Sukses

Tax Amnesty Disebut Efektif untuk Perluas Basis Pajak Baru

Efektivitas tax amnesty dalam menarik modal (repatriasi) sudah dilakukan di negara-negara lain, seperti Italia, Portugal, Argentina, Yunani,

Liputan6.com, Jakarta - Kalangan pengamat menilai pengampunan pajak (tax amnesty) menjadi instrumen efektif untuk menarik kembali uang orang Indonesia dari luar negeri (repatriasi) dan memperkuat basis pajak baru. Sebab itu, tax amnesty dinilai harus menjadi pendahuluan sebelum dilakukan penegakan hukum.

Ini diungkapkan Pengamat Pajak Ronni Bako dan Darussalam dari Universitas Indonesia. Menurut Ronni, tax amnesty cukup efektif sampai saat ini untuk mengembalikan dana yang berada di luar negeri.

“Karena tidak ada upaya lain selain tax amnesty. Contoh keberhasilannya ada di Afrika Selatan, mereka berhasil dengan memakai konsep tax amnesty,” jelas dia, Senin (9/5/2016).

Perihal besarnya potensi dana WNI di luar negeri yang bisa ditarik melalui tax amnesty, Ronny Bako mengatakan, dana perkiraan dari Menteri Keuangan (Menkeu) yang menyatakan nilainya mencapai Rp 11.400 triliun memang benar.

Meski dikatakan tidak semuanya berbentuk tunai, tapi ada  dalam bentuk lain seperti fixed aset atau saham. "Tapi benar dana itu sekitar Rp 11. 400 triliun. Tapi tidak dalam bentuk cash. Kalau dalam bentuk cash paling hanya Rp 5.000 triliun,” kata dia.

Dia menilai, dana yang parkir di luar negeri bisa kembali lagi ke Indonesia asal negara ini memiliki sistem yang kuat. 

Ronni Bako juga menegaskan orang-orang yang menyimpan uang di luar negeri tidak bisa juga disebut pengemplang pajak.

“Tidak bisa disamakan antara tax amnesty dengan pengemplang pajak. Itu dua hal yang berbeda. Yang anehnya banyak orang salah paham. Pengemplang pajak hanya sebuah definisi sehari-hari. Pengemplang pajak artinya orang yang belum melaporkan hartanya dan belum beres. Sedangkan tax amnesty adalah dana yang berada di luar atau yang di dalam negeri yang akan diambil dan secara otomatis mendapatkan pengampunan pajak. Beda sekali dengan pengemplang pajak,” dia menjelaskan.
 
Karena dua hal itu berbeda, menurut dia, tidak perlu dipersepsikan sama antara keduanya. Bahwa tax amnesty adalah cara yang baik untuk mendapatkan uang dari luar negeri adalah salah satu hal. Hal berbeda lainnya adalah pengemplang pajak.

Pengamat Perpajakan Universitas Indonesia Darussalam mengatakan, efektivitas tax amnesty dalam menarik modal (repatriasi) sudah dilakukan di negara-negara lain, seperti Italia, Portugal, Argentina, Yunani, dan Belgia. “Jadi sebagai suatu kebijakan tidak ada yang salah,” kata dia.
 
Dia menilai, tax amnesty lebih efektif dilakukan dengan cara voluntary (sukarela) ketimbang penegakan hukum. Alasannya, tax amnesty bisa sebagai suatu masa transisi sebelum dilakukannya penegakan hukum yang tegas. "Jadi tax amnesty dulu baru penegakan hukum yang tegas bisa dilakukan," tambah dia.

Darussalam memaparkan, pengampunan pajak harus diberikan terlebih dahulu ketimbang penegakan hukum karena jumlah wajib pajak yang tidak patuh sedemikian besarnya.

Ketidakpatuhan tersebut  disebabkan banyak hal misal karena ketidaktahuan mengenai kewajiban membayar pajak, kurangnya sosialisasi, sistem administrasi pajak yang masih belum sempurna, hukum pajak yang belum sepenuhnya mencerminkan kepastian dan keadilan.

"Nah kalau penegakan hukum yang dikedepankan, maka seberapa efektif yang dapat dilakukan, lantas seberapa cepat penegakan hukum yang akan dilakukan, lantas seberapa valid data yang dimiliki, kan belum ketahuan,” jelas dia.
 
Dengan hanya 22 juta penduduk Indonesia yang memiliki NPWP dan 9 juta yang melaporkan SPT Tahunan, maka jika tidak ada tax amnesty, jutaan rakyat Indonesia terancam tarif pajak hingga 30 persen dan denda maksimal 48 persen.
 
Darussalam lebih menekankan pentingnya tax amnesty sebagai bagian dari reformasi pajak secara keseluruhan bersamaan dengan reformasi atau amandemen UU KUP, PPh, PPN, dan Bea Materai. Nantinya, tarif PPh akan diturunkan di kisaran 17-20% pasca dilakukannya tax amnesty.
 
Hal yang terpenting dalam UU Tax Amnesty dikatakan adalah adanya satu pasal tertentu yang mengatur tentang manajemen informasi data. Ia mencontohkan tax amnesty Filipina, yang di dalamnya ada suatu pasal yang memungkinkan untuk menggunakan hasil dari uang tebusan dari tax amnesty yang dipergunakan untuk mengelola manajemen data tersebut.(Nrm/Ahm)
 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini