Sukses

2018, Industri Makanan dan Minuman Bakal Tumbuh 10 Persen

Pertumbuhan industri makanan dan minuman berpotensi tumbuh lebih dari 10 persen pada 2018 yang didukung momen pilkada.

Liputan6.com, Jakarta - Industri makanan dan minuman berpotensi tumbuh lebih dari 10 persen pada 2018. Pertumbuhan tersebut didukung oleh momen pemilihan kepala daerah (pilkada) sehingga peredaran uang meningkat.

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi Lukman, menyampaikan hal tersebut. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) sampai dengan kuartal III 2017, industri makanan dan minuman terhitung pertumbuhannya turun menjadi 8,24 persen.

"Kami optimistis, kunci dari pertumbuhan tahun 2018 adalah koordinasi dalam mengelola kebijakan dan regulasi yang kondusif, terlebih tahun ini adalah tahun politik. Jika itu terjadi, kita bisa tumbuh lebih tinggi dari tahun sebelumnya," ujar dia di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (30/1/2018).

"Tahun 2018 adalah tahun politik di mana umumnya uang yang beredar meningkat. Diharapkan, hal itu dapat pula mendongkrak konsumsi makanan dan minuman," ucap dia.

Dia menjelaskan, ada beberapa faktor lain yang mendukung pertumbuhan industri makanan dan minuman pada tahun ini. Antara lain terbitnya beberapa kebijakan deregulasi yang memudahkan pasokan bahan baku.

"Contohnya, terbitnya Peraturan Menteri Pertanian No 38 Tahun 2017, tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura, dan Peraturan Menteri Perdagangan No 91/207 tentang Ketentuan Impor Produk Kehutanan. Kedua, permen itu memberikan kemudahan bagi pelaku industri untuk memperoleh impor bahan baku produksi dan kemasan," ujar dia.

Data dari Kementerian Perindustrian mencatat, industri makanan dan minuman menyumbang 34,95 persen Produk Domestik Bruto (PDB) industri nonmigas pada Kuartal III 2017, meningkat 4 persen dibanding periode yang sama pada 2016.

Meskipun secara pertumbuhan lebih rendah, industri makanan dan minuman juga menjadi kontributor PDB industri tertinggi dibanding sektor lainnya. "Industri makanan dan minuman juga berkontribusi 6,21 persen terhadap PDB nasional pada Kuartal III 2017, naik 3,85 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya," kata Adhi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengusaha Ingin Kebijakan Satu Pintu Pengawasan Keamanan Pangan

Sebelumnya, pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) mengatakan jika selama ini wewenang dan kebijakan keamanan pangan tersebar di banyak kementerian dan lembaga. Hal ini pun menyulitkan koordinasi.

Oleh karena itu, dibutuhkan satu koordinasi yang diatur. Mengingat peredaran makanan ilegal maupun obat kian marak. Salah satu solusi yang diharapkan keberadaan rancangan undang-undang (RUU) Obat dan Makanan yang kini masuk dalam Prolegnas 2018.

"Dengan adanya UU ini, saya sangat mengharapkan bisa adanya satu kebijakan dan satu pintu untuk keamanan pangan di Indonesia, sehingga menjadi terkoordinasi. Nanti tinggal pengawasan di lapangan bisa didistribusikan ke instansi terkait dan di bawah satu koordinasi," kata Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti dikutip Rabu, 6 Desember 2017.

Dia mencontohkan, kebijakan yang banyak tersebar di beberapa instansi. Seperti BPOM yang hanya bertugas mengawasi sebagian kecil saja dari pengawasan keamanan pangan. "Kewenangan BPOM sekarang untuk pangan olahan, dan itu pun pangan olahan menengah besar dan berisiko tinggi," dia menambahkan.

Adapun pengawasan untuk makanan olahan dari usaha kecil, kata dia, hasil produksi rumah tangga berada di dinas kesehatan. Sementara selama ini dinas kesehatan di bawah pengawasan pemerintah daerah (pemda) bukan di bawah BPOM.

Kemudian bila ada satu masalah misalkan terkait keamanan pangan, BPOM hanya memiliki kewenangan terbatas. "Bila ada kasus dilimpahkan ke kepolisian dan kemudian masuk ke pengadilan. Di sini kadang memang hukuman sangat ringan dan bahkan banyak sekali pelaku hanya diberi hukuman percobaan. Kalau ini bisa dimasukkan dalam UU yang baru ini, kewenangan dan penindakan ini tentu jadi kekuatan dan pengawasan BPOM," jelas dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.