Sukses

Pengusaha Pertashop Harap Tak Cuma Bisa Jualan BBM

Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia (HPMPI) meningkatkan kesejahteraan pemilik pertashop, dengan mendorong ekosistem bisnis baru lainnya di lingkungan pertashop.

Liputan6.com, Jakarta Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia (HPMPI) sukses menggelar Musyawarah Nasional pertama atau Munas 1 dan menetapkan Steven sebagai ketua umum. Steven berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan pemilik pertashop, dengan mendorong ekosistem bisnis baru lainnya di lingkungan pertashop.

"Kita harus ciptakan added value atau nilai lebih di bisnis ini yang kita sebut NFR (Non-Fuel Retail). Supaya di pertashop tidak hanya ada BBM saja tapi multiusaha," ujar Steven dikutip Kamis (21/9/2023).

Ketua Umum HPMPI Steven juga mengatakan salah satu fokus utamanya ke depan adalah memperjuangan kesetaraan harga bahan bakar dan juga bisa menjual bahan bakar subsidi. Untuk diketahui, Pertashop saat ini baru bisa menjual Pertamax.

"Perjuangan ini akan kita kawal terus. Ini bukan hanya tentang keberlangsungan bisnis kami aja tapi lebih dari itu,bini tentang penyelamatan ekonomi bangsa karena pertashop ini kebanyakan berdiri di daerah-daerah terpencil. Jadi, sudah selayaknya masayakat kecillah yang harus menikmati bahan bakar subsidi," tegas Steven.

Dalam upaya menyelesaikan masalah ini, Steven menegaskan bahwa HPMPI mendorong PT Pertamina dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mempercepat implementasi ini, yang diharapkan akan mengurangi ketidaksetaraan harga yang selama ini menjadi isu krusial di masyarakat.

Steven juga mengatakan bahwa organisasi HPMI ini didirikan untuk mewadahi pengusaha pertashop di seluruh wilayah Indonesia sebagai rumah bersama, melakukan pembinaan, melaksanakan pengembangan dan kemudian terus mendorong supaya usaha pertashop ini maju.

Keberlangsungan Bisnis Pertashop

Menurutnya, kolaborasi dengan kementerian dan perusahaan terkait menjadi langkah penting untuk memastikan keberlangsungan bisnis pertashop ini.

"Kami berharap, kami dibukakan jalan agar terjalin kolaborasi lintas kementerian, juga kolaborasi dengan perusahaan-perusahaan yang sudah ada supaya keberlangsungan usaha pertashop ini terjaga," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pakar: Pertashop Seharusnya Diperluas ke Wilayah Terpencil

Pakar ekonomi dan bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Mudrajad Kuncoro menilai, keberadaan gerai pelayanan bahan bakar minyak (BBM) Pertashop sangat dibutuhkan masyarakat sehingga Pertamina seharusnya memperluas ke berbagai wilayah terpencil.

"Ini program bagus. Makanya harus diperluas dan menjangkau daerah-daerah yang membutuhkan, misalnya pesisir atau daerah pegunungan yang susah dapat pasokan energi," kata dia melansir Antara, Kamis (13/7/2023).

Mudrajad menilai program kemitraan Pertashop merupakan bukti bahwa negara dan Pertamina hadir untuk memberikan energi, dimana target penjualannya adalah Pertamax yang tidak bersubsidi ke berbagai pelosok, termasuk daerah-daerah terpencil, tertinggal, dan terluar.

Keberadaan gerai BBM tersebut, juga dinilai memudahkan masyarakat untuk mengakses energi karena masyarakat pelosok tidak perlu jauh-jauh lagi ke kota untuk membeli BBM sehingga bisa menghemat biaya transportasi

Apalagi, lanjutnya, saat ini Pertamina baru mengembangkan 6.152 Pertashop dari target semula 10 ribu gerai, sementara kebutuhannya lebih dari itu dengan jumlah desa di Indonesia sudah berkembang dan mencapai 33 ribu kawasan.

Oleh karena itu Mudrajad berharap, pemerintah melakukan afirmasi terhadap para pelaku usaha Pertashop, sebab umumnya mereka adalah pengusaha kecil-menengah, sehingga seringkali kesulitan memperoleh modal dan lahan untuk membuka gerai BBM tersebut.

“Pemerintah perlu membuat berbagai macam kemudahan agar pengusaha kecil memiliki kesempatan merasakan bisnis Pertashop tersebut," katanya.

Dari segi permodalan, lanjutnya, perbankan juga harus disertakan agar para calon pengusaha gerai BBM tersebut bisa mengakses dengan baik.

 

3 dari 3 halaman

Bisnis Pertashop Rugi Gara-Gara Kalah Saing dari Pertamini, Salah di Mana?

Pengusaha Pertamina Shop (Pertashop) mengeluhkan kerugian bisnis yang diderita akibat penurunan omzet. Libur bisnis mereka kalah saing dengan adanya pengecer ilegal Pertamini yang kian menjamur.

Menurut data Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia (HPMPI), dari sekitar 448 unit Pertashop sebanyak 201 diantaranya dilaporkan mengalami kerugian dengan tingkat bervariasi. Beberapa bahkan harus menutup usaha, dan sebagian dilaporkan harus disita asetnya gara-gara tidak dapat membayar pinjaman.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai, dari perspektif ekonomi dan daya beli masyarakat, konsep bisnis untuk Pertashop kiranya perlu ditata ulang.

Pasalnya, kebijakan untuk Pertashop yang hanya diperbolehkan menjual BBM RON tinggi, pada dasarnya tidak sesuai dengan segmen pasar yang menjadi target.

"Pemerintah perlu menata kembali konsep bisnis Pertashop agar tidak merugikan para pihak, terutama pelaku bisnis," ujar Komaidi dalam keterangan tertulis, Selasa (11/7/2023).

Komaidi berpendapat, Pertashop didesain dan ditujukan untuk memperluas akses BBM kepada wilayah-wilayah yang belum terjangkau SPBU. Karena itu, Pertashop umumnya lebih banyak tersebar di wilayah pedesaan dan pinggiran kota.

"Ketika Pertashop hanya diperbolehkan menjual BBM RON tinggi, sementara di SPBU tersedia BBM RON yang lebih rendah, maka masyarakat yang menjadi target pasar berpotensi membeli BBM di SPBU dengan lebih banyak pilihan. Termasuk dapat memilih untuk membeli BBM RON lebih rendah dengan harga yang lebih murah," sebutnya.

Di sisi lain, kehadiran penjual BBM eceran semisal Pertabotol dan Pertamini menjadi penyebab utama banyaknya Pertashop merugi, ditambah lokasi kios ilegal itu pun berdekatan dengan penjual resmi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.