Sukses

Harga Komoditas Energi hingga Inflasi Global Jadi Ancaman APBN 2023

Dalam penyusunan APBN perlu mempertimbangkan kesinambungan fiskal. Kebijakan fiskal dipandang menjadi saru instrumen penting dalam pelaksanaannya kedepan.

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Penyusunan APBN Dirjen Anggaran Kemenkeu Rofyanto Kurniawan menyebut, dalam penyusunan APBN perlu mempertimbangkan kesinambungan fiskal. Kebijakan fiskal dipandang menjadi saru instrumen penting dalam pelaksanaannya kedepan.

"Fungsi-fungsi APBN (fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi) dijalankan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, sekaligus untuk menjawab tantangan terkait ketidakpastian perekonomian global, memperluas ruang fiskal, belanja yang lebih berkualitas, dan pembiaayaan anggaran yang produktif dan inovatif," terang dia, mengutip keterangan resmi yang dikeluarkan Kementerian Keuangan ditulis Selasa (26/7/2022).

Secara umum RUU APBN 2023, struktur batang tubuh RUU APBN 2023 terdiri dari Bagian Awal, Bagian Pendapatan Negara, Bagian Belanja Negara, Bagian Pembiayaan, dan Bagian Lain-lain.

"Selain itu, materi muatan dalam RUU APBN 2023 memuat tentang penetapan angka (yang mengacu kepada UU Keuangan Negara) dan pengaturan khusus (antara lain fleksibilitas pelaksanaan APBN dan antisipasi keadaan darurat)," ujar dia.

Sementara itu, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Vid Adrison memandang kata 'kinerja' dalam RUU APBN 2023 perlu diarahkan lebih spesifik. Khususnya yang akan berdampak pada Transfer ke Daerah.

"Apabila tidak memungkinkan, dapat diatur ke dalam peraturan yang lebih rendah (PMK dan sejenisnya), perlu untuk mencantumkan rumusan pasal terkait kebijakan yang tidak hanya melihat dari outputnya, namun juga dilihat dari outcomenya," tuturnya.

Ia juga menyoroti beberapa risiko eksternal. Seperti kenaikan harga komoditas energi, tekanan inflasi di luar negeri, serta penurunan pertumbuhan ekonomi global.

Hal tersebut dapat berimplikasi terhadap tekanan fiskal (akibat dari kenaikan subsidi), penurunan basis penerimaan pajak, serta kenaikan dari sisi belanja. Untuk itu, salah strategi yang dapat ditempuh untuk membantu mengurangi pressure terhadap anggaran adalah melalui efisiensi.

"Selain itu, beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah dari sisi pendapatan adalah antara lain melalui penggunaan NIK sebagai ID Pajak dan optimalisasi penerimaan negara dari cukai hasil tembakau," kata dia.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ketidakpastian Ekonomi Global

Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Dian Puji Simatupang memandang pemerintah ditantang susun RAPBN 2023 dengan defisit maksimal 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sebelumnya ada keleluasaan lebih ketika menghadapi pandemi.

Hal ini juga Pasal 2 ayat (1) huruf a UU Nomor 2 tahun 2020. Seperti diketahui bersama, di masa pandemi dua tahun terakhir ini, APBN mengalami tekanan yang cukup berat, sehingga Pemerintah diberikan keleluasaan untuk menyusun APBN dengan defisit yang melebihi ambang batas 3 persen.

"Dalam upayanya menuju defisit kembali ke 3 persen terhadap PDB pada APBN 2023 nanti, proses penyusunan tersebut terjadi di tengah kondisi perekonomian global yang masih turbulensi akibat adanya krisis konflik internasional dan pandemi yang masih terjadi dengan berbagai variannya," kata dia mengutip keterangan resmi Kementerian Keuangan mengenai konsultasi publik RUU APBN 2023, ditulis Selasa (26/7/2022).

Sementara di sisi lain, ada reformasi struktutal perekonomian nasional yang menguatkan sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif, transparan dan akuntabel. Maka, RAPBN 2023 layak disebut sebagai wujud rencana keuangan negara yang berkarakter prospektif dan antisipatif.

"Untuk itu, dalam rangka merespon tantangan tersebut, di dalam RUU APBN 2023 perlu dituangkan langkah-langkah kebijakan baik dari sisi pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan yang mencerminkan upaya-upaya Pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang lebih baik," ujarnya.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Besaran Subsidi Masuk RAPBN 2023

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan bocoran mengenai alokasi subsidi untuk energi di 2023. Ia menyebut aspek perhitungan subsidi telah masuk dalam Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2023.

Subsidi energi ini termasuk pada subsidi bagi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan subsidi listrik. Diketahui, beban negara menanggung subsidi keduanya cukup besar di tengah gejolak harga internasional.

“Jadi besaran subsidi yang ada dalam APBN, satu tergantung dari harga market, global, kita sekarang coba lihat forecast tahun depan harga minyak itu akan seperti apa, harga komoditas seperti apa,” katanya kepada wartawan di Hotel Sofitel, Nusa Dua, Bali, Rabu (13/7/2022).

Ia mengatakan, perkiraan harga atau forecast harga internasional akan menjadi salah satu acuan perhitungan kedepannya. Sementara, untuk saat ini harga minyak dunia dalam APBN masih berkisar USD 68 per barel, jauh dari harga yang berlaku yang pernah menembus USD 100 per barel.

Sejalan dengan adanya perbedaan harga yang terpaut jauh, Sri Mulyani menyebut perkiraan harga minyak internasional juga menjadi satu tantangan tersendiri. Salah satunya dipengaruhi kondisi global yang serba tidak pasti.

“Kalau harga internasionalnya bergerak, pertanyaanya, harga di dalam negeri akan tetap sama atau enggak? Kalau tetap sama seperti sekarang, ya berarti konsekuensinya subsidinya kita hitung,” katanya.

“Perbedaan tadi dikalikan berapa jumlah konsumsinya, nah ini yang disiapkan dalam RUU APBN 2023,” tambah Sri Mulyani.

 

4 dari 4 halaman

Keseimbangan APBN

Lebih lanjut, ia menjelaskan, dalam konteks pemberian subsidi, ia tetap bertumpu pada kemampuan APBN. Kendati ia enggan mengungkap besaran subsidi yang akan dialokasikan oleh pemerintah.

Dalam penentuan besaran nantinya, ia tetap akan memperhatikan kemampuan dari anggaran negara. Serta, memperhatikan juga kebutuhan dari masyarakat.

“Kita cari keseimbangan antara menjaga rakyat, menjaa perekonomoan dan menjaga kesehatan APBN. Tahun depan juga sama,” ungkapnya.

Kemudian, ia mengatakan akan mempertimbangkan juga kondisi ekonomi dalam negeri. Khususnya sektor-sektor yang memerlukan kucuran anggaran negara melalui subsidi, tentu dengan memperhatikan lagi kesehatan dari APBN.

“Sehingga nanti kalau sampai bapak presiden sudah menyampaikan RUU APBN, baru kita bahas dan mengenai policy-policy kedepannya,” tukasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.