Sukses

HEADLINE: Harga Beras Naik hingga Pembelian Dibatasi, Pemerintah Harus Apa?

Persoalan pangan di dunia sepertinya sedang tidak baik-baik saja. Negara di dunia mulai pusing mencari cadangan beras yang kemudian harga beras naik.

Liputan6.com, Jakarta - Persoalan pangan di dunia sepertinya sedang tidak baik-baik saja. Usai pandemi Covid-19, dilanjut dengan Perang Rusia-Ukraina, kini ditambah badai El Nino, membuat sejumlah negara harus putar otak untuk menjaga pasokan pangannya. Termasuk Indonesia yang tengah dipusingkan dengan stok dan harga beras.

Peringatan mengenai pangan ini bahkan disampaikan langsung oleh Presiden Jokowi. Jokowi mengaku, saat ini banyak negara mulai mengerem ekspor pangan. Gara-garanya untuk menjaga pasokan dalam negerinya sendiri. Termasuk kebijakan ekspor beras dari beberapa negara.

"Ngeri sekali kalau melihat cerita, semua negara sekarang mengerem semuanya tidak ekspor pangan. Gandum sudah, beras sudah, gula sudah, semuanya ngerem semuanya," kata Jokowi saat menyampaikan pidato di Rakernas IV PDI Perjuangan (PDIP) di Jiexpo Kemayoran Jakarta.

Dia mengungkapkan bahwa saat ini 22 negara sudah menghentikan kebijakan ekspor bahan pangannya, salah satunya beras. Mulai dari, Uganda, Rusia, India, Bangladesh, Pakistan dan Myanmar.

"Betapa nanti kalau ini diterus-teruskan semua harga bahan pokok pangan semuanya akan naik," ujarnya.

Update Harga Beras Terbaru

Banyaknya negara mulai menahan ekspor beras gara-gara ancaman El Nino ini membuat harga beras di dunia juga merangkak naik, termasuk di Indonesia.

Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, Rabu (4/10/2023), harga beras medium naik menjadi Rp 13.400 per kg padahal sebelumnya masih dikisaran Rp 12.400 per kg, sedangkan harga beras premium juga naik menjadi Rp 15.000 per kg, sebelumnya masih Rp 14.000 per kg.

Inflasi Harga Beras Cetak Rekor

Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti pun buka suara penyebab kenaikan harga beras ini. 

"Untuk Inflasi beras September 2023 secara month to month (bulanan) merupakan yang tertinggi sejak Februari 2018," kata Amalia Adininggar Widyasanti.

Dia mencatat, inflasi beras pada September 2023 mencapai 5,61 persen secara bulanan (mtm) dengan andil 0,18 persen. Sedangkan, inflasi beras sebesar secara tahunan (yoy) sebesar 18,44 persen dengan andil inflasi 0,55 persen.

Amalia mengungkapkan, kenaikan harga beras saat ini tak lepas dari terus turunnya faktor produksi sejak Agustus 2023 lalu. Di sisi lain konsumsi masyarakat terhadap bahan pangan sumber karbohidrat tersebut tetap tinggi.

Hal ini berdampak pada menipisnya pasokan beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun, tren penurunan produksi beras menjelang akhir tahun dibandingkan awal tahun lumrah terjadi di setiap tahunnya.

"Memang ada kecenderungan penurunan jumlah produksi beras dari bulan Agustus ke bulan bulan berikutnya sampai dengan akhir tahun disebabkan karena faktor musiman. Jadi, seperti biasanya memang di akhir tahun itu produksi beras relatif lebih rendah dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya," beber Amalia.

Selain faktor produksi, kenaikan harga beras juga dipengaruhi oleh kebijakan larangan ekspor yang dilakukan sejumlah produsen utama akibat inflasi, perubahan iklim hingga El Nino. Semisal India sampai Vietnam.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Stok Beras Indonesia

Mengenai stok beras yang dikuasai oleh Bulog, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan jumlahnya sudah mencapai 1,7 juta ton. Angka ini akan bertambah pada November 2023 mendatang.

"Nah emang terus kita intervensi, tapi seperti tadi disampaikan bahwa stok beras sudah ada 1,7 juta (ton) di Bulog, akhir November (menjadi) 2 juta (ton). Tapi ini tidak bisa kita kerja sendiri-sendiri, masyarakat, pedagang, pemerintah harus semua pro rakyat, supaya apa? Harganya baik," jelas dia.

