitan izin WPR untuk khusus tambang batubara,” kata Deolipa.

Menurutnya, hal itu menimbulkan banyaknya tambang liar batubara sebagaimana yang terjadi di Kalimantan. Pertambangan ilegal ini dilakukan oleh beberapa kalangan rakyat “petani” yang diduga dibantu secara diam-diam oleh para pemodal besar.

"Di wilayah Kalimantan Timur sampai saat ini marak terjadi penambangan batubara tanpa izin, terutama tambang liar yang koridoran yang dilakukan oleh beberapa kelompok rakyat lokal,” kata Deolipa.

“Hal ini terjadi utamanya karena negara khususnya kementerian ESDM lalai mewadahi atau tidak memperhatikan hak hidup tambang rakyat di segmen batubara,” imbuhnya.

3 dari 3 halaman

Suami Aktris Sandra Dewi

Secara khusus di sektor pertambangan timah, baru-baru ini Kejagung mengusut dugaan tindak pidana illegal mining yang melibatkan nama-nama pesohor.

Adapun terkait suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, menjadi salah satu nama terbaru yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Selain itu, ada pula nama Helena Lim yang dikenal publiks sebagai "crazy rich" Pantai Indah Kapuk (PIK).

Korupsi ini juga menjadi perbincangan karena nilai kerugiannya yang fantastis, mencapai Rp 271.069.688.018.700 atau Rp 271 triliun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini