Sukses

Harga Beras Melonjak Picu Kekhawatiran Inflasi Pangan di Asia

Larangan ekspor beras oleh India dan faktor cuaca telah mendorong kenaikan harga beras.

Liputan6.com, Jakarta - Harga beras melonjak ke level tertinggi dalam hampir 12 tahun. Menurut Badan Pangan PBB, kenaikan harga beras terjadi setelah India larang ekspor beras dan kondisi cuaca buruk yang mengganggu produksi dan pasokan makanan utama itu di Asia.

"Harga beras global sangat mengkhawatirkan. Yang jelas adalah volatilitas harga pangan akan terus berlanjut dalam beberapa bulan mendatang,” ujar Direktur Senior Asian Development Bank, Qingfeng Zhang dikutip dari CNBC, ditulis Selasa (22/8/2023).

Inflasi pangan relatif terkendali sepanjang 2023. Namun, berbagai faktor memicu kekhawatiran kalau kekurangan pasokan beras dapat menandai kenaikan harga komoditas pangan lainnya di Asia.

Faktor itu antara lain iklim ekstrem yang akibatkan pemanasan global bersamaan dengan timbulnya El Nino untuk pertama kali dalam tujuh tahun.

Selain itu, penarikan diri Rusia dari perjanjian terkait biji-bijian Laut Hitam dan kebijakan pangan proteksionis dalam bentuk pembatasan perdagangan.

Pada puncak krisis harga pangan pada 2010-2012, Asian Development Bank (ADB) prediksi kenaikan harga pangan internasional sebesar 30 persen pada 2011. Hal ini berarti kenaikan harga beras 10 persen di negara-negara berkembang di Asia dan kurangi 0,6 persen produk domestik bruto (PDB) bagi pengimpor pangan di kawasan ini.

Hal ini menunjukkan harga pangan lebih tinggi kikis daya beli, ADB saat itu menyatakan, kenaikan harga pangan domestik sebesar 10 persen di negara berkembang di Asia akan mendorong 64,4 juta orang ke dalam kemiskinan, berdasarkan garis kemiskinan USD 1,25 per hari. Hal ini berarti meningkatkan angka kemiskinan dari 27 persen menjadi 29 persen pada periode itu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Persediaan Beras

Dikutip dari CNBC, sebagian besar negara-negara Asia akan mampu menahan guncangan pasokan beras saja. “Harga benar-benar melonjak, dan itu alarm, serta cerita anekdot mengenai orang-orang yang panik,” ujar Ekonom Maybank Erica Tay.

"Tetapi jika Anda melihat jumlah penawaran dan permintaan secara keseluruhan, negara-negara Asia berada dalam posisi yang sangat baik untuk mengatasi guncangan harga dan penawaran ini di pasar beras,” ia menambahkan.

Ia menunjukkan fakta kalau beberapa negara di kawasan ini yakni Thailand, Vietnam, Myanmar dan Kamboja adalah eksportir bersih. Sedangkan China,pasar terbesar di dunia hanya impor 1 persen dari kebutuhan beras yang sebagian besar dari Vietnam dan Myanmar.

“Sehingga terpukul sangat minim oleh kekurangan pasokan dari India,” ia menambahkan.

Apalagi, lonjakan harga beras ini terjadi di tengah maraknya penurunan harga pangan. Harga pangan secara keseluruhan, menurut indeks harga pangan Badan Pangan PBB telah turun sekitar 23 persen dari posisi puncak pada Maret lalu, demikian disampaikan Tay.

 

3 dari 3 halaman

Potensi Gangguan pada Semester II 2023

Di sisi lain, pasokan beras di China berada di bawah ancaman setelah tingkat siaga banjir dinaikkan untuk tiga provinsi yang biasanya menyumbang hampir seperempat produksi beras negara itu.

Namun, Tay menunjuk pada persediaan beras di negara ini yang jumlahnya minimal delapan bulan dari kebutuhan tahunannya.

"Ini salah satu warisan COVID-19. Negara-negara menyadari baik itu guncangan perdagangan atau guncangan pasokan pertanian, harus bersiap untuk atasi gangguan ini. Mereka sebenarnya telah belajar dari tiga tahun terakhir untuk memasok persediaan yang luar biasa,” ujar Tay.

Selain itu, China menggandakan ketahanan pangan. Presiden China Xi Jinping melihat perlunya impor makanan. “Tapi saya pikir lebih jauh, kita sedang cari pola cuaca El Nino. Dan ketika hal ini terjadi seperti yang diperkirakan pada semester kedua tahun ini, mungkin akan terjadi gangguan yang lebih luas terhadap pasokan pertanian,” ujar dia.

Tay menuturkan, tidak hanya pasokan beras yang terpukul, tetapi hasil pertanian secara keseluruhan juga dapat terpengaruh. “Itu mungkin mengarah pada risiko yang lebih tinggi terhadap inflasi harga konsumen,” ia menambahkan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.