Di sisi lain, Perum Bulog mengklaim realisasi impor beras atas kontrak 1,85 juta ton beras tinggal menyisakan sekitar 400 ribu ton. Saat ini sudah ada sekitar 1 juta ton beras impor yang telah masuk gudang Bulog, baik dalam bentuk cadangan beras pemerintah (CBP) maupun beras komersil.

Kepala Bagian Humas dan Kelembagaan Perum Bulog Tomi Wijaya mengatakan, saat ini masih ada sekitar 300-400 ribu ton beras impor lain yang masih dalam perjalanan. Sedangkan untuk 400 ribu ton sisa pun tidak bisa datang dalam satu waktu.

"Kan bertahap. Kemampuan di pihak importir juga terbatas. Jadi memang pas kok perhitungan kita, sesuai kebutuhan," ujar Tomi kepada Liputan6.com, Rabu (4/10/2023).

Mengamini pernyataan Badan Pangan Nasional, Tomi menyebut stok beras yang ada saat ini sudah sangat mencukupi. Ia pun mengklaim harga beras sudah lebih terjaga, jika mengacu pada Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC).

Meski stok beras mencukupi hingga akhir tahun, pemerintah tetap mengambil antisipasi dengan membuka peluang impor beras lagi. Presiden Jokowi bahkan menyiapkan beras impor dari China sebagai cadangan darurat. Hal ini diungkapkan langsung oleh Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso.

"Kalau memang dibutuhkan, Presiden akan menugaskan kembali kepada Bulog untuk 1 juta ton. Tapi, catatan ya 1 juta ton itu kita ambil dari China," terangnya di Gedung Bulog, Gunung Malang, Klandasan Ilir, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.

Budi Waseso menambahkan, Pemerintah Indonesia melalui Presiden Jokowi bersama dengan Presiden China XI Jinping telah melakukan kontrak kerja sama untuk pengadaan beras sebanyak 1 juta ton tersebut.

"Jadi kalau ada penugasan 1 juta ton beras lagi, sudah pasti akan didatangkan dari China, karena China sudah siapkan 1 juta ton. Ini artinya kita tidak akan ambil beras dari Thailand, Myanmar atau Vietnam," bebernya.

 

Produksi Beras Petani Merosot

Perkara sulitnya mencari beras ini ternyata diakui langsung oleh petani. Serikat Petani Indonesia (SPI) mengamini El Nino berdampak pada menurunnya jumlah produksi petani beras. Utamanya, karena sejumlah lahan yang tak mendapat suplai aliran irigasi.

Hal ini diungkap Sekretaris Umum DPP SPI Agus Ruli. Dia mencatat ada kenaikan dari produksi beras perhektarnya, tapi itu tidak bisa menutup perbandingan produksi beras dari lahan-lahan yang beralih.

"Kalau hasil produksi per hektarnya mengalami kenaikan dari 6 ton sampai 9 ton/ha. Tetapi secara luas hamparan berkurang karena jauh dari irigasi teknis banyak sawah yang di tanami selain padi," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (4/10/2023).

Keterangan ini didapar Ruli dari petani di daerah Tuban, Jawa Timur. Dia mengatakan, imbas dari badai kering El Nino membuat areal irigasi berkurang. Alhasil, ada sejumlah petak sawah yang gagal panen hingga dialihkan untuk ditanami jenis tanaman lain.

"Iya, karena banyak areal pertanian yang tidak terjangkau irigasi banyak yan gagal atau beralih tanam lain," ungkapnya.

 

3 dari 4 halaman

Beli Beras di Supermarket Dibatas

Persoalan mengenai beras ini membuat toko ritel mulai membatasi pembelian beras medium bagi masyarakat selaku konsumen. Kini  dalam satu kali transaksi, masyarakat hanya bisa membeli maksimal 3 kemasan dengan hitungan sekitar 10 sampai 15 kilogram (kg) beras.

"Kita harus atur sedemikian rupa sesuai arahan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Bulog khususnya yang di ritel anggota Aprindo menjual dengan batasan 2-3 kemasan sekali belanja," ujar Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey kepada Liputan6.com, Selasa (3/10/2023).

Menurutnya, pembatasan pembelian beras ini dari hitungan cukup untuk memenuhi kebutuhan satu keluarga. Jika ditotal, artinya dalam satu kali transaksi pembeli bisa memboyong 10-15 kg beras.

Roy menegaskan, upaya pembatasan ini sebagai langkah untuk melakukan pemerataan dari beras yang jadi bagian Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas/NFA) Arief Prasetyo Adi mengungkap pembelian yang dibatasi hanya untuk beras SPHP. Sementara, beras premium bergantung pada kebijakan toko ritel masing-masing.

