Sukses

Tembus Rp 100 Ribu per Kg, Harga Cabai Rawit Merah Diprediksi Normal Februari 2021

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) memprediksi harga cabai rawit merah akan kembali normal pada Februari 2021.

Liputan6.com, Jakarta Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) memprediksi harga cabai rawit merah akan kembali normal pada Februari 2021, lantaran akan terjadi panen raya di akhir Januari ini.

“Saya punya keyakinan Februari baru pada posisi normal, karena panen raya juga akan terjadi akhir bulan ini kan kalau nggak salah,” kata Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri kepada Liputan6.com, Jumat (29/1/2021).

Abdullah mengatakan harga cabai rawit merah di awal tahun 2021 berada di kisaran Rp 85.000-Rp 90.000 per kilogram. Bahkan beberapa pedagang ada yang menjual di angka Rp 100 ribu per kilogram.

Kenaikan harga tersebut disebabkan beberapa faktor, diantaranya pasokan dari petani minim. Sebab para petani tidak memproduksi atau tidak menanam cabai rawit merah. Ini kasusnya terjadi pada saat periode panen raya kemarin, lantaran tidak terserap dengan baik dan harganya drop.

“Sehingga petani tidak produksi lagi. Efek apa? ya banyak faktor salah satunya yaitu musim hujan terus, takut gagal panen, daya beli masyarakat menurun,” ujarnya.

Selain faktor cuaca dan petani, harga cabai rawit merah mahal juga disebabkan karena daya beli masyarakat menurun dan permintaan rendah.

“Walaupun produksinya kecil tapi permintaan rendah dan harganya tinggi tu sebenarnya yang harus di antisipasi,” ujarnya.

Oleh karena itu, untuk mengakali agar harga cabai rawit merah tidak terlalu mahal maka sebagian pedagang ada yang menjual secara dioplos atau dicampur dengan cabai rawit hijau.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Hadiah Tahun Baru, Harga Cabai Melonjak Jadi Rp 100 Ribu per Kg

Masyarakat Indonesia mendapat hadiah tahun baru berupa kenaikan harga cabai rawit. Di beberapa daerah, harga cabai rawit melonjak hingga di kisaran Rp 100 ribu per gram dari biasanya di kisaran Rp 40 ribu per gram. 

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri menjelaskan, para pedagang pasar sudah memperkirakan harga cabai rawit pada Januari 2021 akan mengalami kenaikan. Alasannya, sejak Desember 2020 kenaikan harga cabai rawit sudah mulai terlihat.

“Soal cabai rawit merah ini sejak akhir Desember 2020 sudah kami prediksi. Ini akan naik harganya pada Januari 2021. Cabai rawit merah merupakan cabai yang di luar dugaan sekarang sudah tembus di angka Rp 100 ribu,” kata Abdullah kepada Liputan6.com, Rabu (6/1/2021).

Untuk tidak memberatkan konsumen, beberapa pedagang menyiasati dengan berbagai cara. Salah satunya dengan menjualnya di harga Rp 90. ribu per kg. Namun dengan cara ini tentu saja keuntungan pedagang terpotong. 

Cara lain adanya dengan menjual dengan cara dioplos. Jadi cabai rawit merah akan dicampur dengan cabai rawit hijau.

“Itu adalah cara-cara yang dilakukan pedagang dalam rangka untuk menyuguhkan agar harganya tetap terkendali,” katanya.

3 dari 3 halaman

Penyebab Kenaikan Harga

Abdullah menjelaskan alasan kenapa harga cabai rawit merah tinggi. Hal ini karena pasokan cabai rawit merah minim lantaran memang petani tidak produksi. Kenapa petani tidak produksi? Karena 4 bulan lalu itu sempat jatuh harganya.

“Biasanya begitu ritme petani, kalau jatuh harganya mereka tidak mau tanam lagi. Disinilah letak bukti bahwa Kementerian tidak aktif dalam melakukan upaya mendorong agar produksi tetap aman,” tegasnya.

Menurutnya yang seharusnya belum memasuki masa panen, tapi cabai rawit muda sudah dipanen dan diperjualbelikan. Sehingga inilah yang saat ini menjadi persoalan, padahal masih diperlukan masa tunggu panen.

Adapun Abdullah menyarankan kepada pemerintah dalam hal ini kepada Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan sebenarnya persoalan seperti ini sudah bertahun-tahun sering terjadi terkait beberapa komoditas harganya tinggi, seperti cabai rawit.

“Hal ini karena kita tidak punya desain pangan yang jelas, kita tidak punya strategi rantai pangan yang maksimal, baik, dan terukur, data pun tidak jelas itu yang membuat semua itu tidak bisa dihindari bahwa beberapa komoditas pasti masih akan tinggi di beberapa titik,” pungkasnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.