Sukses

Jurus Pemprov NTB Dongkrak Kinerja PNS

Balance Score Card merupakan metode pengukuran kinerja yang biasanya digunakan oleh perusahaan multinasional.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) sejak Januari 2019 telah resmi menggunakan metode Balance Score Card (BSC). Balance Score Card merupakan metode pengukuran hasil kerja yang biasanya digunakan oleh perusahaan multinasional.

Wakil Gubernur NTB, Sitti Rohmi Djalillah mengatakan, NTB merupakan provinsi pertama yang menggunakan BSC.

“Saya disini mewakili masyarakat NTB bersyukur, Alhamdulillah saya dan jadi kepala daerah pertama yang mengaplikasikan metode BSC. Dengan kata lain NTB jadi pemda pertama yang mengkombinasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP) dengan metode BSC ke dalam sebuah sistem aplikasi yang kami beri nama e-Kinerja," ujar dia di Jakarta, Senin (6/8/2019).

Sitti menjelaskan kombinasi SAKIP dan BSC yang membantu memonitoring kinerja. Pada dasarnya, BSC merupakan metode yang digunakan sebagai alat untuk mengukur aktivitas operasional yang dilakukan sebuah lembaga.

"Dengan BSC, saya menjadi lebih tahu sejauh mana pergerakan dan perkembangan yang telah dicapai. Adanya BSC juga membantu saya untuk memberikan pandangan menyeluruh mengenai kinerja dari sebuah lembaga. Kami mengadopsi cara kerja BSC dengan membuat sebuah system tool management yang terintegrasi antara SAKIP dengan BSC," jelas Sitti.

"Jadi nanti kalau mau evaluasi, tidak perlu menunggu jadwal evaluasi yang dilakukan biasanya 3 bulan sekali, namun bisa dilakukan dengan realtime. Nantinya Saya dan Bapak Gubernur bisa melihat perkembangan dari setiap program yang tercantum di visi misi kami," lanjut dia.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bantu Penilaian Kinerja ASN

Asisten 2 Sekretaris Daerah NTB Ridwansyah menyatakan, dengan adanya metode ini Pemprov NTB bisa melakukan monitoring secara realtime sehingga membantu dalam menilai kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) di NTB, sekaligus dalam memberikan reward atau punishment yang tepat. Dia menargetkan NTB mendapatkan nilai A pada SAKIP tahun ini. 

“Sudah 10 tahun kami mendapat B pada nilai SAKIP. Untuk meningkatkan nilai SAKIP menjadi A, maka kami mengkombinasikannya dengan BSC. Tujuannya agar bisa melakukan efisiensi dari mulai perencanaan anggaran, pelaksanaan program hingga evalaluasi.

Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin mengaku optimistis tahun ini NTB mendapat SAKIP A.

“Pemda di luar Pulau Jawa yang nilai SAKIP-nya mendapat A hanya Pemprov Kalimantan Selatan, itu juga baru tahun lalu. Saya yakin dengan aplikasi e-Kinerja ini bisa membawa NTB menuju nilai sempurna pada pengumuman SAKIP di bulan Oktober nanti," ungkap Syafruddin.

3 dari 3 halaman

Kepala Bappenas: PNS Tidak Boleh Gaptek

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala BappenasBambang Brodjonegoro mengatakan, Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS tidak boleh gagap teknologi alias gaptek.

Menurutnya, birokrat muda di era revolusi industri 4.0 ini harus melek teknologi dan wajib mengikuti perkembangan zaman.

"Kalau anak muda seperti Anda tidak boleh ada istilah gaptek, gaptek untuk generasi saya. Untuk generasi Anda tidak ada istilah gaptek, tidak mengerti bagaimana menggunakan teknologi. Semua harus melek teknologi, harus paham apa perkembangan terakhir," serunya dalam sebuah pernyataan tertulis, Jumat (26/7/2019).

Dia menyatakan bahwa pembaharuan teknologi juga membawa perubahan pada gaya birokrasi yang sebelumnya manual menjadi electronic government (e-government).

Penerapan e-government atau Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) membuat PNS harus dapat memenuhi 4 tuntutan masyarakat ke depan.

Pertama, yakni menerapkan smart government melalui optimalisasi penggunaan teknologi informasi dan digitalisasi. Selanjutnya, penerapan open goverment, big data driven policy, dan cultural shifting atau pergeseran budaya karena tuntutan zaman.

"Budaya melayani dilakuan karena tuntutan jaman. Posisikan Anda di sektor swasta, kalau Anda tidak memberikan yang terbaik, Anda bisa bangkrut, atau Anda bisa dipecat. Artinya, culture shifting menunjuk anda untuk selalu memberikan yang terbaik dalam berbagai hal," tegas Kepala Bappenas itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.