“Untuk jenis beras yang dibatasi 2 pack di pasar ritel, hanya berlaku untuk beras SPHP yang dari Bulog. Kalau untuk beras komersial, itu tergantung dari kebijakan ritel masing-masing," tegasnya.

Masyarakat Jangan Panik

Menanggapi beras ini, Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F. Paulus menghimbau Masyarakat tidak perlu panik dan melakukan panic buying.

Lodewijk yakin, pemerintah sudah memikirkan cara untuk memastikan pasokan beras agar selalu tersedia di masyarakat.

”Kita sedang menghadapi El Nino, Pemerintah juga telah mengambil kebijakan untuk impor beras, tentunya jangan sempet masyarakat menjadi panic buying,” kata Lodewijk, dikutip dari laman resmi DPR, Rabu (4/10/2023).

Lodewijik mengatakan, jika panic buying terjadi dikhawatirkan akan menyusahkan masyarakat yang sedang sangat membutuhkan.

Maka dari itu, perlu adanya kerja sama dan kebijaksanaan yang baik antara pemerintah dan masyarakat agar ketersediaan panggan bisa cukup hingga El Nino benar-benar berlalu.

”Karena saya tahu masyarakat sangat membutuhkan, sekarang ada El Nino, El Nino ini tentunya berdampak kepada ketersediaan pangan walaupun pemerintah sudah mengambil (kebijakan) tapi itukan dibatasi,” katanya, saat ditemui Parlementaria usai Rapat Paripurna, di Nusantara II, DPR RI, Jakarta.

 

 

4 dari 4 halaman

Pemerintah Harus Apa?

Mengenai langkah yang harus dilakukan pemerintah guna mengatasi pasokan dan harga beras ini, Serikat Petani Indonesia (SPI) mengusulkan beberapa solusi.

Sekretaris Umum DPP SPI Agus Ruli mengaku telah melapor kepada pemerintah seperti Kementerian Pertanian. Beberapa solusi yang diambilnya dengan mempercepat masa tanam di areal sawah yang mendapat suplai irigasi.

"Kita percepat masa tanamnya, biaya produksi di tekan dengan mengguna pupuk organik, sampai membuat embung sebagai sumber air," urai Ruli.

Tidak hanya mempercepat masa tanam, Pengamat Pertanian Dwi Andreas Santosa menilai pembatasan pembelian beras di toko ritel modern, menurutnya hal itu wajar dilakukan. Lantaran, jika pembatasan pembelian itu tidak dilakukan maka stok beras di ritel akan kosong.

"Menurut saya pembatasan ini perlu dilakukan karena pasokan ke ritel sudah menurun dari perusahaan penggilingan besar. Kalau tidak dibatasi ya habislah, nanti ritel kosong. Kalau kosong maka akan menjadi masalah yang lebih besar lagi," jelasnya.

Sedangkan di pasar umum tidak terjadi pembatasan, karena pemasoknya bukan dari penggilingan besar. Pemasoknya berasal dari penggililngan kecil yang jumlahnya sangat banyak.

"Kalau beras di pasar umum tidak ada pembatasan seperti itu. Menurut saya karena pihak pemasoknya dalam hal ini penggilingan yang bermasin di level ritel kan penggilingan padi besar, kalau yang kecil gak mungkinlah," ujar Dwi Andreas.

Operasi Pasar dan Salurkan Bansos Beras

Untuk menjaga harga beras, pemerintah juga perlu meningkatkan operasi pasar di beberapa daerah. Kepala Bagian Humas dan Kelembagaan Perum Bulog, Tomi Wijaya menilai, harga beras tersebut bahkan bisa lebih tinggi lagi, jika tidak ada program operasi pasar.

Kata Tomi, Perum Bulog tiap tahunnya sudah mempersiapkan skenario menindaki kenaikan harga beras di bulan-bulan ini. Seperti untuk tahun ini, dengan pemberian bantuan beras 630 ribu ton kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM) untuk 3 bulan.

"Itu cukup lah membantu ketersediaan beras medium di tengah masyarakat, ditambah beberapa operasi pasar. Makanya SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pasar) juga digencarkan. Kalau enggak ada bantuan pangan sama SPHP mungkin lebih gila lagi," katanya kepada Liputan.com.

Kembali, Tomi menekankan program operasi pasar dan stabilisasi pasokan dan harga pasar berfungsi menjaga kenaikan harga beras di tengah situasi tidak panen raya.

"Ya memang tetap ada kenaikan karena posisinya kan tidak panen raya. Memang cenderung balik ke hukum ekonomi, kalau ketersediaan barang mulai berkurang, harga naik. Sebenarnya normal di bulan-bulan ini," tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini