Sukses

Rampung Bulan Ini, Divestasi Saham Vale Indonesia Bakal Dapat Harga Diskon

Saat ini prinsip-prinsip dasar atau basic principle sudah disepakati, dan PT Vale Indonesia akan memberikan penawaran dengan harga yang lebih baik.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan, proses pelepasan atau divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) masih berlanjut dengan holding BUMN Tambang MIND.ID sebagai calon pembeli 14 persen saham divestasi.

Proses kesepakatan dua pihak terkait divestasi saham Vale Indonesia tersebut dipastikan akan dapat diselesaikan akhir Juli 2023 ini.

"Insya Allah akhir bulan ini selesai kepastian itu untuk dilaksanakan atau tidak, karena proses divestasi ini kan proses yang harus berlangsung sebagimana diwajibkan dalam peraturan," ujar Arifin mengutip siaran pers Kementerian ESDM, Minggu (16/7/2023).

"Itu yang harus dilakukan oleh Vale, sesudah itukan ada kondisi kondisi yang harus disepakati dua belah pihak. Nah itu yang harus diselesaikan persetujuan dengan kedua belah pihak," tegasnya.

Ditambahkan Arifin, saat ini prinsip-prinsip dasar atau basic principle-nya sudah disepakati, dan PT Vale akan memberikan penawaran dengan harga yang lebih baik.

"Sekarang basic principle-nya kan sudah disepakati. Memang business to business, sesudah disepakati Vale juga akan menyiapkan over untuk yang mereka divestasikan dan memang dia (Vale) akan memberikan harga yang lebih baik untuk MIND.ID," imbuh Arifin.

Mengenai pengendali operasional perusahaan, Arifin menjelaskan tergantung kesepakatan pemegang saham yang terpenting mana yang terbaik untuk perusahaan. "Kalau operasional, ini kan ada pemegang saham, sebaiknya disepakati bagaimana pengambilan suaranya demi kebaikan perusahaan," jelasnya.

Kementerian ESDM tak memberikan permintaan khusus terkait divestasi saham tersebut karena proses divestasi itu menurut Arifin dijalankan secara bisnis antarkedua perusahaan (business to business/B2B). Namun, jika nantinya Vale menggunakan harga pasar dalam menentukan nilai divestasi, Arifin berharap Vale bisa memberikan diskon harga kepada MIND ID.

"Kalaupun nanti harganya menggunakan mekanisme pasar, tapi tetap harus ada discount-nya. Dan jika menggunakan replacement cost, pokoknya itu kesepakatan dua pihak dan Kementerian ESDM tidak memberikan arahan apapun karena itu B2B," tutur Arifin.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Divestasi Saham Vale Indonesia Harga Mati

Sebelumnya, pembahasan rencana divestasi PT Vale Indonesia, Tbk masih terus berlangsung. Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menilai kepemilikan saham nasional sebesar 51% sebagai pemegang saham pengendali perusahaan tersebut merupakan tujuan yang tak dapat ditawar alias harga mati.

Saat ini, pemerintah melalui holding pertambangan MIND ID baru menguasai 20% saham perusahaan tersebut. Sisanya, Vale Canada Limited masih memegang 43,79% sebagai pengendali, dan Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. memiliki 15,03%.

Selain itu, sekitar 20% saham perusahaan juga telah tercatat di Bursa Efek Indonesia, dengan kepemilikan di bawah 2% oleh investor. Namun, sebagian saham publik tersebut dikontrol oleh pihak asing.

"Saya rasa pemegang saham nasional sebesar 51% dan pemegang saham pengendali adalah tujuan yang tak dapat ditawar untuk perpanjangan izin ini. Karena setengah dari 20% saham publik dimiliki oleh pihak asing, maka divestasi sebesar 14% tidaklah cukup. Setidaknya harus divestasi sebesar 21% dan MIND ID harus diberikan hak dalam pengendalian operasional dan konsolidasi keuangan," ujar Mulyanto dikutip Jumat (14/7/2023).

3 dari 3 halaman

Saham Vale Indonesia

Dia menegaskan, pengendalian pemerintah terhadap saham Vale Indonesia telah disepakati oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, bersama Komisi VII DPR RI pada bulan lalu.

"Jika Vale tetap ngotot dan alot, kami akan terus mendorong agar menteri konsisten dan tidak memperpanjang izin Vale ini," terangnya.

Menurut Mulyanto, jika penambahan saham hanya 14%, maka saham nasional baru akan mencapai 44% dengan asumsi saham publik nasional hanya 10%. Artinya, masih kurang 7% lagi untuk mencapai 51%.

"Jadi, penambahan saham sebesar 14% ini belum cukup untuk menjadikan saham nasional menjadi mayoritas," tegas Mulyanto.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.