Sukses

Gara-Gara UU Cipta Kerja, Partisipasi Perempuan di Dunia Kerja Jadi Kerdil

Karier pekerja perempuan terancam mandeg lantaran jam kerjanya dalam UU Cipta Kerja bisa sampai 8 jam per hari.

Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Divisi Advokasi Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi), Nur Aini, menilai kehadiran Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja bakal melanggengkan kerentanan para pekerja muda dan perempuan di dunia kerja. Bahkan, aturan baru tersebut pada akhirnya berpotensi memperkecil partisipasi pekerja wanita di dalam dunia kerja.

"Kenapa Sindikasi melihat ini melanggengkan kerentanan alih-alih melindungi, kita melihat kondisi pekerja muda saat ini sangat rentan terhadap kondisinya terhadap kondisi freelancer di sektor media dan kreatif," kata Nur Aini dalam sesi teleconference, Senin (19/10/2020).

Nur Aini mengatakan, UU Cipta Kerja akan semakin melemahkan posisi buruh perempuan. Untuk kondisi saat ini saja, berdasarkan hasil survey Sindikasi, sebanyak 76 persen pekerja lepas (freelancer) perempuan tidak dapat cuti haid.

Kemudian, 93 persen freelancer perempuan juga tidak mendapat jaminan kesehatan dan keselamatan kerja dari BPJS kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, 38 persen pekerja freelancer bekerja lebih dari 8 jam per hari.

"Kondisi ini yang kemudian akan dilanggengkan dalam UU Cipta kerja. Siapa yang kemudian paling rentan terhadap UU Cipta Kerja ini nanti, maka pekerja perempuan lah yang paling rentan. Karena cuti haid, melahirkan dan keguguran itu terancam tanpa kompensasi," cibirnya.

Nur Aini memberikan perhatian khusus pada potensi ruang pengembangan diri bagi pekerja wanita yang bakal semakin dipersempit. Menurut dia, karir pekerja perempuan terancam mandeg lantaran jam kerjanya dalam UU Cipta Kerja bisa sampai 8 jam per hari, ditambah waktu lembur maksimal yang bisa mencapai 4 jam per hari.

"Satu hari mereka bisa mendapatkan 12 jam (kerja) ketika mereka mengambil lembur. Bayangkan ketika perempuan mendapatkan beban kerja juga di rumah, kapan perempuan bisa mengembangkan diri," ucap Nur Aini.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rentan Kekerasan

Poin selanjutnya, ia menyoroti posisi pekerja wanita yang semakin rentan mendapat kekerasan di tempat kerja, karena dihapuskannya Pasal 169 di UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal tersebut mengatur, ketika pekerja mendapat ancaman, penganiayaan dan penghinaan dari pemberi kerja, mereka bisa mengajukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menurut dia, itu semakin menegaskan sistem kerja yang tidak manusiawi di UU Cipta Kerja, sehingga akan memundurkan peran pekerja perempuanya hanya di sektor domestik.

"Akibatnya adalah partisipasi perempuan dalam angkatan kerja nanti akan terancam mengecil. Di Indonesia sendiri sekarang hanya 51 persen angkatan kerja perempuan yang masuk di dalam pasar tenaga kerja," ujar Nur Aini.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.