Sukses

Menteri Investasi Acungi Jempol Keberanian Jokowi Dobrak Keterpurukan Ekonomi

Perekonomian nasional saat ini sebenarnya sedang tidak terlalu baik. Namun setidaknya masih lebih bagus dibanding negara lain.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, memuji langkah berani Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengangkat ekonomi Indonesia dari keterpurukan di tengah situasi krisis saat ini.

Apresiasi itu dilayangkan pasca Jokowi bersama istrinya pergi melawat ke Rusia dan Ukraina, dua negara yang sedang bersitegang dalam konflik geopolitik. Menurut Bahlil Lahadalia, keberanian itu jadi kunci agar Indonesia tidak larut dalam situasi krisis ekonomi yang terjadi saat ini.

"Di kondisi seperti sekarang, pertarungannya adalah pertarungan leadership yang dilakukan para pemimpin dunia dalam mengelola negaranya," ujar Bahlil di Kantornya, Jakarta, Rabu (20/6/2022).

"Kita bersyukur, pak Jokowi dalam kepemimpinan keduanya Alhamdulillah bisa membawa kita keluar dari Pandemi, bisa membawa kita keluar dalam sebuah keterpurukan ekonomi yang lebih dalam," ungkapnya.

Menurut dia, Jokowi komitmen dengan asas politik bebas aktif yang dipegang Pemerintah RI. Idealisme itu lah yang kemudian dibawa RI 1 untuk melobi banyak negara, agar hubungan ekonomi Indonesia dengan banyak negara tetap terjaga.

"Di sini lah kemudian, kita tidak bisa diintervensi negara manapun. Kita juga tidak block ke negara manapun. Nah, lobi politik dalam memainkan peran dalam konflik baik antara Rusia-Ukraina, presiden mana yang datang ke Rusia dan Ukraina dalam kondisi konflik, bawa istri pula," sebutnya.

Lebih lanjut, Bahlil mengatakan, perekonomian nasional saat ini sebenarnya sedang tidak terlalu baik. Namun setidaknya masih lebih bagus dibanding negara lain.

"Kalau ditanya apakah ekonomi Indonesia bagus? Enggak bagus-bagus banget, tapi cukup bagus. Tidak jelek-jelek banget dibanding negara lain. Jangan membuat kita terpaksa berekspektasi di luar batas kemampuan yang kita lakukan," tuturnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

IMF Siap-Siap Revisi Pertumbuhan Ekonomi Global, Makin Merosot?

Dana Moneter Internasional (IMF) akan kembali melakukan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global dalam waktu dekat. Hal ini dilakukan pasca adanya lonjakan tingkat inflasi hingga kebangkrutan sejumlah negara semisal Srilanka.

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyampaikan, pihaknya terhitung sudah tiga kali mengeluarkan prediksi pertumbuhan ekonomi global sepanjang tahun ini.

Mulanya, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia 2022 sebesar 4,9 persen. Namun kemudian direvisi menjadi 4,4 persen, dan semakin turun jadi 3,6 persen pada April 2022.

"Apa yang menjadi perhatian kami, sejak awal tahun ini kami sudah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dua kali. Dan, kami akan menurunkannya sekali lagi dalam dua pekan," kata Georgieva di Jakarta, dikutip Senin (18/7/2022).

Alasan pertama, gangguan supply chain akibat pandemi Covid-19 di beberapa negara saat ini masih terasa. Terutama akibat pembatasan yang dilakukan China, yang turut mendongkrak inflasi.

Berikutnya, konflik geopolitik antara Rusia-Ukraina yang menyebabkan tekanan sangat tinggi terhadap harga komoditas seperti minyak dunia.

"Itu sebenarnya menguntungkan negara-negara asal komoditas seperti Indonesia. Tetapi itu melukai negara-negara lainnya. Dan, ini juga sebenarnya buruk bagi Indonesia karena tekanan inflasi," imbuh Georgieva.

 

3 dari 3 halaman

Lonjakan Inflasi

Ketiga, yang juga sangat penting, lonjakan inflasi membuat banyak bank sentral memperketat kebijakan moneter dengan menaikan suku bunga acuan, seperti yang dilakukan The Fed di Amerika Serikat.

Georgieva menambahkan, tingginya angka pinjaman selama Covid-19 untuk proses pemulihan ekonomi juga bisa menimbulkan tekanan ketika suku bunga naik.

"Bagi negara dengan tingkat utang yang tinggi, terutama dalam denominasi dolar, naiknya nilai tukar dolar akan mendorong mereka ke kondisi default," pungkas Georgieva.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.