Sukses

Dana PEN Baru Terpakai Rp 240 T, Sri Mulyani: Ini Rendah tapi Bagus

Kementerian Keuangan mencatat realisasi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sampai 14 Oktober 2022 sebesar Rp 240,8 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan mencatat realisasi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sampai 14 Oktober 2022 sebesar Rp 240,8 triliun. Angka ini baru mencapai 52,9 persen dari alokasi Rp 455,62 triliun.

Realisasi penyerapan pos anggaran penanganan kesehatan tercatat Rp 40,6 triliun atau 33 persen dari pagu anggaran Rp 122,54 triliun.

"Dengan penanganan Covid yang terkendali, memang realisasi penanganan kesehatan hanya 33 persen," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTa, dikutip Minggu (23/10).

Rendahnya penyerapan tersebut menurut Sri Mulyani menunjukan kondisi kesehatan yang lebih baik. Kasus Covid-19 yang makin berkurang.

"Ini rendah tapi itu bagus karena kita harap anggaran buat Covid ini makin kecil. Artinya makin terkendali dan hilang Covid-nya," kata dia.

Adapun realisasi sektor penangan kesehatan digunakan untuk membayar klaim pasien (Rp 25,2 triliun), membayar insentif tenaga kesehatan (Rp 2,7 triliun), pengadaan vaksin (Rp 1,7 triliun).

Lalu untuk insentif perpajakan kesehatan (Rp 1,6 triliun) dan dukungan APBD termasuk dana desa untuk penanganan Covid-19 (Rp8,3 triliun)

Anggaran Penguatan Ekonomi Baru Rp 90,9 T

Sementara itu realisasi dari pos penguatan pemulihan ekonomi tercatat baru terserap Rp 90,9 triliun. Angka tersebut baru 51 persen dari pagu anggaran Rp 178,32 triliun.

"Penguatan ekonomi ini Rp 90,9 triliun. Ini baru separuhnya atau 51 persen," kata bendahara negara ini.

Sri Mulyani meminta pos anggaran ini bisa terserap maksimal dalam 3 bulan terakhir. Sehingga bisa membantu masyarakat dan dirasakan dampaknya bagi perekonomian nasional.

"Sekali lagi kita harap Oktober, November dan Desember ini bisa diakselerasi sehingga bisa membantu masyarakat," kata dia.

Di sisi lain, penyerapan anggaran perlindungan sosial sudah mencapai 70,7 persen. Dari Rp 154,76 triliun, yang sudah terserap sebesar Rp 109,3 triliun.

"Ini bagus karena masyarakat langsung memanfaatkannya," kata dia.

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Temuan BPK: Insentif Pajak Program PC-PEN Rp 15,31 Triliun Bermasalah

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan potensi permasalahan di program insentif pajak dalam rangka Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) 2021. Bahkan, angkanya tembus hingga Rp 15,31 triliun.

Mengutip Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2022, BPK menyebut pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan tahun 2021 sebesar Rp15,31 triliun belum sepenuhnya memadai.

Akibatnya, terdapat potensi penerimaan pajak yang belum direalisasikan atas pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Non-PC-PEN kepada pihak yang tidak berhak sebesar Rp1,31 triliun.

Kemudian BPK menemukan nilai realisasi fasilitas PPN Non-PC-PEN insentif sebesar Rp390,47 miliar tidak valid, nilai realisasi pemanfaatan fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar Rp3,55 triliun tidak andal. Lalu, potensi pemberian fasilitas PPN DTP kepada pihak yang tidak berhak sebesar Rp154,82 miliar.

"Potensi penerimaan pajak dari penyelesaian mekanisme verifikasi tagihan pajak DTP Tahun 2020 sebesar Rp2,06 triliun. Belanja Subsidi Pajak DTP dan Penerimaan Pajak DTP belum dapat dicatat sebesar Rp4,66 triliun, dan nilai realisasi insentif dan fasilitas pajak PC-PEN sebesar Rp2,57 triliun terindikasi tidak valid," tulis laporan tersebut, dikutip Rabu (5/10/2022).

Atas permasalahan itu, BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan selaku Wakil Pemerintah menginstruksikan Direktur Jenderal Pajak untuk memutakhirkan sistem pengajuan insentif WP dengan menambahkan persyaratan kelayakan penerima insentif dan fasilitas perpajakan sesuai dengan ketentuan pada laman resmi DJP Online.

Kemudian, menguji kembali kebenaran pengajuan insentif dan fasilitas perpajakan yang telah diajukan WP dan disetujui, selanjutnya menagih kekurangan pembayaran pajak beserta sanksinya untuk pemberian insentif dan fasilitas yang tidak sesuai.

3 dari 3 halaman

Belum Punya Data Lengkap

Selain itu, BPK juga menemukan kalau penentuan kriteria Program Penanganan Pandemi Corona Virus Deseases 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) Tahun 2021 dan pelaporan pada LKPP Tahun 2021 (audited) belum sepenuhnya memadai.

Akibatnya, pemerintah belum sepenuhnya memiliki data yang lengkap, valid, dan tepat waktu mengenai keseluruhan biaya yang dialokasikan dan direalisasikan untuk penanganan dampak pandemi COVID-19.

Disamping itu menyebabtkan nilai realisasi pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2020 tidak dapat segera diketahui dan dievaluasi.

"BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan selaku Wakil Pemerintah antara lain agar: (1) Menetapkan kriteria yang jelas atas kegiatan/program yang menjadi bagian dari Program PC-PEN; (2) Memperbaiki mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban Program PC-PEN dalam rangka pelaporan keuangan pemerintah pusat tahun 2022," tulis dokumen tersebut.

Terakhir, Menkeu perlu melakukan verifikasi atas pelaporan pemanfaatan fasilitas PPh sesuai dengan PP Nomor 29 Tahun 2020 yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.