Sukses

Petani dan Industri Rokok Makin Sulit Meski Ikut Konstribusi ke Penerimaan Negara

Pemerintah telah mendapat berkah dari industri tembakau berupa penerimaan dari cukai hasil tembakau (CHT) yang naik tiap tahun. Tahun lalu, setoran CHT ke brangkas Kemenkeu mencapai Rp218 triliun. Tahun ini digenjot lagi menjadi Rp232,5 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah telah mendapat berkah dari industri tembakau berupa penerimaan dari cukai hasil tembakau (CHT) yang naik tiap tahun. Tahun lalu, setoran CHT ke brangkas Kemenkeu mencapai Rp218 triliun. Tahun ini digenjot lagi menjadi Rp232,5 triliun.

"Tahun lalu (negara) dapat Rp 200 triliunan, tapi apa sumbangsihnya kepada petani tembakau? Enggak ada tuh, malah petani tembakau dan industrinya terus dipersulit dengan menaikkan tarif cukai," ungkap Anggota Baleg DPR RI, Firman Soebagyo dikutip Selasa (12/12/2023).

Dia menegaskan, apa yang dialami petani tembakau serta pekerja industri tembakau yang jumlahnya sekitar 6 juta jiwa, sangat tidak manusiawi. Padahal, kontribusi mereka kepada keuangan negara, tidak bisa diremehkan.

“Tembakau memiliki nilai ekonomi dan penerimaan negara dari cukai dan penyerapan tenaga kerja serta mensejahterakan petani tembakau. Kini malah mau dimusnahkan," kata Firman.

Pandangan senada disampaikan anggota Komisi IX Nur Nadlifah. Politikus perempuan asal Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah ini, menyebutkan, ada banyak larangan bagi produk tembakau, salah satunya dengan adanya RPP Kesehatan. Hal ini memberikan kesan bahwa produk tembakau seolah merupakan produk terlarang.

Produk Tembakau

Padahal, produk tembakau jelas merupakan produk legal, yang keberadaannya justru mendorong perekonomian negara.

"Harusnya lebih melibatkan petani, pekerja, dan seluruh elemen masyarakat yang terlibat di industri tembakau, guna menentukan arah yang tepat tanpa harus ada pihak yang dirugikan," jelas Nur Nadlifah.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tarif Naik di 2024, DJBC Sebut Produsen Tak Akan Borong Pita Cukai Rokok

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal menerapkan kenaikan tarif cukai rokok pada 2024, tahun depan. Hal ini dikhawatirkan akan meningkatkan pemborongan cukai rokok menjelang tutup tahun.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto menerangkan, pemborongan (forestalling) pita cukai rokok tidak akan terjadi di penghujung tahun ini. Mengingat, aturan kenaikam cukai rokok sudah ditetapkan sejak tahun lalu.

"Forestalling segala macam itu kan sebetulnya dipicu oleh kebijakan yang ditunggu-tunggu gak keluar-keluar kan," kata dia di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (12/12/2023).

"Kalau ini kan sudah ditetapkan di PMK 192/2022 kan, jadi mereka sudah memperhitungkan itu, jadi gak perlu forestalling kalau itu," sambung Nirwala.

Diketahui, ketentuan kenaikan tarif cukai rokok tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomo 192 Tahun 2022 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Rokok Elektrik dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya.

Dalam beleid itu, cukai rokok naik sebesar 10 persen di 2024. Hal yang sama yang sudah terjadi di 2023.

Nirwala menegaskan, kalau batas waktu pelekatan pita cukai rokok dilakukan paling lambar 1 Februari 2024. Dengan begitu, jika produsen ingin mengambil keuntungan melalui pengambilan pita cukai 2023, hanya berselang satu bulan. "Kalau ini kan ngambil keuntungan istilahnya tarifnya kan hanya bulan Januari (2024) aja kan, batas pelekatan kita kan sampai 1 Februari (2024) aja, jadi gak terlalu ini," pungkasnya.

 

3 dari 3 halaman

Tarif Cukai Rokok Berhasil Tekan Konsumsi

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberi masukan terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (RPP Kesehatan). Regulasi ini tengah digodok, dimana rencananya akan turut mengatur soal produk tembakau atau rokok.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menilai, kebijakan soal pengenaan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sejauh ini sudah cukup efektif untuk menekan angka konsumsi.

Pengenaan cukai rokok sendiri diatur dalam dua regulasi terpisah. Antara lain, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/2022 tentang perubahan atas PMK Nomor 193/2023 tentang Tarif CHT Berupa Rokok Elektrik dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya.

Kemudian, PMK 191/2022 tentang Perubahan Kedua atas PMK 192/2021 tentang Tarif CHT berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.

"Dari sisi kami, Kemenkeu meyakini cukai rokok itu instrumen yang selama ini cukup efektif untuk menekan konsumsi dan produksi. Jadi kami melihat dari pengaturan yang ada saat ini, itu sudah cukup memadai," kata Prastowo di Four Seasons Jakarta, Selasa (28/11/2023).

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.