Sukses

Industri Minyak Sawit Indonesia Januari 2023: Produksi Stagnan, Stok Turun

Liputan6.com, Jakarta Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) melaporkan penurunan kinerja industri minyak sawit di Tanah Air pada Januari 2023.

Direktur Eksekutif GAPKI Multi Sardjono memaparkan, produksi minyak sawit mentah (CPO) pada Januari 2023 3.892 ton, dan minyak inti kelapa sawit (PKO) sebesar 370 ribu ton.

Secara tahunan (year on year/YoY), jumlah itu dinilai relatif sama dibanding produksi per Januari 2022. Produksi CPO kala itu sebesar 3.863 ribu ton, dan PKO 365 ribu ton.

"Dibandingkan dengan produksi CPO Desember 2022 sebesar 4 300 ribu ton, produksi bulan Januari 2023 lebih rendah sekitar 9,5 persen yang disebabkan oleh faktor musiman," jelas Mukti dikutip dalam keterangan tertulis, Selasa (28/3/2023).

Di sisi lain, konsumsi dalam negeri CPO dan PKO pada Januari 2023 sebesar 1.786 ribu ton. Itu lebih tinggi dari konsumsi Januari 2022 sebesar 1.497 ribu ton, tetapi lebih rendah dari konsumsi Desember 2022 sebesar 1.936 ribu ton.

"Konsumsi untuk industri pangan di Januari 2023 hanya 793 ribu ton dibandingkan dengan 901 ribu ton pada Desember 2022," imbuh Mukti.

Sementara konsumsi untuk biodiesel juga turun menjadi 810 ribu ton dari 850 ribu ton pada Desember 2022. Sedangkan konsumsi untuk industri oleokimia pada Januari 2023 sebesar 183 ribu ton, relatif sama dengan bulan Desember sebesar 185 ribu ton.

Untuk volume ekspor per Januari 2023 mencapai 2.946 ribu ton, lebih tinggi dari ekspor Desember 2022 sebesar 2.754 ribu ton.

Pengiriman ke Mesir, Italia dan Singapura di Januari 2023 menujukkan pemulihan, masing-masing mencapai 57,22 ribu ton, 114,28 ribu ton dan 23,8 ribu ton. Pada Desember 2022 angka ekspornya masing-masing sebesar 9,41 ribu ton, 72,58 ribu ton dan 8,28 ribu ton.

"Ekspor ke Bangladesh, Pakistan, Vietnam dan Rusia di bulan Januari 2023 mengalami penurunan lebih dari 50 persen dari bulan Desember," terang Mukti.

Harga rata-rata CPO Januari 2023 adalah USD 1.024 per ton CIF Rotterdam, dan harga lokal USD 754 per ton FOB Dumai KPBN. Sementara harga Desember 2022 sebesar USD 1.035 per ton CIF Rotterdam, dan lokal USD 755 per ton FOB Dumai KPBN.

Meskipun secara volume terjadi kenaikan ekspor, Multi menambahkan, nilai ekspor produk minyak sawit pada Januari 2023 (USD 2.605 juta) lebih rendah dari nilai ekspor Desember 2022 (USD 2.792 juta).

"Dengan komposisi produksi, konsumsi, dan ekspor, stok CPO plus PKO di akhir Januari 2023 adalah sekitar 3,1 juta ton. Lebih rendah dari stok bulan Desember sekitar 3.565 ribu ton, dan lebih kecil dari konsumsi dalam negeri plus ekspor untuk satu bulan," tuturnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Palm Co Bakal Perkuat Industri Sawit Indonesia, Bisa Susul Malaysia

Sebelumnya, Kebijakan Pemerintah melalui Kementerian BUMN yang berencana membentuk Palm Co, sebagai sub-holding PTPN Group, khusus mengelola bisnis sawit dari hulu ke hilir, dinilai sebagai kebijakan yang sangat tepat.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) Didin S. Damanhuri, mengatakan pembentukan Palm Co akan menguntungkan perusahaan, industri sawit dan perekonomian nasional, sehingga perlu segera direalisasikan secara konsisten.

Dia mengatakan pembentukan Palm Co akan mendukung program hilirisasi sumber daya alam, terutama komoditas perkebunan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) di Indonesia.

“Ini langkah yang sangat baik. Jika Palm Co dibentuk dalam rangka hilirisasi saya rasa ini tepat. Kalau menurut saya begitu,” jelas Didin S Damuri yang juga pendiri dan ekonom senior INDEF, dikutip Kamis (23/3/2023).

Bagi industri kelapa sawit nasional, dia menilai dengan adanya Palm Co, akan meningkatkan nilai tambah CPO di dalam negeri, mengingat saat ini, Indonesia hanya memproduksi 47 produk turunan dari CPO. Itupun, menurutnya, belum komersil.

Produksi Malaysia

Padahal, paparnya, Malaysia telah memproduksi sekitar 100 jenis produk turunan CPO dan hampir semuanya telah dipasarkan di pasar regional dan internasional. Sedangkan, Indonesia masih mengandalkan CPO dan minyak goreng.

“Adanya PalmCo dalam rangka hilirisasi ini adalah langkah sangat jitu, asal jangan setengah-setengah karena produk turunan minyak sawit sangat bervariasi,” ujarnya.

Didin mencontohkan salah satu produk turunan CPO yang sedang diteliti peneliti IPB dan Taiwan adalah memproduksi gula dari CPO karena gula tebu dinilai tidak efisien dari sisi penggunaan lahan dan produktivitas tanaman.

“Kebetulan IPB baru saja menandatangani dengan perusahaan Taiwan bagaimana sawit bisa menghasilkan gula. Ini lebih produktif dari tebu. Jadi kalau IPB berhasil, PTPN bisa langsung membeli patennya. Banyak lagi contoh produk turunan CPO hasil inovasi di dalam negeri yang bisa dikomersilkan melalui Palm Co,” paparnya.

3 dari 3 halaman

Hilirisasi CPO

Sementara itu, bagi perekonomian nasional dan negara, dia mengatakan program hilirisasi CPO yang didukung oleh Palm Co akan mampu meningkatkan devisa dari ekspor produk turunan yang akan dihasilkan.

“Begini, kalau dengan CPO saja Indonesia bisa mengumpulkan devisa ekspor tahun lalu sekitar Rp530 triliun, tentu dengan hilirisasi akan lebih besar lagi,” terangnya.

Namun, dia mengingatkan untuk mencapai target ini tidak hanya membutuhkan dukungan teknologi, modal, tetapi juga marketing intelligent, sampai mengukur daya saing dengan produk-produk yang telah lebih dulu diproduksi oleh negara lain.

“Untuk itulah, Pemerintah harus memastikan seleksi Direksi di Palm Co dilakukan dengan ketat. Direksinya harus berkelas internasional, dari sisi manajerial dan R&D sampai menemukan produk-produk baru dengan benchmark minimal ke Malaysia,” terangnya.

Di sisi lain, Didin S Damanhuri mengingatkan bahwa industri minyak sawit Indonesia juga ada sisi kelamnya, yaitu dugaan kartel minyak sawit.

Pemerintah melalui Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), menurutnya, harus bisa mengatasi persoalan ini, sehinga perusahaan yang ingin berkembang, seperti Palm Co, bisa melaju dengan pesat, sesuai dengan mekanisme pasar.

Lebih jauh, dia mengingat kembali jika mundur ke belakang, sebenarnya regrouping dan restrukturisasi sudah mulai diwacanakan di masa Menteri BUMN Tanri Abeng di awal era reformasi tahun 1998. Namun, jelasnya, tidak sampai direalisasikan.

“Terakhir ini, saya lihat agak serius. Saya ikuti perkembangannya, ada dibentuk holding, Palm Co, kemudian ada hilirisasi sawit. Saya kira ini tepat, asalkan implementasinya konsisten,” tambahnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.