Sukses

Pengamat: Infrastruktur Mudik Mantap, tapi Angkutan Umum Minim

Pemerintah sudah mengantisipasi pengamanan arus mudik Lebaran 2018 sejak Januari 2018. Lalu apa saja menjadi catatan untuk mudik Lebaran 2018?

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah sejak jauh hari sudah mengantisipasi pengamanan arus mudik Lebaran 2018. Rapat koordinasi dalam rangka pengamanan arus mudik Lebaran bahkan sudah digelar sejak Selasa, 30 Januari 2018.

Pemerintah pun bekerja keras untuk menyiapkan sejumlah infrastruktur mulai dari jalan tol, bandara, kereta api, dan lainnya. Lalu, bagaimana tanggapan pengamat soal persiapan arus mudik dan balik Lebaran 2018?

Pengamat Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, menilai pemerintah sudah lebih baik dalam menyiapkan infrastruktur untuk mendukung arus mudik Lebaran 2018. Hal itu ditunjukkan dari penambahan pembangunan dan pengembangan bandara serta pembangunan jalan tol.

"Ada peningkatan infrastruktur mulai dari penambahan jalan, ada jalan tol ditambah tol fungsional," ujar Djoko saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (7/6/2018).

Djoko menambahkan, penambahan jalan tol fungsional tersebut bahkan lebih baik dari tahun lalu. Jalan tol fungsional tersebut dapat membantu pemudik yang menggunakan jalan tol.

Jalan tol fungsional tersebut, menurut Djoko menghubungkan Pemalang-Batang- Semarang. Kemudian, Salatiga-Solo. Selanjutnya, Sragen ke Ngawi. "Lalu ada Lamongan-Kertosono. Brebes Timur-Pemalang. Solo-Sragen. Jalan tol ini lebih baik," kata dia.

Sedangkan untuk titik rawan macet pada mudik Lebaran 2018, Djoko memperkirakan daerah sekitar Jembatan Kali Kuto ke Semarang. Hal itu karena jembatan tersebut belum rampung sepenuhnya.

Akan tetapi, Djoko memberikan catatan kepada pemerintah untuk membantu masyarakat saat mudik. Hal itu terkait kesiapan transportasi umum bagi pemudik. Hal itu karena tak semua pemudik memiliki mobil.

"Terminal, bandara, pelabuhan secara fisik sudah banyak yang bagus. Akan tetapi, ketersediaan angkutan umum di daerah yang singgah di terminal, pelabuhan, dan bandara masih sangat minim," kata Djoko.

Ia menambahkan, hal itu terjadi karena pemerintah belum peduli keberadaan transportasi umum di daerah. Pembangunan transportasi umum di daerah, menurut Djoko masih sangat minim sekali.

"Andai ada, pasti mahal tarifnya. Tidak ada satu pun pelabuan di Indonesia yang dilayani rutin angkutan umum. Angkutan pelat hitam yang dikoordinir oknum otoritas pelabuhan bekerja sama dengan preman lokal masih merajelal dengan tarif tak wajar," kata dia.

Ia melanjutkan, hanya segelintir bandara yang menerapkan taksi regular berargometer. "Rata-rata tarif sesuai keinginan operator yang lebih tinggi dari berargometer," ujar Djoko.

Bahkan menurut Djoko, pemerintah mengandalkan transportasi online yang tarifnya murah. Namun saat mudik, tarif transportasi online tidak murah karena kebutuhan meningkat.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sepeda Motor buat Mudik

Djoko juga menyoroti masyarakat masih tinggi memakai sepeda motor buat mudik, terutama masyarakat menengah ke bawah. Hal ini karena sepeda motor memiliki fleksibilitas mobilitas dan aksesibilitas yang murah dan biaya relatif murah. Akan tetapi, masyarakat harus tempuh perjalanan di atas 10 jam untuk balik ke kampung halaman.

Ada upaya mudik gratis sepeda motor. Namun Djoko menilai, hal tersebut belum mampu membantu mengangkut  sepeda motor bagi pemudik.

Berdasarkan catatan Djoko, mudik Lebaran 2018, pemerintah sediakan 39.446 unit mudik gratis sepeda motor melalui truk, kereta api, kapal laut dan kapal Ro Ro. Jumlah itu meningkat 106 persen dari tahun lalu sekitar 19.148 unit.

Namun, 6,39 juta pemudik akan menggunakan sepeda motor untuk mudik. Dari kuota mudik gratis sepeda motor hanya dapat akomodasi 0,0061 persen.

"Mudik gratis hanya mampu mengangkut tidak lebih dari satu persen dari total pemudik sepeda motor. Mudik gratis menggunakan kapal laut. Paling tinggi subsidinya sekitar Rp 1,2 juta per unit,” ujar dia.

Di sisi lain ada kesulitan untuk mengimbau pemudik motor menggunakan angkutan umum. Hal itu karena angkutan umum di daerah tujuan mudik juga sudah tidak memadai lagi.

"Jangan membayangkan kondisi transportasi umum di daerah seperti di Jakarta dengan KRL dan busway yang nyaman, murah dan berpendingin,” kata dia.

 

3 dari 3 halaman

Selanjutnya

Djoko menilai, Indonesia harus sebagai negara maritim, transportasi laut harus jadi pertimbangan mengurangi beban jalur favorit pemudik di pantai utara Jawa.

"Kebiasaan mudik melalui jalur darat sudah saatnya dilengkapi jalur laut dengan memanfaatkan pelabuhan di utara Jawa seperti Cirebon, Tegal, Tanjung Emas,  dan Tanjung Perak," kata dia.

Ia menuturkan, harus ada upaya penanganan khusus terhadap pemudik menggunakan sepeda motor sebagai solusi angkutan Lebaran pada tahun mendatang.

"Penyediaan mudik gratis sepeda motor tidak hanya diberikan untuk pemudik di Jawa. Pemudik ke Lampung misalnya cukup besar menggunakan sepeda motor. Mestinya ada pemberian layanan mudik gratis motor hingga perbatasan Lampung dengan Bengkulu dan Sumatera Selatan,” kata dia.

Pengawasan terhadap sarana dan pengemudi bus umum benar-benar disiapkan. Terutama kesiapan fisik pengemudik bus jarak jauh wajib siapkan dua pengemudi. “Yang perlu diwaspadai ada pemudik yang menyewa bus umum tetapi melalui terminal. Perusahaan bus yang armadanya dipesan untuk disewa harus dapat berikan jaminan jika kendaraannya aman,” kata dia.

Ditambah pengawasan terhadap pemudik menggunakan kapal laut. Hal itu karena masih terjadi kelebihan penumpang dan terkadang tidak terdaftar dalam manifest.

"Hal ini masih terjadi di pelabuhan yang terdapat di daerah kepulauan antara lain Riau, Maluku dan Maluku Utara serta pelabuhan di Jawa Timur,” ujar dia.

Djoko juga mengingatkan soal keberadaan perlintasan sebidang antara jalan raya dan rel masih cukup rawan terjadi kecelakaan terutama perlintasan yang tidak dijaga.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkeretapian Kementerian Perhubungan di Jawa terdapat 112 perlintasan sebidang yang rawan kecelakaan. Di Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta terdapat 45 perlintasan. Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta 30 perlintasan dan Jawa Timur 37 perlintasan.

"Pemudik harus lebih berhati-hati dan cermat setiap melintas di perlintasan sebidang," ujar Djoko.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.