Sukses

Produksi Beras Tiap Tahun Surplus, DPR: Kenapa Harus Impor?

Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menyoroti soal produksi komoditas padi di Kementerian Pertanian padahal berasnya selalu surplus, namun tetap dilakukan impor beras dari negara lain.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menyoroti soal produksi komoditas padi di Kementerian Pertanian padahal berasnya selalu surplus, namun tetap dilakukan impor beras dari negara lain.

Dia pun menjelaskan, jika dilihat dari data review padi 2015-2022, anggaran Kementerian Pertanian tahun 2015 mencapai Rp 32,81 triliun dan produksi padinya 75,40 juta ton, lalu produksi beras mencapai 43,82 juta ton, dan surplus 14,64 juta ton beras.

Selanjutnya tahun 2016, anggaran Kementan turun menjadi Rp 27,63 triliun namun produksi padinya justru meningkat 79,35 juta ton, produksi berasnya 46,13 juta ton, dan surplus 17,31 juta ton beras.

Kemudian, tahun 2017 anggaran Kementan kembali turun menjadi Rp 24,14 triliun, produksi padinya meningkat 81,14 juta ton, produksi berasnya pun meningkat 47,30 juta ton beras dibanding tahun sebelumnya, dan surplus 18,17 juta ton beras.

"Kita beralih ke 2017, dibilang surplus tapi ada impor," kata Sudin dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, di kantor DPR, Senin (16/1/2023).

Tahun 2018 anggaran Kementan Rp 24 triliun, produksi padinya 59,20 juta ton (menurun), produksi berasnya juga turun menjadi 33,94 juta ton beras, namun masih tetap surplus 4,37 juta ton beras.

Lalu, tahun 2019 anggaran Kementan turun menjadi RP 21,8 triliun, produksi padinya 54,60 juta ton, produksi berasnya juga turun menjadi 31,31 juta ton beras, tapi surplus 2,38 juta ton. Begitu juga 2020 anggarannya turun menjadi Rp 15,8 triliun.

Menurut Sudin, anggaran Kementan tahun 2020 sudah turun 50 persen dibanding anggaran 2015 tetapi produksi padinya masih tetap 54,65 juta ton. Dibalik itu, diyakini tidak terjadi impor beras, tapi nyatanya dalam kurun waktu 2019-2020 dilakukan impor beras kembali.

"Dengan anggaran yang dipotong 50 persen tetapi produksinya hanya beda sedikit, jangan ada alasan ini itu, setiap tahun alih fungsi lahan sawah berapa banyak?, ini lho saya sangat miris sekali 2019-2020 tidak ada impor beras, nyatanya masih ada 425 ribu ton yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan dengan alasan beras khusus, beras khususnya tidak sampai 30 persen lainnya beras medium yang bisa dijual di Indonesia dengan beras premium," ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Produksi 2021

Dilanjut tahun 2021 anggaran Kementan tercatat Rp 16,3 triliun, produksi padinya 54,42 juta ton, produksi berasnya 31,36 juta ton beras, dan surplus 1,31 juta ton beras.

Terakhir, tahun 2022 anggaran Kementan Rp 18,47 triliun, produksi padinya 55,44 juta ton, produksi berasnya 31,94 juta ton beras, dan masih surplus 1,74 juta ton beras.

"Ini data real, data ini saya ambil bukan hanya dari Kementerian Pertanian tapi dari Bea Cukai, BPS dan seluruh lembaga survei lainnya. Kita bilang surplus, coba kita lihat tiap tahun surplus, 2015 surplusnya 14,64 juta ton, 2016 surplusnya jadi 17,31 juta ton, kemudian 2019 surplusnya 2,38 juta ton, 2020 surplusnya 2,13 juta ton berarti kalau 2,38 juta ton ditambah 2 juta lebih berarti 4 juta sekian. Surplus lagi 2021 1,31 juta ton, suprlus lagi 2022 1,74 juta ton, kalau surplus ko harus ada impor," ungkapnya.

 

3 dari 3 halaman

Surplus

Sudin pun heran, artinya surplus itu adalah kelebihan. Berarti selama ini dalam kurun waktu 2015-2022 produksi beras di Kementan selalu surplus, maka seharusnya tidak perlu melakukan impor beras.

"Saya sampai tanya ke pakar-pakai S3, surplus itu apa sih pengertiannya, surplus itu lebih, kalau lebih, seperti BPS kemarin saya juga jujur saya katakan saya tidak nyaman melihat ketua BPS, masa di dalam rumah tangga dihitung surplus kan gila," katanya.

Dia pun mengingatkan kepada Bulog, agar penyerapan padi maupun beras pada saat waktu musim dipercepat. Sudin pun menilai kinerja direktur pengadaan di Bulog kurang gesit, bahkan dia meminta agar Direktur Utama Bulog mengganti direktur pengadaan dengan orang baru.

"Saya juga mengingatkan Bulog untuk penyerapan padi atau beras pada waktu musim, karena saya lihat kinerja direktur pengadaan kurang gesit dan bagus kinerjanya, jelek sekali kalau perlu ganti diganti pak Buwas, kita pakai yang singkat-singkat saja, karena tahun ini tahun politik apalagi 2024, kasian pak Jokowi kerja sudah bener aja masih dibilang tidak bener, tolong ini dilihat surplus," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.