Sukses

5 Fakta Lion Air Ditolak Mendarat di Tanjung Pandan Gara-Gara Salah Pakai Pesawat

Maskapai Lion Air kedapatan salah menggunakan pesawat saat terbang dari Jakarta ke Bandara Tanjung Pandan.

Liputan6.com, Jakarta Maskapai Lion Air kembali menyita industri penerbangan. Hal ini lantaran maskapai berlogo kepala singa itu kedapatan salah menggunakan pesawat saat terbang dari Jakarta ke Tanjung Pandan. 

Lion Air biasa terbang dengan menggunakan pesawat Boeing 737-800, namun pada 30 Juni 2023, mereka menggunakan pesawat yang berbeda, yaitu Boeing 737-900 ER. Seperti diketahui, Boeing seri 737-900 ER memilik kapasitas penumpang yang lebih banyak dibanding tipe 800.

Akibatnya, penerbangan dengan kode JT-120 ditolak mendarat di Bandara Internasional H. AS Hanandjoeddin, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Terpaksa, pesawat akhirnya putar balik dan kembali ke Jakarta untuk mengganti pesawat.

Untuk melihat mengenai kejadian ini, Liputan6.com mencoba merangkum sejumlah fakta, berikut datanya:

1. Pesawat Tak Sesuai Ketentuan

Pesawat Lion Air nomor penerbangan JT-120 rute Jakarta - Tanjung Pandan gagal mendarat di Bandara Internasional H. AS Hanandjoeddin, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada 30 Juni 2023 akibat kapasitas bandara terbatas.

Hal itu diungkapkan oleh salah satu penumpang yang tidak mau disebut namanya. Dia mengungkapkan bahwa Lion Air menerbangkan pesawat berbadan besar. Namun, karena Pelataran pesawat di Tanjung Pandan terbatas, maka pihak bandara pun meminta pihak maskapai untuk putar balik.

 

Lion Air biasa terbang dengan menggunakan pesawat Boeing 737-800, namun pada 30 Juni 2023, mereka menggunakan pesawat yang berbeda, yaitu Boeing 737-900 ER.

2. Sangat Bahaya

Setelah Lion Air putar balik dan kembali ke Jakarta, kemudian maskapai terbang kembali dengan menggunakan pesawat yang lebih kecil sesuai dengan spesifikasi bandara Tanjung Pandan. Barulah pihak bandara menyetujui pesawat Lion Air mendarat.

"Dan setelah Lion Air Putar balik, terus kembali Jakarta, lalu terbang kembali dengan mengganti pesawat yang sesuai spek bandara belitung, petugas bandara mengizinkannya mendarat," katanya.

Penumpang itu menduga Lion Air ingin mengambil keuntungan yang besar dengan cara menggunakan pesawat besar untuk mengangkut penumpang ke Belitung.

"Cuma apa yang dilakukan Lion itu sangat berbahaya. Jika pesawat berbadan besar diizinkan mendarat, terus terjadi sesuatu, maka membuat gejolak industri penerbangan yang sedang mulai tumbuh," pungkasnya.

3. Petugas FOO Lion Air Lalai

Pengamat penerbangan Alvin lie menduga hal itu bisa terjadi dikarenakan kekeliruan perhitungan oleh petugas operasi penerbangan (Flight Operation Officer/ FOO) Lion Air.

Menurut Alvin, seharusnya pihak AirNav telah menolak lebih awal terkait penerbangan tersebut saat dilakukan pengajuan oleh Lion Air, sehingga putar balik dan mengganti pesawat tidak perlu dilakukan.

"Pihak Airnav seharusnya juga sudah menolak Flight Plan yang diajukan menggunakan B737-900ER untuk penerbangan ke TJQ (Tanjung Pandan)," kata Alvin kepada Liputan6.com

4. Rugikan Penumpang

Pengamat Penerbangan Gatot Rahardjo memandang hal itu berdampak pada penumpang penerbangan tersebut. Karena membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai tujuan, alhasil, aktivitas selanjutnya menjadi terhambat.

