Sukses

Hapus Pertalite di 2024, Pertamina Tunggu Pembebasan Bea Masuk Etanol

PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk menghapus BBM jenis Pertalite (RON 90) dan menggantinya dengan Pertamax Green 92, campuran antara Pertalite dengan etanol 7 persen (E7).

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) bakal memasarkan dua produk BBM hijau terbaru sebagai pengganti Pertalite (RON 90) dan Pertamax (RON 92), yakni Pertamax Green 92 dan Pertamax Green 95.

Namun, Pertamina memohon bantuan pemerintah dengan membebaskan bea masuk untuk etanol. Pasalnya, perseroan membutuhkan 7 persen etanol untuk mencampur Pertalite menjadi Pertamax Green 92, dan 8 persen etanol untuk dicampur dengan Pertamax menjadi Pertamax Green 95.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyampaikan, dengan terciptanya Pertamax Green 92 dan Pertamax Green 95 sebagai produk BBM hijau, pihaknya perlu melakukan impor bioetanol terlebih dulu.

"Kami perlu support tentu satu pembebasan bea cukai (etanol). Sampai investasi bioetanol ini terjadi di dalam negeri, maka kita harus impor dulu tapi itu tidak masalah karena kita pun impor gasoline, kita hanya ganti impor gasoline dengan etanol," jelasnya di hadapan Komisi VII DPR RI, Rabu (30/8/2023).

Tak hanya mengandalkan impor etanol, Nicke juga berharap pada Peraturan Presiden (Perpres) terbaru yang mengalolasikan 700.000 ha lahan untuk swasembada gula dan etanol. Dari aturan itu, ia berharap ada tambahan 1,2 juta KL sebagai bahan pencampuran.

Menurut perhitungannya, Pertamax Green 92 diproyeksikan dapat disalurkan sebanyak 32,68 juta KL di 2024. Dengan asumsi bauran 7 persen, etanol yang dibutuhkan diperkirakan mencapai 2,29 juta KL.

Sementara produksi Pertamax Green 95 diperkirakan dapat mencapai 62.231 KL, dengan serapan etanol sebesar 4.978 KL.

"Kita juga bisa gunakan energi sesuai dengan domestic resources yang kita miliki dan bisa kurang emisi dengan cepat. Apalagi sekarang masalah polusi lagi hits," kata Nicke.

2 dari 3 halaman

Pertalite Dihapus 2024

Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk menghapus BBM jenis Pertalite (RON 90) dan menggantinya dengan Pertamax Green 92, campuran antara Pertalite dengan etanol 7 persen (E7).

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, penghapusan Pertalite dengan nilai oktan 90 ini sejalan dengan ketentuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang menetapkan RON 91 sebagai produk BBM terendah yang bisa dijual di Indonesia.

"Ini sesuai dengan program Langit Biru tahap dua, dimana BBM subsidi kita naikan dari RON 90 jadi RON 92. Karena aturan KLHK, octane number yang boleh dijual di Indonesia minimum 91," terang Nicke di depan Komisi VII DPR RI, Rabu (30/8/2023).

Pertamax Green 92 nantinya akan masuk dalam barang subsidi jenis BBM khusus penugasan (JBKP) menggantikan Pertalite. Sehingga harganya akan diatur oleh pemerintah, di luar fluktuasi harga minyak mentah dunia.

"Pertamax Green 92 harganya pun tentu ini adalah regulated. Tidak mungkin yang namanya JBKP harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi atau kompensasi di dalamnya," tegas Nicke.

Di sisi lain, Pertamina juga berencana untuk memasarkan produk Pertamax Green 95, campuran Pertamax (RON 92) dengan etanol 8 persen.

Dengan demikian, Pertamina di tahun depan bakal menjual tiga produk BBM, yakni Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo (RON 98).

"Ini sesuai dengan program Langit Birut tahap dua. Jadi ada dua green gasoline, green energy, low carbon yang jadi produk Pertamina," imbuh Nicke.

Lebih lanjut, ia berharap dukungan pemerintah agar pengenaan bea masuk untuk etanol bisa dihapuskan. Pasalnya, dengan investasi dari bioetanol ini, Pertamina harus melakukan impor bioetanol terlebih dulu.

"Kami perlu support tentu satu pembebasan bea cukai (etanol). Sampai investasi bioetanol ini terjadi di dalam negeri, maka kita harus impor dulu tapi itu tidak masalah karena kita pun impor gasoline, kita hanya ganti impor gasoline dengan etanol," tuturnya.

 

3 dari 3 halaman

Subsidi Pertalite hingga Listrik di 2024 Sentuh Rp 329,9 Triliun

pPmerintah akan mengeluarkan anggaran hingga Rp 329,9 triliun untuk subsidi kebutuhan energi di Indonesia pada 2024. Hal itu diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2024, Rabu (16/8/2023).

"Untuk subsidi energi tahun depan kita akan menganggarkan Rp. 329,9 triliun terutama untuk solar, LPG dan subsidi listrik," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring pada Rabu (16/8/2023).

Sri Mulyani merinci, subsidi energi ini untuk LPG dengan volume 8,03 juta metrikton, kemudian listrik 450 VA dan 900 VA yang masuk dalam titik DTKS.

"Sedangkan untuk Solar subsidi tetapnya 1.000," bebernya.

Menkeu mengakui, jika dilihat pada tahun 2023 anggaran alokasi subsidi energi cukup besar namun mungkin outlooknya sampai akhir tahun tidak akan sebesar yang dianggarkan.

"Karena harga minyak lebih rendah meskipun kursnya sekarang Rupiah terhadap dolar lebih tinggi, dalam artian mendekati Rp 15.000 atau bahkan sudah di atas Rp 15.000," dia menjelaskan.

"Kalau kita lihat di dalam RAPBN 2024 Kami menggunakan hampir sama angkanya dengan kemungkinan Outlook 2023. Ini karena harga minyak kan diasumsikan di 80 yang mirip dengan angka yang realisasi tahun ini," tambahnya.

 Â