Sukses

Dampak Tsunami Selat Sunda, Wisatawan Pilih Berlibur ke Gunung

Salah satu dampak adanya tsunami tersebut ialah berkurangnya para pelancong ke kota Banten. Wisatawan kini antisipatif merespons pemberitaan yang terjadi.

Liputan6.com, Jakarta Tak hanya di dalam negeri, bencana tsunami Selat Sunda turut menjadi pusat perhatian dunia. Tsunami yang terjadi di Pesisir Pantai Banten dan Lampung Selatan menelan korban jiwa.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) wilayah DKI Jakarta Krishandi mengatakan, salah satu dampak adanya tsunami tersebut ialah berkurangnya para pelancong ke kota Banten. Wisatawan kini antisipatif merespons pemberitaan yang terjadi.

"Melihat ini, (wisatawan) otomatis yang mau ke pantai bakal cancel dan lari ke arah gunung. Saya juga dapat info dan baru dengar, dampaknya daerah-daerah puncak dan bogor jadi ramai sekarang," tuturnya kepada Liputan6.com, Rabu (26/12/2018).

Krishandi menjelaskan, langkah ini diambil para wisatawan untuk menghindari lokasi bencana. Itu termasuk sebagai kompensasi batalnya tujuan awal mereka yang semula ingin pergi ke pantai.

"Iya, jadi memang lari ke gunung. Puncak penuh sekarang. Itu sebagai kompensasi mereka membatalkan diri ke arah pantai. Jadi Bogor, Puncak, dan Bandung sekarang ramai," ujarnya.

Adapun untuk jangka pendek pasca bencana, wisatawan diperkirakan tidak akan mengunjungi lokasi tsunami selama sebulan. Sedangkan dalam jangka panjang, pemerintah diharapkan dapat memperbaiki persiapan untuk mitigasi bencana kedepan.

"Jangka pendek sudah pasti minimal satu bulan ini orang enggak akan ke pantai atau Banten. Jangka panjangnya, semua tergantung seberapa jauh pemerintah, Pemda, serta para pengusaha mengekspose lagi bahwa 'oh sekarang lokasi sudah aman' kemudian hotel A sudah beroperasi, dan sebagainya." tandasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengusaha Hotel Dukung Menteri Susi Kaji Ulang Izin Hotel di Pesisir

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (DPSKP) mengkaji ulang perizinan hotel di wilayah pesisir.

Menurut dia, banyaknya hotel di pinggir pantai dapat membahayakan tamu dan pegawai hotel jika bencana seperti tsunami datang.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) wilayah DKI Jakarta Krishandi mengaku mendukung rencana Menteri Susi tersebut. Kajian itu akan membawa banyak manfaat bagi masyarakat.

"Karena biar bagaimana kan sudah dibilang bahwa negara kita itu termasuk negara yang rawan bencana. Jadi, terkait kajian pemerintah, Ibu Susi, hotel di tepi pantai itu, jujur aja ada baiknya ya kajian itu," ujar dia kepada Liputan6.com, Rabu (26/12/2018).

Krishandi menjelaskan, pemerintah ke depan perlu memperketat lagi terkait aturan mitigasi bencana bagi masyarakat.

"Kita ini enggak kalah hebohnya dalam tanda kutip bencana dibanding Jepang. Cuma Jepang sudah sedemikian responsif dalam memitigasi bencana. Kalau kita itu tiba-tiba sudah ratusan saja bertambah korban, kemudian esoknya ratusan lagi," ujarnya.

Di sisi lain, menurut Krishandi, infrastruktur penanganan mitigasi bencana pun perlu diperbaiki. Indonesia dinilai masih perlu berbenah diri secara total terkait penanganan bencana.

"Kan, sudah jelas garis padat pantai 50 m atau 100 m itu tidak ditaati. Jadi, ini bisa salah juga kita dong? Dari pemerintah sudah diingatkan kok. Begitu juga melihat rewarning sistem serta peralatan yang masih belum berfungsi, jadi kita harus berbenah diri," paparnya.

Ia pun berharap pemerintah ke depan dapat mengatur secara jelas terkait mitigasi bencana itu.

"Tentu dari pemerintah (aturan mitigasi) harus ketat. Kalau pemerintah ketat, pasti pengusaha juga enggak bisa ngapa-ngapain kok. Kita pasti ikutin aturan. Kalau itu diterapkan siapa yang berani larang?" tandas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.