"Kalau dari sisi keselamatan tidak beresiko, karena penerbangannya berjalan normal. Tapi dari sisi bisnis maskapai dan sisi keperluan penumpang yang bermasalah. Harusnya penumpang sudah sampai ke tujuan dan melakukan aktivitas, jadi terganggu," ujar dia kepada Liputan6.com, Minggu (2/7/2023).

Gatot menilai ada risiko lebih besar jika pesawat tersebut diizinkan untuk mendarat. Mengingat, spesifikasi bandara, termasuk apron bandara yang disebut tak bisa menampung pesawat jenis Boeing 737-900 ER varian B737 NG yang awalnya digunakan Lion Air.

"Kecuali kalau pesawat yang lebih besar itu dipaksakan masuk bandara, itu yang bahaya, karena apron (tempat parkir) nya tidak mencukupi," jelasnya.

5. Beban Kerja Tinggi

Pengamat Penerbangan Gatot Rahardjo menilik ada hal kompleks dibalik ditolaknya pesawat Lion Air untuk mendarat di Bandara H.A.S Hanandjoeddin di Tanjung Pandan. Kejadian itu diduga lantaran kesalahan dari petugas Lion Air yang bertugas membuat rencana penerbangan.

Gatot menyoroti keadaan kompleks yang saat ini tengah dihadapi industri penerbangan, termasuk di dalam negeri. Khususnya, industri ini tengah mengalami peningkatan usai terdampak pandemi Covid-19 sekitar 3 tahun lamanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Analisa Kasus Lion Air Salah Pakai Pesawat ke Bandara Tanjung Pandan, Berujung Ditolak Mendarat

Pesawat dari maskapai Lion Air dengan rute Jakarta-Tanjung Pandan, Belitung diketahui ditolak mendarat di Bandara H.A.S Hanandjoeddin, Tanjung Pandan. Alasannya, karena pesawat Lion Air yang digunakan tidak sesuai dengan kriteria yang bisa diterima oleh bandara Tanjung Pandan.

Dengan begitu, penerbangan dengan nomor JT-120 ini harus kembali ke Bandara Soekarno-Hatta. Kemudian, sebagai konsekuensi, maskapai perlu mengganti jenis pesawat menjadi B737-800 yang lebih kecil dari sebelumnya Boeing 737-900 ER varian B737 NG.

Pengamat Penerbangan Gatot Rahardjo menyebut, ada kemungkinan kesalahan berada di sisi Flight Operation Officer (FOO) dari maskapai. Pasalnya, FOO bertugas memastikan rencana penerbangan termasuk spesifikasi pesawat yang bisa diterima oleh bandara tujuan.

"Kemungkinan kesalahan ada di FOO maskapai," kata dia kepada Liputan6.com, Senin (3/7/2023).

 

3 dari 3 halaman

Prsedur Terbang

Gatot menjelaskan, sebelum pesawat terbang, itu petugas maskapai yang namanya flight operation officer (FOO) tugasnya membuat flight plan yang kemudian diserahkan ke pilot.

Lalu, dalam membuat flight plan, FOO itu harus koordinasi dengan BMKG untuk cuaca, Airnav Indonesia untuk lalu lintas udara dan pengelola bandara tujuan terkait kondisi bandara.

"Dan kalau penerbangan nya berjadwal, harusnya FOO ini sudah hafal dengan sepsifikasi bandara setempat. Jadi dia harusnya tahu pesawat yang boleh dipakai ke bandara tersebut. Kalau ada perubahan pesawat, harus dikoordinasikan dengan bandara setempat, bisa nggak dilayani, baik itu layanan parkir, layanan PKP-PK dan lain-lain," jelasnya.

Gatot menilai, jika sudah mendapat izin terbang, berarti pesawat boleh berangkat dari bandara asal. Artinya, FOO tidak salah dan bandara tujuan wajib untuk melayani pesawat dari maskapai tersebut.

"Kalau belum dapat izin tapi pesawat tetap diterbangkan, itu berarti salah FOO kalau pesawat ditolak," tegasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.