Sukses

YLKI Minta Produsen Transparan soal Harga dan Kualitas Pelumas

YLKI mengharapkan produsen pelumas mencantumkan semacam masa berlaku di kemasan pelumas.

Liputan6.com, Jakarta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta produsen pelumas untuk mencantumkan informasi mendetail mengenai kualitas dan harga di kemasan. Langkah ini untuk membuat masyarakat mendapatkan informasi cukup mengenai produk pelumas yang dibelinya.

"YLKI pernah lakukan analisis label oli termahal dan termurah baik lokal atau impor. Konsumen tidak diberi cukup informasi apa benefitnya dengan membeli oli mahal. Mestinya dibalik harga ada penjelasan bagi konsumen," ujar Wakil Ketua Harian YLKI Sudaryatmo, di Bogor, Jumat (27/4/2018).

"Konsumen di kita rata-rata sensitive harga dibandingkan sensitive mutu. Kemudian transparansi informasi produk. Saya tidak tahu apakah ketika membeli oli, kita membaca label oli tadi. Karena dari label bisa didapatkan informasi produk tersebut," tambahnya.

Dia juga mengatakan, pihaknya mengharapkan produsen pelumas mencantumkan semacam masa berlaku di kemasan pelumas.

"Kalau di makanan ada expired date. Mestinya untuk produk oli ada tanggalnya juga dicantumkan. Konsumen berhak dapat informasi tanggal produksi oli tadi. Misal ban, dua tahun kinerjanya maksimal. Setelah dua tahun tidak lagi. Sama halnya dengan oli, kalau lewat dari best before tadi harganya harusnya turun. Karena kalau expire kinerjanya tidak optimal," jelas dia.

YLKI juga menyoroti soal limbah pelumas bekas pakai yang tentu sangat merugikan terutama berdampak negatif bagi lingkungan. "Sebanyak 1,8 juta kilo liter minyak pelumas. Limbah produknya tanggung jawab siapa, apakah konsumen atau produsen. Handling-nya kalau tidak tepat bisa jadi masalah lingkungan," ujar dia.

Meskipun sejauh ini pengaduan dari masyarakat terkait pelumas tidak berstandard atau pelumas palsu belum banyak, dia memandang penetapan wajib SNI bagi produk pelumas otomotif sangat penting.

"Belum ada di pengadilan dari konsumen oli dari sisi perdata. 10 besar pengaduan masyarakat, hanya 3 persen (total semua) kasus yang kita tangani pengaduannya terkait sektor otomotif. Oli kita masukan klaster di otomotif. Dibandingkan dengan negara lain, gambarannya di Malaysia angkanya (pengaduan di sektor otomotif) 4 persen. Hong Kong 0,55 persen," jelasnya.

"YLKI terlibat dalam proses pembahasan mendorong SNI pelumas menjadi SNI wajib. Bagi konsumen, SNI wajib itu penting karena ada jaminan kualitas di pasaran. Pelumas palsu, konsumen rugi dan produsen rugi. Langkah yang kita lakukan adalah meminta produsen untuk menguji lab produk tersebut," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Umbu

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Terapkan Wajib SNI Pelumas Otomotif, Kemenperin Tunggu Restu WTO

Pemerintah, melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berencana menerapkan wajib SNI (Standar Nasional Indonesia) untuk produk pelumas otomotif di Indonesia. 
 
Kebijakan yang bakal diterapkan untuk produk pelumas dalam negeri maupun impor ini, diharapkan dapat melindungi konsumen maupun produsen dari peredaran pelumas tidak berstandar.
 
Dirjen Industri Kimia Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit mengatakan saat ini SNI sedang diuji di WTO. Setelah standar tersebut disetujui WTO, maka sudah dapat diteken oleh Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto.
 
 
"(Lama waktu pengujian oleh WTO) 3 bulan, ini sudah dua bulan. Kalau tidak ada sanggahan dari, maka sebulan lagi kalau tidak ada maka secara legal akan diteken oleh Menperin" ungkapnya di Bogor, Jumat (27/4/2018).
 
"Khusus SNI wajib pelumas adalah untuk otomotif. Dari kapasitas nasional sudah 80 persen diproduksi dalam negeri. Jadi harus dilindungi dari impor yang tidak berstandar. Bukan hanya perusahaannya tetapi juga konsumennya," lanjut dia.
 
Dia pun menegaskan bahwa setelah kebijakan wajib tersebut ditetapkan, maka Pemerintah akan mangawasi menindak tegas peredaran pelumas tak ber-SNI.
 
"Ya. Kita tarik dari peredaran. Yang tidak ber-SNI akan kita tarik dari pasar, tapi dari aspek distribusinya yang mengawasi Kementerian Perdagangan, karena bisa menarik itu dari pasar," jelas dia.
 
Reporter: Wilfridus Setu Umbu
 
 
 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini