Sukses

Ditolak Buruh, Ini Pembelaan Menaker Terhadap PP Pengupahan

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) meminta buruh untuk menghentikan aksi-aksinya menolak PP 78 Tahun 2015.

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa hari ini kalangan buruh terus bergerak melancarkan aksi demo. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) meminta buruh untuk menghentikan aksi-aksinya yang menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan dengan adanya PP tersebut upah buruh akan naik setiap tahun karena sistem formula kenaikan upah minimum tergantung pada angka inflasi pertumbuhan ekonomi nasional.

"Pada 2016 diperkirakan naik sebesar 11,5 persen," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (27/11/2015).

Kelebihan lainnya dari PP pengupahan ini, daya beli buruh telah diakomodir dalam formula upah dengan variable inflasi. Selain itu, juga masih ditambah dengan pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan upah sektoral masih ada dan ditetapkan oleh gubernur dan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum provinsi.

Dia menjelaskan keuntungan bagi buruh antara lain akan memperoleh upah dan pendapatan non-upah, upah buruh naik setiap tahun, pendapatan non-upah bisa dalam bentuk Tunjangan Hari Raya (THR), bonus perusahaan, uang pengganti fasilitas kerja, dan uang servis pada usaha tertentu.

"THR wajib diberikan kepada buruh selambat-lambatnya 7 hari sebelum hari raya. Bagi yang telat memberikan THR akan kena denda 5 persen dari THR dan tetap harus bayar THR," kata dia.

Hanif menegaskan hingga saat ini PP Pengupahan merupakan keputusan terbaik yang dilakukan pemerintah. Karena dengan PP pengupahan ini pemerintah melindungi semua pihak, melindungi pekerja agar tetap bekerja dan tidak terkena PHK, tidak dibayar murah dan pengusaha tak membayar seenaknya.

Menurut dia, PP Pengupahan juga melindungi dunia usaha agar berkembang dan terus memperbanyak lapangan pekerjaan. Sebab, dengan adanya PP tersebut, dunia usaha memiliki kepastian menaikkan upah menjadi predictable dan akhirnya tidak mengganggu perencanaan keuangan perusahaan.

"PP pengupahan ini juga melindungi mereka yang belum bekerja agar bisa masuk ke pasar kerja memperoleh pekerjaan. Karena itu, saya terus berharap semua pihak bisa menerima PP ini," ucapnya.

Hanif menyatakan dirinya tidak mengelak dalam dinamika sebagai komponen bangsa, kepentingan di dalam masyarakat berbeda-beda. Bahkan, kadang kepentingan itu bertentangan satu sama lain.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Buruh jangan memaksakan kehendak

Pemerintah memastikan adanya keseimbangan di antara kepentingan yang berbeda tersebut akan diakomodir dalam PP Pengupahan. Karena itu, Hanif meminta semua kelompok atau komponen masyarakat jangan memaksakan kehendak.

"Di mana-mana yang memaksakan kehendak ujungnya tidak baik. Tak baik untuk dirinya, tak baik untuk orang lain, tak baik untuk semua. Karenanya, ke depan perlu terus mendorong hubungan agar industrial lebih sehat dan harmonis," ia menjelaskan.

Adanya PP ini juga diharapkan menjadi titik tolak untuk memastikan hubungan industrial ke depan, supaya tidak terlalu banyak dipolitisasi dan dipenuhi nuansa menang-menangan.

"Hubungan industrial yang sehat basisnya bukan power relations atau kekuasaan, tapi hubungan sebagai sesama manusia sebagai faktor-faktor penting dalam proses produksi, “ katanya.

Hanif pun memastikan tak akan berpihak kepada pekerja maupun perusahaan, melainkan tegas akan berpihak kepada pekerjaan. Sebab tanpa pekerjaan, tidak akan ada yang namanya buruh dan pengusaha.

"Karena itu, semua pihak bisa menerima PP dan kita move on dan terus memperbaiki hubungan industrial kita," katanya.

Terakhir, Hanif memastikan adanya kenaikan upah buruh setiap tahun mengalami kenaikan signifikan. Dari seluruh provinsi yang melaporkan penetapan upah minimum provinsi 2016, maka daerah-daerah yang menggunakan PP Pengupahan sebagai acuan kenaikannya lebih besar dari daerah-daerah yang tak menggunakan PP ini sebagai acuan.

"Jadi kalau menggunakan acuan PP ini naiknya upah sebesar 11 persen. Tapi kalau ada provinsi yang belum pakai dengan berbagai alasan. Daerah menetapkan sendiri kenaikannya, hasil kenaikannya rata 6-9 persen. Jadi lebih rendah, terus kurang apa PP. Karena dengan PP ini kenaikannya justru lebih tinggi, ada daerah yang kenaikannya 6,7 persen untuk UMP 2016," tandasnya. (Dny/Zul)**

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.