Muhammadiyah Sebut Idul Fitri 2024 Bakal Sama dengan Pemerintah di 10 April 2024

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir memperkirakan perayaan hari raya Idul Fitri atau lebaran akan sama dengan pemerintah.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 07 Apr 2024, 02:11 WIB
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir saat menyampaikan pernyataan sikap soal Palestina. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir memperkirakan perayaan hari raya Idul Fitri atau lebaran akan sama dengan pemerintah.

Hal ini disampaikan saat dirinya mengunjungi kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu (6/4/2024).

"Insyallah Muhammadiyah akan ber-Idul Fitri pada 10 April 2024 dan tampaknya Idul Fitri akan sama antara pemerintah dan Muhammadiyah," kata dia seperti dilansir dari Antara.

Haedar menuturkan, kemungkinan itu tidak membuat masyarakat bingung, mengingat awal Ramadhan Muhammadiyah dan pemerintah tahun ini berbeda.

"Ramadhan-nya beda tapi Idul Fitri-nya sama karena ada perbedaan cara penetapan," ungkap dia.

Meski demikian, Haedar merasa yakin, seluruh lapisan masyarakat mampu menjaga toleransi.

"Sama maupun berbeda Insyaallah kita sudah masuk pada fase saling memahami dan toleransi," kata dia.

Untuk menyatukan dan mengakhiri masalah perbedaan itu, kata Haedar, Muhammadiyah terus mengampanyekan terwujudnya Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT).

Menurut dia, KHGT diharapkan tidak hanya berlaku untuk Indonesia saja, melainkan untuk umat Islam di seluruh dunia sehingga perbedaan itu tidak terus berulang.

"Sehingga nanti satu tanggal baru itu berlaku untuk di semua negara. Seperti kalender masehi yang tidak ada perbedaan," kata dia.

 

2 dari 2 halaman

Bisa Terus Terjadi

Apabila masih terus menggunakan kalender sesuai dengan negara masing-masing, Muhammadiyah memandang perbedaan dalam menentukan waktu-waktu penting umat Islam kemungkinan besar bakal terus terjadi.

Dalam kesempatan itu, Haedar berharap praktik ibadah selama Ramadhan mampu menumbuhkan sikap masyarakat dalam menghormati perbedaan.

Puasa Ramadhan, menurut dia, sejatinya bukan sekadar mengubah waktu makan, namun juga meningkatkan ketakwaan dan kesalehan umat Muslim.

"Kesalehan dalam pandangan Muhammadiyah tidak hanya berlaku pada pribadi atau individu, tetapi juga pada keluarga, sosial-masyarakat, bahkan sampai pada kesalehan bernegara dan antarbangsa," kata dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya